Kamis, Juni 5, 2025
Top Mortar Gak Takut Hujan
Beranda blog Halaman 3

Dari Gitar hingga Mainan Anak, Produk Lokal Incar Pasar Ekspor!

Industri alat musik, perlengkapan olahraga, serta produk mainan anak dalam negeri menunjukkan geliat positif di kancah ekspor. Ketiga subsektor yang berada di bawah naungan industri aneka ini dinilai memiliki nilai tambah tinggi sekaligus daya saing yang kuat di pasar internasional berkat inovasi produk dan kualitas yang sesuai standar global.

Kementerian Perindustrian melalui Direktorat Jenderal Industri Kecil, Menengah, dan Aneka (Ditjen IKMA) terus mendorong pengembangan subsektor tersebut melalui berbagai program strategis. Mulai dari pendampingan usaha, fasilitasi partisipasi pameran, pelatihan peningkatan kapasitas SDM, hingga bantuan sertifikasi mutu dan standardisasi produk.

“Seluruh dukungan ini kami arahkan agar pelaku industri aneka bisa lebih siap menembus pasar luar negeri sekaligus memperkuat daya saing produk lokal di tengah kompetisi global,” ujar Dirjen IKMA Kemenperin, Reni Yanita dalam keterangan tertulisnya, Rabu (28/5).

Pitching Virtual Jembatani Akses Global

Sebagai bagian dari langkah konkret, Ditjen IKMA bekerja sama dengan Kementerian Perdagangan menyelenggarakan kegiatan bertajuk Pitching Produk Industri Alat Musik, Alat Olahraga, dan Mainan Anak. Acara yang digelar secara daring ini berlangsung dalam dua sesi, yakni pada 19 dan 23 Mei 2025, dengan menghadirkan para perwakilan perdagangan RI di luar negeri melalui Indonesian Trade Promotion Center (ITPC).

Melalui forum ini, pelaku industri tidak hanya dapat memperkenalkan produk andalan mereka, tetapi juga memperoleh masukan langsung dari Atase Perdagangan dan Kepala ITPC di berbagai negara. Negara yang terlibat antara lain Uni Emirat Arab, Inggris, Belanda, Spanyol, Amerika Serikat, Chile, Taiwan, Korea Selatan, hingga Australia.

“Forum ini penting karena membuka wawasan pelaku usaha soal potensi pasar di berbagai wilayah, sekaligus membangun jejaring dengan calon mitra internasional,” tutur Reni.

Tidak hanya soal promosi produk, kegiatan ini juga menjadi wadah strategis untuk mendapatkan umpan balik langsung mengenai preferensi konsumen dan kebutuhan pasar di masing-masing negara tujuan.

Tujuh Perusahaan Terpilih Siap Ekspor

Direktur Industri Aneka, Reny Meilany, menambahkan bahwa sebanyak tujuh perusahaan telah dikurasi untuk mengikuti sesi pitching ini. Tiga di antaranya berasal dari industri alat musik: PT Wildwood, PT Kawai Indonesia, dan PT AKT Indonesia. Dua perusahaan lain berasal dari industri alat olahraga: PT Inkor Bola Pacific dan CV Shiamiq Terang Abadi. Sedangkan dari produk mainan anak, hadir CV Indah Jaya Toys dan PT Chateda.

Produk yang dipresentasikan cukup beragam, mulai dari gitar dan piano, hingga mainan edukatif serta perlengkapan olahraga seperti bola dan meja tenis.

“Kami hanya memilih perusahaan yang sudah siap ekspor, dari sisi kualitas, kapasitas produksi, hingga komitmen dalam menjangkau pasar global,” jelas Reny.

Keterlibatan para pelaku industri dalam forum ini mencerminkan semangat kuat untuk memperluas jangkauan pasar, sekaligus menunjukkan kesiapan sektor industri aneka Indonesia untuk berkompetisi di tingkat internasional.

“Kami yakin produk industri aneka kita tidak kalah dengan produk luar. Melalui kolaborasi yang sinergis antara kementerian dan jaringan perdagangan di luar negeri, kita bisa membawa merek Indonesia ke panggung dunia,” tutup Reny.

