Senin, Juni 9, 2025
Top Mortar Gak Takut Hujan
Beranda blog Halaman 14

Imbas Kemacetan Tanjung Priok, Bahan Baku Tertahan dan Produksi Terhambat

Para pelaku usaha impor mengeluhkan kerugian signifikan akibat kemacetan parah yang melanda kawasan Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara, pada Kamis, 17 April 2025. Situasi ini menyebabkan kontainer-kontainer barang tidak bisa segera keluar dari terminal dan memicu penambahan biaya logistik secara drastis.

Ketua Umum Gabungan Importir Nasional Seluruh Indonesia (GINSI), Subandi, mengungkapkan bahwa masalah kemacetan di Pelabuhan Tanjung Priok dipicu oleh efek domino dari larangan operasional kendaraan barang pada masa arus mudik dan balik Lebaran. Kebijakan pembatasan mobilitas angkutan barang yang berlaku sejak 24 Maret hingga 8 April 2025 telah membuat aktivitas bongkar muat di pelabuhan menumpuk.

“Setelah libur panjang, kendaraan logistik antre panjang dan tidak bisa masuk terminal tepat waktu. Akibatnya, kami harus menanggung biaya tambahan penumpukan kontainer sekitar Rp500 ribu per unit,” ujar Subandi, dikutip Minggu (20/4/2025).

Efek Berantai: Biaya Transportasi Naik dan Produksi Tersendat

Tak hanya penumpukan, biaya pengeluaran kontainer lainnya ikut melesat. Menurut Subandi, tarif jasa angkut selama periode Lebaran naik hingga 1,5 kali lipat dari tarif normal. Bahkan, beberapa importir terpaksa membayar jasa pengawalan kendaraan demi menjamin keamanan dan ketepatan waktu distribusi barang.

“Biaya logistik melonjak tajam, dan ini belum termasuk kerugian karena keterlambatan bahan baku ke pabrik. Proses produksi terganggu, dan reputasi kami di mata mitra luar negeri bisa terdampak,” jelasnya.

Selain menghambat jalur distribusi ke gudang-gudang utama yang tersebar di Jabodetabek dan sekitarnya, kondisi ini juga menimbulkan antrean panjang di jalur-jalur tol utama menuju pelabuhan, seperti Jalan Tol Cawang–Pluit dan Tol Lingkar Luar Jakarta (JORR), yang memperparah keterlambatan pengiriman.

Kondisi ini menambah catatan buruk terhadap indeks logistik nasional. Berdasarkan laporan Bank Dunia pada 2023, Indonesia menempati peringkat ke-63 dari 139 negara dalam Logistic Performance Index (LPI). Masalah efisiensi waktu pengiriman dan tingginya biaya logistik domestik menjadi penyumbang rendahnya skor Indonesia.

Subandi mendorong pemerintah dan operator pelabuhan untuk mencari solusi jangka panjang yang lebih strategis, seperti pengaturan arus keluar masuk kendaraan logistik pasca libur nasional, digitalisasi layanan pelabuhan, serta peningkatan koordinasi antarinstansi.

“Harus ada sistem yang bisa mencegah akumulasi penumpukan saat masa libur. Kalau tidak, importir akan terus jadi korban dari kebijakan yang tidak selaras dengan dinamika logistik,” tutupnya.

Tarif Ekspor Tinggi AS Dinilai Memberatkan, Indonesia Siap Negosiasi Ulang

Pemerintah menyuarakan keberatan terhadap kebijakan tarif tinggi yang diberlakukan AS atas sejumlah produk ekspor unggulan Tanah Air. Produk seperti tekstil, garmen, alas kaki, furnitur, hingga udang dikenakan tarif lebih tinggi dibanding negara-negara ASEAN lainnya.

Hal ini disampaikan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, dalam konferensi pers usai pertemuan bilateral dengan Departemen Perdagangan AS dan United States Trade Representative (USTR) di Washington, Jumat (18/4/2025).

Tarif Proteksionis Dinilai Tidak Adil

Menurut Airlangga, sejak era Presiden Donald Trump, Indonesia telah dikenakan tarif masuk tinggi untuk beberapa komoditas. Bahkan, gabungan tarif bisa mencapai 47 persen—angka yang jauh lebih tinggi dibandingkan tarif untuk produk serupa dari negara ASEAN lainnya seperti Vietnam atau Thailand.

“Kami ingin level playing field. Saat ini, struktur tarif tidak mencerminkan keadilan perdagangan regional. Kami berharap AS meninjau kembali hal ini demi terciptanya iklim perdagangan yang sehat dan kompetitif,” ujar Airlangga.

Meski AS sempat memberi keringanan dengan memangkas tarif sementara menjadi 10% untuk jangka waktu 90 hari, namun Airlangga menegaskan, tambahan tarif 10% di tengah beban tarif eksisting 10-37% tetap membuat beban tarif ekspor Indonesia jauh lebih berat.

Selain berdampak pada harga jual produk di pasar AS, beban tarif tersebut juga ikut memukul daya saing eksportir Indonesia di tengah ketatnya kompetisi global.