Pererat Hubungan Indonesia dan China, Proyek Batang–Bintan Dikembangkan Seperti Shenzhen

Hubungan Indonesia dan China terus menunjukkan penguatan signifikan, khususnya di bidang ekonomi dan investasi. Hal ini ditandai dengan kunjungan resmi Perdana Menteri Tiongkok Li Qiang ke Tanah Air, yang menghasilkan empat nota kesepahaman (MoU) serta delapan poin kerja sama strategis. Inisiatif ini dinilai akan mendorong hubungan Indonesia dan China menuju kemitraan jangka panjang yang stabil dan saling menguntungkan.

Dua dari kesepakatan utama berada di bawah koordinasi Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian. Fokus utamanya mencakup penguatan sektor industri, integrasi rantai pasok, serta pelaksanaan proyek Two Countries Twin Parks (TCTP), yang menjadi simbol kolaborasi ekonomi dua negara.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, mengungkapkan bahwa proyek TCTP akan dimulai dengan pengembangan Kawasan Industri Terpadu Batang, Jawa Tengah. Kawasan ini diproyeksikan menjadi kawasan industri modern seperti Shenzhen di Tiongkok.

“Lahan yang disiapkan sekitar 500 hektare. Harapannya, Batang bisa menjadi Shenzhen versi Indonesia,” ujar Airlangga saat memberikan keterangan di Kompleks Istana Kepresidenan, Minggu (25/5).

Batang dan Bintan Disiapkan Jadi Zona Industri Andalan

Selain Batang, kawasan industri di Bintan, Kepulauan Riau, juga masuk dalam proyek kerja sama ini. Kawasan tersebut akan dipasangkan dengan mitra industri di Provinsi Fujian, Tiongkok. Secara keseluruhan, proyek ini mencakup tiga kawasan industri di dua negara.

Airlangga menegaskan, implementasi proyek tersebut tidak hanya mendorong masuknya investasi asing, tetapi juga akan membuka lapangan kerja baru bagi masyarakat Indonesia. “Investasi awal untuk Batang ditaksir mencapai USD3 miliar. Proyek lain masih dalam tahap penjajakan,” jelasnya.

Melalui skema kawasan industri kembar ini, kedua negara berharap dapat memperkuat konektivitas logistik dan rantai pasok global, sekaligus memacu pertumbuhan ekonomi yang lebih merata di wilayah Indonesia.

Dengan penguatan sektor industri, peningkatan investasi, serta perluasan lapangan kerja, kolaborasi ini diharapkan mampu memberikan dampak positif yang signifikan bagi perekonomian nasional dalam jangka panjang.

Pemerintah Indonesia memastikan akan terus mengawal pelaksanaan proyek-proyek strategis tersebut, agar kerja sama yang dibangun tidak hanya bersifat simbolis, tetapi juga berdampak nyata bagi pembangunan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat kedua negara.

Industri Manufaktur Menguat, Yuasa Battery Jadi Contoh Sukses Komponen Otomotif

Kementerian Perindustrian memberikan apresiasi tinggi kepada PT Yuasa Battery Indonesia atas kiprahnya dalam memperkuat sektor manufaktur nasional, khususnya industri komponen otomotif. Perusahaan ini dinilai memiliki peran penting dalam mendorong produktivitas dan daya saing industri aki di Tanah Air.

Saat ini, Yuasa tercatat mampu memproduksi sekitar 9 juta unit aki kendaraan roda dua dan 1,2 juta unit aki industri setiap tahun. Produk yang dihasilkan beragam, mulai dari aki kering (maintenance-free), aki basah, hingga baterai industri seperti Valve Regulated Lead Acid (VRLA) dan deep cycle, yang seluruhnya sudah memenuhi standar nasional dan internasional. Seluruh proses produksi juga ditopang oleh laboratorium pengujian berstandar ISO 9001:2015 dan ISO 14001:2015.

“Yuasa bukan hanya menguasai pasar dalam negeri, tapi juga berhasil menembus pasar ekspor. Sekitar 20 persen produksinya dikirim ke negara-negara di Asia Tenggara, Timur Tengah, hingga Afrika. Di Indonesia sendiri, jaringan distribusinya tersebar luas dengan lebih dari 47 cabang dan mitra resmi,” kata Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita, Senin (26/5), di Jakarta.

Indonesia Masuk 12 Besar Negara Manufaktur Dunia

Agus menyampaikan, berdasarkan data World Bank dan United Nations Statistics, nilai Manufacturing Value Added (MVA) Indonesia pada 2023 mencapai USD255,96 miliar — angka tertinggi dalam sejarah industri nasional. Capaian ini menempatkan Indonesia di peringkat ke-12 dunia sebagai negara manufaktur terbesar, dan posisi kelima di kawasan Asia, setelah Tiongkok, Jepang, India, dan Korea Selatan. Di level ASEAN, Indonesia memimpin jauh dibanding negara tetangga seperti Thailand dan Vietnam.

“Kalau melihat angka ini, saya yakin kontribusi perusahaan seperti Yuasa punya peranan besar dalam mendorong nilai tambah industri nasional,” ujarnya.

Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertumbuhan industri pengolahan nonmigas pada kuartal I-2025 sebesar 4,31 persen. Meski terjadi sedikit perlambatan, sektor ini tetap menjadi kontributor terbesar terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) dengan andil sebesar 17,5 persen—naik baik secara kuartalan (0,19%) maupun tahunan (0,03%).

“Saya ingin tantang siapa pun yang mengatakan bahwa Indonesia mengalami deindustrialisasi. Data-data yang ada, mulai dari MVA hingga kinerja ekspor dan investasi industri, membuktikan sebaliknya,” tegas Agus.

Peluang Besar di Industri Otomotif

Dengan tingkat kepemilikan mobil di Indonesia yang baru mencapai 99 per 1.000 penduduk—jauh di bawah Malaysia (490), Thailand (275), dan Singapura (211)—potensi pasar otomotif nasional dinilai masih sangat besar. Meski demikian, volume penjualan kendaraan domestik Indonesia tercatat sebagai yang tertinggi di kawasan.

“Angka-angka ini menunjukkan peluang luar biasa bagi pelaku industri otomotif dan pendukungnya, termasuk Yuasa. Kita bisa bersama-sama mendorong peningkatan kepemilikan kendaraan bermotor melalui strategi peningkatan kesejahteraan dan daya beli masyarakat,” kata Agus.

Pemerintah pun terus mendorong transformasi industri otomotif ke arah yang lebih ramah lingkungan. Insentif diberikan untuk kendaraan hybrid dan Battery Electric Vehicle (BEV), sebagai bagian dari target besar mencapai net zero emission (NZE) paling lambat tahun 2060, bahkan dipercepat oleh Kemenperin menjadi 2050.

“Kami berharap Yuasa sebagai pemimpin pasar Battery otomotif bisa berinovasi lebih jauh untuk mendukung era kendaraan ramah lingkungan,” tambahnya.

Yuasa juga dinilai memiliki peran strategis dalam memperkuat ekosistem industri nasional, tidak hanya sebagai produsen, tetapi juga sebagai mitra yang menjalin kolaborasi dengan berbagai pelaku industri hulu dan hilir. Jaringan kemitraan ini mencakup penyedia bahan baku lokal hingga sektor pengguna energi cadangan seperti telekomunikasi, perbankan, dan otomotif.

Mengapa Pengusaha Harus Paham Dasar Akuntansi? Ini Jawabannya!

Jago jualan, ide kreatif segudang, bisnis makin ramai… tapi kok duitnya kayak numpang lewat doang?
Nah, ini sering terjadi kalau pengusaha cuma fokus ke penjualan tapi lupa satu hal penting: ngerti akuntansi bisnis! Tenang, kamu nggak perlu jadi akuntan profesional dulu buat bisa ngatur keuangan usahamu. Tapi setidaknya, paham dasar-dasarnya biar bisnis kamu nggak cuma hidup dari semangat—tapi juga sehat secara finansial.

Kenapa Akuntansi Itu Penting Buat Pengusaha?

Akuntansi bukan cuma soal angka, tapi soal membaca kondisi nyata bisnismu lewat catatan keuangan. Ini alasannya kenapa kamu perlu paham:

1. Tahu Arus Uang Masuk dan Keluar

Kadang, omzet besar bikin kita merasa bisnis lancar. Tapi tanpa catatan jelas, kamu nggak tahu berapa sebenarnya yang keluar untuk biaya produksi, operasional, promosi, dan lain-lain. Jangan-jangan, kamu rugi tapi nggak sadar.