Kesepakatan Negosiasi 60 Hari

Dalam pertemuan bilateral itu, kedua negara sepakat untuk merampungkan negosiasi perdagangan dalam waktu 60 hari. Pemerintah Indonesia akan terus mendorong peninjauan ulang terhadap tarif impor, terutama pada produk-produk padat karya seperti tekstil dan alas kaki yang menopang jutaan lapangan kerja di Indonesia.

Sebagai catatan, Amerika Serikat merupakan salah satu pasar utama ekspor non-migas Indonesia. Nilai ekspor ke AS pada 2024 mencapai lebih dari USD 23 miliar. Dari jumlah itu, kontribusi sektor tekstil dan produk tekstil mencapai lebih dari 20 persen.

Pemerintah berharap hasil negosiasi mendatang dapat membuka peluang perdagangan yang lebih adil dan menguntungkan kedua belah pihak.

Permintaan Naik, Peternakan Sapi Perah Perluas Produksi Susu untuk MBG

Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang saat ini berjalan di Kota Cimahi, Jawa Barat, memberikan dampak positif tidak hanya bagi siswa sekolah, tetapi juga mendorong geliat ekonomi lokal, khususnya sektor peternakan sapi perah. Salah satu dampaknya terlihat dari meningkatnya permintaan susu segar yang disuplai oleh peternak di kawasan Jatinangor, Sumedang.

Manajer Nusa Dairy Indonesia, Sandi Andriana, menyampaikan bahwa program MBG menjadi peluang baru yang sangat menjanjikan. Saat ini, perusahaannya menyuplai sekitar 150 liter susu setiap harinya untuk mendukung kegiatan MBG di Cimahi, namun jumlah tersebut masih jauh dari kebutuhan ideal.

“Kebutuhan harian untuk program ini mencapai sekitar 370 liter susu guna memenuhi porsi 3.500 siswa. Karena itu, kami sedang mempersiapkan penambahan populasi sapi perah sesuai kapasitas peternakan untuk memenuhi permintaan,” ujar Sandi, dikutip dari siaran resmi Tim Media Presiden Prabowo Subianto, Sabtu (20/4).

Ciptakan Lapangan Kerja Baru, Dorong Ekonomi Warga

Tak hanya menambah kapasitas produksi, Nusa Dairy juga berencana merekrut tenaga kerja baru untuk mendukung peningkatan output susu. Hal ini membuka peluang kerja bagi warga sekitar, yang sebelumnya banyak menggantungkan hidup sebagai petani serabutan.

“Dengan adanya program MBG, kami bisa merekrut warga sekitar. Ini jelas membantu meningkatkan kesejahteraan dan menggerakkan ekonomi lokal,” imbuhnya.

Adam Darmawan, pengelola Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) Kota Cimahi, juga mengungkapkan bahwa pihaknya turut menggandeng kelompok peternak lokal lainnya guna menutup kekurangan pasokan susu dari Nusa Dairy.

“Produksi dari satu peternakan belum cukup, jadi kami bermitra dengan kelompok peternak lain di sekitar Cimahi dan Sumedang,” ujar Adam.

Menurutnya, MBG bukan hanya program sosial, tapi juga peluang usaha yang dapat dirasakan langsung oleh pelaku UMKM. Ia juga menyampaikan apresiasi atas inisiatif Presiden dalam menggerakkan program ini.

“Saya secara pribadi dan kelompok merasa bangga bisa berkontribusi dalam program besar ini. Dampaknya sangat nyata,” tambahnya.

Target 82,9 Juta Penerima di Akhir 2025

Program MBG mulai digelar serentak sejak 6 Januari 2025. Pada pelaksanaannya, dapur-dapur SPPG menyiapkan makanan bergizi untuk anak-anak sekolah, balita, ibu hamil, dan ibu menyusui. Setiap SPPG dipimpin oleh seorang kepala satuan dan dibantu ahli gizi serta akuntan guna memastikan kualitas dan transparansi pengelolaan.

Data Badan Gizi Nasional (BGN) per 17 Januari 2025 mencatat bahwa sudah ada 238 dapur SPPG aktif di 31 provinsi, dengan jumlah penerima manfaat mencapai 650 ribu orang. Pemerintah menargetkan program ini menjangkau 3 juta orang pada April 2025, 6 juta pada pertengahan tahun, dan hingga 82,9 juta penerima manfaat hingga akhir 2025.

Program ini diharapkan tidak hanya meningkatkan asupan gizi masyarakat, tetapi juga memperkuat perekonomian daerah melalui pemberdayaan UMKM dan peternak lokal.

Industri Tekstil Bangkit, Pemerintah Perketat Impor dan Jaga Daya Saing Lokal

Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menegaskan komitmennya dalam mendukung industri tekstil dan produk tekstil (TPT) untuk bangkit. Pemerintah menyatakan tak akan membiarkan sektor strategis ini berjuang sendirian menghadapi gempuran tantangan, baik dari dinamika global maupun dari derasnya impor produk jadi di pasar domestik.