2. Bisa Ambil Keputusan dengan Bijak

Mau buka cabang? Naikkin gaji karyawan? Tambah stok barang? Semua keputusan ini butuh data. Dengan akuntansi, kamu bisa lihat laporan laba-rugi, neraca, atau cash flow untuk ambil keputusan yang tepat—bukan cuma modal nekat.

3. Gampang Cari Investor atau Pinjaman

Kalau bisnis kamu rapi secara administrasi dan punya laporan keuangan yang jelas, investor atau bank bakal lebih percaya. Mereka butuh bukti, bukan janji.

4. Menghindari Masalah Pajak

Paham akuntansi bikin kamu lebih tertib urus pajak. Kamu tahu mana yang bisa jadi biaya, mana yang kena pajak, dan berapa omzet yang harus dilaporkan. Jadi nggak perlu panik tiap kali ada pemeriksaan pajak.

5. Mencegah Karyawan “Main-Main”

Kalau kamu nggak ngerti laporan keuangan, bisa saja ada karyawan yang coba curang. Tapi kalau kamu bisa baca laporan keuangan dasar, potensi penyelewengan bisa langsung ketahuan sejak awal.

Dasar-Dasar Akuntansi yang Perlu Kamu Tahu

Tenang, nggak ribet kok. Ini beberapa hal dasar yang penting:

  • Mencatat transaksi: Tiap uang masuk dan keluar harus tercatat.

  • Laporan laba-rugi: Buat tahu apakah bisnis kamu untung atau malah tekor.

  • Neraca (balance sheet): Gambaran aset, utang, dan modal usaha kamu.

  • Cash flow: Aliran uang tunai masuk-keluar, biar tahu likuiditas bisnis.

  • Pemisahan uang pribadi & uang usaha: Ini krusial banget. Jangan digabung!

Gimana Kalau Nggak Sempat Belajar Sendiri?

Kalau kamu benar-benar nggak punya waktu, minimal kamu paham konsep dasarnya dan rekrut orang yang bisa dipercaya untuk bantuin. Tapi tetap ya, jangan sampai kamu buta total soal keuangan bisnis sendiri.

Bisnis yang besar dimulai dari pengelolaan yang rapi. Dan semua itu bisa kamu kendalikan dengan pemahaman dasar akuntansi bisnis. Bukan buat gaya-gayaan, tapi supaya kamu benar-benar tahu kondisi usahamu.

Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Diprediksi Melambat, Citi Proyeksikan Hanya 4,7%

Pertumbuhan Ekonomi Indonesia diperkirakan mengalami perlambatan signifikan pada akhir 2025. Hal ini disampaikan oleh Chief Economist Citibank NA Indonesia (Citi Indonesia), Helmi Arman, yang memproyeksikan laju Pertumbuhan Ekonomi Indonesia hanya akan mencapai sekitar 4,7 persen, turun dari tren pertumbuhan yang selama ini berada di atas 5 persen.

“Dari hasil evaluasi kami, kondisi ekonomi di awal tahun sudah menunjukkan tanda-tanda perlambatan. Kuartal I hanya tumbuh 4,87 persen secara tahunan, dan diperkirakan kuartal II pun belum akan membaik karena pemulihan konsumsi pemerintah masih berjalan lambat,” ungkap Helmi dalam konferensi pers kinerja triwulan I Citi Indonesia di Jakarta, Senin.

Menurutnya, ada dua faktor utama yang menjadi penyebab melemahnya laju ekonomi, yakni rendahnya belanja pemerintah serta turunnya aktivitas investasi. Kondisi ini juga telah disorot oleh Bank Indonesia yang lebih dulu menyesuaikan proyeksi pertumbuhan tahun ini ke kisaran 4,6 hingga 5,4 persen, dari semula 4,7 sampai 5,5 persen.

Konsumsi Pemerintah dan Investasi Tertahan

Helmi memaparkan bahwa kontraksi tajam pada konsumsi pemerintah disebabkan oleh proses realokasi anggaran yang cukup menyita waktu. Belanja yang semestinya terealisasi di awal tahun justru tertunda, sehingga berimbas langsung terhadap performa ekonomi secara keseluruhan.

“Belanja prioritas memang sedang dikonsolidasikan, tapi karena prosesnya memerlukan waktu, akhirnya konsumsi pemerintah pada kuartal I justru minus hampir 40 persen,” jelasnya.

Sementara itu, dari sisi investasi, pertumbuhannya juga melemah. Investasi pada kuartal I hanya mencatat kenaikan sekitar 2 persen, jauh di bawah capaian kuartal sebelumnya yang mencapai 5 persen.

Namun demikian, data dari Kementerian Investasi/BKPM menunjukkan nilai realisasi investasi pada triwulan I 2025 sebesar Rp465,2 triliun. Angka ini naik 2,7 persen dibandingkan triwulan IV 2024 dan tumbuh 15,9 persen dibanding periode yang sama tahun lalu. Capaian tersebut telah memenuhi 24,4 persen dari target investasi nasional tahun ini.

Sektor Pertanian dan Ekspor Masih Jadi Penopang

Di tengah pelemahan sejumlah indikator, sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan justru mencatatkan pertumbuhan yang cukup kuat, yakni sebesar 10,52 persen. Selain itu, dari sisi pengeluaran, ekspor barang dan jasa tumbuh 6,78 persen, menjadi salah satu motor penggerak ekonomi di awal tahun.

Namun, tidak semua sektor mencatatkan hasil positif. Jasa pendidikan misalnya, mengalami kontraksi sebesar 8,45 persen secara kuartalan.

Secara keseluruhan, pertumbuhan ekonomi pada kuartal I 2025 tercatat sebagai yang paling rendah sejak masa pandemi COVID-19. Bahkan, jika dilihat secara kuartalan (qtq), ekonomi mengalami kontraksi sebesar 0,98 persen dibanding kuartal IV 2024.

“Ini menjadi sinyal peringatan bahwa dorongan fiskal dan investasi swasta harus ditingkatkan agar perekonomian tidak terseret lebih dalam,” tutup Helmi.

Pemerintah Genjot Peran Perempuan dalam Ekspor dan Perdagangan Nasional

Wakil Menteri Perdagangan Dyah Roro Esti Widya Putri menegaskan pentingnya Peran Perempuan dalam pembangunan ekonomi dan sektor perdagangan nasional. Menurutnya, Peran Perempuan sebagai agen perubahan sangat krusial dalam mewujudkan pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan. Ia mengajak seluruh perempuan Indonesia untuk terus bermimpi besar dan tidak ragu mengambil ruang dalam ekosistem ekonomi tanah air.

“Perempuan Indonesia harus berani bermimpi besar. Pemerintah siap hadir mendampingi setiap langkah yang diambil perempuan dalam berkarya. Teruslah belajar, bangun jaringan, dan dorong produk unggulan kalian menembus pasar yang lebih luas,” ujar Wamendag Roro saat berbicara dalam diskusi panel CNBC Indonesia Top Women Fest 2025 bertajuk “Perempuan Penggerak Ekonomi” di Sarinah, Jakarta, Sabtu (24/5).

Acara tersebut menghadirkan 100 peserta dan sejumlah tokoh perempuan inspiratif seperti Wakil Menteri Ekonomi Kreatif Irene Umar, Wakil Menteri Kependudukan dan Pembangunan Keluarga Isyana Bagoes Oka, serta Direktur Utama Widya Esthetic Clinic Ayu Widyaningrum yang hadir secara daring. Dalam kesempatan itu, keempat perempuan ini dianugerahi penghargaan sebagai “Inspiring Woman Leader”.

Perempuan, UMKM, dan Masa Depan Ekonomi

Lebih lanjut, Wamendag Roro menjelaskan bahwa Kementerian Perdagangan terus berupaya meningkatkan peran perempuan dalam sektor perdagangan melalui program strategis. Salah satunya adalah peluncuran SheTrades Outlook Indonesia yang digelar bersama International Trade Centre (ITC) pada Agustus 2024, dengan tujuan memetakan hambatan dan merancang kebijakan pemberdayaan perempuan yang lebih tepat sasaran.

Mengacu pada data Badan Pusat Statistik (BPS), kontribusi perempuan terhadap pasar tenaga kerja mencapai 38,3 persen pada 2023. Sebagian besar dari mereka aktif di sektor informal, UMKM, dan pertanian. Hal ini menegaskan bahwa perempuan bukan hanya konsumen aktif, tapi juga pelaku usaha, inovator, dan pemimpin di bidang ekonomi kreatif.

“Perempuan terlibat di berbagai lini ekonomi, mulai dari usaha rumah tangga, pertanian keluarga, hingga industri kreatif digital. Namun, partisipasi di sektor formal dan peran kepemimpinan masih perlu ditingkatkan agar kontribusinya lebih tercermin dalam indikator ekonomi nasional,” jelasnya.

Ia juga menggarisbawahi pentingnya peran perempuan di sektor UMKM, yang menurut data dimiliki oleh 64,5 persen perempuan. Oleh karena itu, dukungan pemerintah terhadap UMKM tidak hanya meningkatkan daya saing nasional, tapi juga memperkuat posisi perempuan dalam roda ekonomi.

Namun, Roro tidak menampik masih ada tantangan besar, seperti akses terbatas terhadap pelatihan, pembiayaan, dan pasar. Ia menekankan pentingnya kerja sama lintas sektor demi menciptakan kesetaraan peluang bagi perempuan dalam mengembangkan potensi ekonominya.

Fasilitasi Pelatihan dan Akses Pasar Global bagi Perempuan UMKM

Salah satu bentuk dukungan konkret yang dilakukan Kemendag adalah melalui pelatihan yang diselenggarakan oleh Pusat Pelatihan Sumber Daya Manusia Ekspor dan Jasa Perdagangan (PPEJP). Lembaga ini rutin mengadakan pelatihan bagi pelaku UMKM terkait prosedur ekspor-impor, penetapan harga ekspor, hingga strategi pemasaran internasional.

Selain pelatihan tatap muka, Kemendag juga membuka akses pelatihan daring agar dapat menjangkau UMKM di seluruh pelosok Indonesia. Tak hanya itu, perwakilan perdagangan Indonesia di 33 negara ditargetkan untuk aktif melakukan penjajakan bisnis (business matching) setiap hari. Program ini melibatkan pembina UMKM dari BUMN dan swasta untuk mempertemukan pelaku usaha lokal dengan calon pembeli luar negeri.

“Lewat kegiatan ini, kami ingin membuka jalan bagi produk Indonesia memasuki pasar global. Hasilnya, pada April 2025 saja, potensi transaksi yang tercatat mencapai USD 43,74 juta atau setara Rp722,76 miliar,” pungkas Roro.

Benarkah Shell Dijual? Ini Fakta Pengalihan SPBU ke Perusahaan Baru

Isu “Shell Dijual?” mencuat setelah Shell Indonesia resmi melepas seluruh kepemilikan jaringan SPBU miliknya di Tanah Air. Langkah ini menimbulkan pertanyaan publik mengenai alasan di balik keputusan tersebut. Kini, seluruh operasional SPBU Shell di Indonesia berada di bawah kendali perusahaan patungan baru hasil kolaborasi antara Citadel dan Sefas.

Menanggapi kabar ini, pengamat energi Universitas Trisakti, Pri Agung Rahmanto, menjelaskan bahwa keputusan Shell bukan tanpa alasan. Menurutnya, strategi bisnis global dan kondisi pasar domestik menjadi pertimbangan utama. “Pertanyaan seperti ‘Shell Dijual?’ sebenarnya lebih tepat diarahkan pada langkah reposisi bisnis. Shell tampaknya mengevaluasi kembali kesesuaian operasional ritel BBM dengan tujuan strategis mereka,” ujarnya, Sabtu (24/5).

Agung menilai, pasar ritel BBM di Indonesia menghadapi tantangan dari sisi skala ekonomi dan pengaturan harga yang ketat. Produk BBM bersubsidi dan jenis penugasan membuat ruang untuk margin keuntungan menjadi sangat terbatas. “Dengan kondisi seperti ini, ekspansi bisnis ritel BBM menjadi tidak terlalu menarik bagi pemain global seperti Shell,” tambahnya.

Fokus Global Shell Bergeser ke Energi Rendah Karbon

Meski demikian, Agung menegaskan keputusan ini tidak serta merta menunjukkan bahwa sektor SPBU di Indonesia tidak menjanjikan. Justru sebaliknya, menurut dia, perusahaan seperti Shell kini lebih memilih fokus pada pengembangan sektor hulu dan investasi di lini bisnis rendah karbon secara global.

Sementara itu, Vice President Corporate Relations Shell Indonesia, Susi Hutapea, menyatakan bahwa peralihan kepemilikan ini tetap mengedepankan standar layanan dan mutu Shell. “Shell tetap akan hadir melalui kerja sama lisensi merek. Masyarakat tidak perlu khawatir karena layanan di SPBU tetap berjalan normal,” ujar Susi.

Susi juga memastikan bahwa pengalihan ini tidak menyentuh unit bisnis pelumas milik Shell. “Operasional SPBU tidak akan terhenti. Tim layanan di lapangan juga tidak berubah. Kami tetap menjamin kelangsungan dan kualitas layanan yang selama ini sudah dikenal pelanggan,” tegasnya.

Langkah strategis ini menjadi bagian dari reposisi bisnis Shell yang lebih luas. Perusahaan tampaknya tengah menyusun ulang portofolionya untuk lebih menitikberatkan pada sektor yang dinilai lebih potensial ke depan, terutama di bidang energi bersih dan efisiensi karbon.

Potensi Besar! Daun Nanas Indonesia Jadi Komoditas Baru Industri Ramah Lingkungan

Nanas Indonesia tak hanya unggul dalam hal produksi buah, tetapi juga mulai dilirik karena potensi limbahnya yang bisa diolah menjadi bahan baku bernilai tinggi. Pada 2024, Indonesia bahkan tercatat sebagai negara penghasil nanas terbesar di dunia dengan produksi mencapai 3,15 juta ton. Di balik angka tersebut, terdapat peluang besar dari pemanfaatan limbah daun nanas yang bisa diolah menjadi serat alami atau leaf fiber.

Kepala Badan Standardisasi dan Kebijakan Jasa Industri (BSKJI), Andi Rizaldi, menjelaskan bahwa serat dari daun nanas memiliki karakteristik unggulan yang kini makin diminati, khususnya untuk industri tekstil ramah lingkungan. “Serat daun ini menjadi alternatif menarik, baik di sektor fesyen maupun industri non-tekstil. Permintaan terhadap produk ramah lingkungan terus meningkat,” ujar Andi dalam keterangan pers, Minggu (25/5) di Jakarta.

Serat Daun Nanas: Peluang Baru Industri Ramah Lingkungan

Menurut data dari Dataintelo, nilai pasar kain berbasis serat daun secara global mencapai USD 1,2 miliar pada 2023 dan diperkirakan melonjak menjadi USD 2,8 miliar pada 2032. Lonjakan ini menunjukkan tingginya kesadaran konsumen terhadap pentingnya bahan baku yang berkelanjutan.

Andi menyebut bahwa strategi peningkatan daya saing industri perlu diarahkan pada pembentukan rantai nilai (value chain) berdasarkan permintaan pasar. “Dengan memanfaatkan limbah pertanian seperti daun nanas, kita bisa menghasilkan bahan baku tekstil yang biodegradable, sekaligus mengurangi pencemaran udara karena sisa panen tak lagi dibakar,” ujarnya.

Pengolahan daun nanas kini dianggap sebagai jalan keluar untuk menciptakan green jobs, terutama di daerah penghasil nanas seperti Kalimantan Timur. Serat daun nanas dikenal ringan, berkilau seperti sutra, dan cukup kuat untuk digunakan dalam berbagai sektor, mulai dari fesyen hingga interior otomotif.

Untuk mendorong pengembangan ini, Kementerian Perindustrian melalui BBSPJI Tekstil Bandung bekerja sama dengan Dinas Perindustrian dan UKM Kalimantan Timur. Program ini menyasar peningkatan nilai tambah komoditas lokal sekaligus mendukung hilirisasi industri serat alami.

“Sebanyak 14 petani nanas dari Kaltim telah mengikuti pelatihan pengolahan serat daun nanas di fasilitas kami,” ungkap Kepala BBSPJI Tekstil, Cahyadi.

Cahyadi menegaskan, pelatihan tak cukup hanya mengenalkan teknologi dan menyediakan mesin. Petani dan pelaku industri harus dibekali pemahaman mengenai standar mutu, tren pasar, serta bagaimana membangun daya saing produk. Dengan begitu, Nanas Indonesia bukan hanya unggul dalam produksi buah, tapi juga dalam inovasi pemanfaatan limbahnya.

Bayar Pakai Paylater, Tapi Tagihan Bikin Pusing? Waspada Gaya Hidup Impulsif!

“Bayar nanti aja, yang penting barang udah di tangan!” Kalimat ini mungkin terdengar akrab buat kamu yang doyan belanja online. Apalagi sekarang fitur paylater makin gampang dipakai, tinggal klik, barang langsung dikirim, dan bayar bisa ditunda sampai akhir bulan—atau malah dicicil bulanan.

Sekilas, hidup jadi terasa lebih ringan. Tapi awas, kalau nggak bijak, paylater bisa berubah jadi bumerang buat keuangan kamu sendiri.

Apa Itu Paylater?

Paylater adalah metode pembayaran yang memungkinkan kamu belanja sekarang dan bayarnya nanti. Biasanya disediakan oleh aplikasi belanja online, fintech, atau bahkan dompet digital. Fungsinya mirip kartu kredit, tapi sering kali prosesnya lebih cepat dan lebih mudah disetujui.

Tanpa perlu banyak syarat, tanpa perlu punya kartu kredit, kamu udah bisa checkout gadget baru atau tiket liburan impian. Tapi di balik kemudahan itu, ada hal yang perlu kamu waspadai.

Gaya Hidup “Impulsif Dulu, Mikir Belakangan”

Fitur paylater bikin kita jadi gampang tergoda belanja, bahkan untuk hal yang sebenarnya nggak terlalu dibutuhkan. Lihat diskon, langsung checkout. Lihat iklan barang lucu, langsung masuk keranjang. Masalahnya, semakin sering kita menuruti keinginan sesaat, makin besar juga utang yang numpuk tanpa sadar.

Nggak jarang, orang baru “ngeh” ketika tanggal tagihan datang dan jumlahnya bikin kaget. Dan kalau telat bayar? Bunganya bisa bikin nyesek.

Risiko Paylater Kalau Digunakan Sembarangan

  1. Menumpuk Utang Tanpa Disadari
    Banyak yang berpikir, “Ah, cuma 100 ribuan doang.” Tapi kalau kamu punya 5 transaksi seperti itu, dalam sebulan bisa jadi 500 ribu atau lebih. Lama-lama berat juga.

  2. Bunga dan Denda Mengintai
    Beberapa layanan paylater memang kasih tenor nol persen, tapi nggak sedikit juga yang punya bunga lumayan tinggi kalau kamu telat bayar.

  3. Skor Kredit Tercoreng
    Kalau kamu pake layanan paylater dari penyedia resmi yang terhubung ke sistem SLIK OJK, riwayat buruk bisa bikin kamu susah ajukan pinjaman lain di masa depan.

  4. Tekanan Mental
    Nggak sedikit orang yang stres gara-gara tagihan paylater terus muncul, apalagi kalau penghasilan lagi nggak stabil.

Boleh Pakai Paylater, Asal…

Paylater itu nggak salah. Bahkan bisa jadi penyelamat di saat mendesak—asal kamu tahu cara mengendalikannya.

Berikut beberapa tips:

  • Bedakan kebutuhan dan keinginan. Kalau cuma karena “lucu”, tahan dulu.

  • Gunakan paylater untuk hal produktif. Misalnya, beli barang yang bisa mendukung pekerjaan atau usaha kamu.

  • Batasi jumlah transaksi. Pasang batas maksimal cicilan per bulan.

  • Cek jadwal tagihan secara rutin. Jangan sampai kaget pas jatuh tempo.

  • Bayar tepat waktu. Hindari bunga dan denda yang bikin utang makin berat.

Di era serba digital seperti sekarang, paylater memang godaan besar. Tapi ingat, kebebasan bayar nanti bukan berarti bebas mikir sekarang. Sebelum klik “Beli Sekarang dengan Paylater,” tanya dulu ke diri sendiri:
“Ini butuh atau cuma pingin?”

Jadi, nggak ada salahnya pakai paylater—asal kamu yang pegang kendali, bukan sebaliknya.
Karena kalau kebablasan, “impulsif dulu, mikir belakangan” bisa jadi awal petaka keuangan kamu sendiri.