Hal tersebut disampaikan langsung oleh Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita saat mengunjungi pameran Inatex – Indo Intertex 2025 di Jakarta, Kamis (17/4).

“Kami hadir bersama pelaku usaha untuk mencari solusi nyata atas hambatan yang ada di industri tekstil. Pemerintah tidak tinggal diam,” tegasnya.

Agus menambahkan, sejumlah langkah strategis telah disiapkan untuk mendongkrak daya saing industri TPT. Mulai dari pemberian insentif, pelatihan tenaga kerja industri, hingga kebijakan pengawasan impor yang lebih ketat.

Pemerintah Waspadai Serbuan Produk Impor dan Praktik Transshipment

Dalam kesempatan tersebut, Menperin juga menyoroti derasnya masuk produk pakaian jadi dari luar negeri yang dinilai menekan daya saing pelaku usaha lokal. Tak sedikit dari produk tersebut diduga berasal dari negara-negara yang sedang terkena dampak perang dagang, seperti antara Amerika Serikat dan Tiongkok.

Lebih jauh, Agus mengungkapkan adanya indikasi praktik transshipment, yakni pemalsuan negara asal barang untuk menghindari bea masuk. Untuk mengantisipasi hal tersebut, Kemenperin mendorong pengetatan prosedur penerbitan Surat Keterangan Asal (SKA) atau Certificate of Origin (COO), terutama dari pemerintah daerah.

“Kita harus lindungi industri dalam negeri dari praktik curang yang merugikan. Pengawasan harus diperkuat, dokumen asal barang harus benar-benar valid,” ujarnya.

Kontribusi TPT terhadap Ekonomi Nasional

Agus menegaskan bahwa industri TPT merupakan sektor strategis yang sangat vital dalam struktur ekonomi nasional. Selain padat karya, sektor ini juga menyumbang signifikan terhadap ekspor nasional.

Sepanjang tahun 2024, ekspor TPT tercatat mencapai USD 11,96 miliar atau 6,08 persen dari total ekspor industri manufaktur. Di sisi lain, nilai impor turun sebesar 6,2 persen, mendorong peningkatan neraca perdagangan hingga 20,99 persen.

Lebih dari itu, hingga Agustus 2024, industri tekstil telah menyerap 3,97 juta tenaga kerja, atau hampir 20 persen dari total pekerja sektor manufaktur. Sektor ini juga mencatatkan pertumbuhan PDB sebesar 4,26 persen (c to c).

“Industri tekstil harus bangkit dan terus tumbuh agar kita dapat memanfaatkan bonus demografi dan meningkatkan devisa negara melalui ekspor,” kata Agus menutup.

Impor Gandum dan Kedelai dari AS Tak Ganggu Swasembada, Pemerintah Tegaskan Hanya Alih Sumber

Pemerintah memastikan bahwa rencana impor sejumlah komoditas pangan dari Amerika Serikat, seperti gandum dan kedelai, tidak akan menghambat program swasembada pangan nasional. Kebijakan ini diklaim hanya merupakan upaya diversifikasi pasokan, bukan peningkatan volume impor yang bisa berdampak negatif pada produksi dalam negeri.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, dalam konferensi pers daring pada Jumat (18/4/2025), menegaskan bahwa pengadaan bahan pangan tersebut dari AS bukanlah hal baru. Indonesia, menurutnya, memang telah lama mengandalkan impor untuk komoditas tertentu, terutama yang belum bisa dipenuhi secara optimal dari dalam negeri.

“Kita tetap melakukan impor, salah satunya dari Amerika Serikat untuk komoditas seperti gandum, kedelai, dan susu kedelai. Tapi ini bukan peningkatan volume. Ini hanya pengalihan sumber karena kebutuhan itu memang sudah lama dipenuhi melalui impor,” jelas Airlangga.

Perkuat Rantai Pasok dan Kendalikan Volatilitas Harga

Selain soal diversifikasi, langkah ini juga bertujuan menjaga stabilitas pasokan di tengah fluktuasi harga pangan global. Situasi geopolitik dunia dan perubahan iklim yang berdampak pada produksi pangan global menjadi alasan penting pemerintah melakukan penyesuaian sumber impor.

“Selama ini kita mengimpor bahan serupa tidak hanya dari Amerika Serikat, tapi juga dari Australia, Ukraina, dan negara lainnya. Jadi ini hanya penyesuaian logistik dalam menjaga kontinuitas pasokan nasional,” lanjut Airlangga.

Dari sisi kebutuhan nasional, Indonesia masih sangat bergantung pada gandum impor karena tanaman ini tidak tumbuh optimal di iklim tropis. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa impor gandum Indonesia pada tahun 2024 mencapai lebih dari 10 juta ton, menjadikannya salah satu komoditas impor pangan terbesar.

Untuk kedelai, meskipun produksi dalam negeri mengalami kenaikan dalam beberapa tahun terakhir, pasokan lokal belum mencukupi kebutuhan industri pengolahan makanan seperti tahu dan tempe. Kementerian Pertanian sendiri menargetkan swasembada kedelai tercapai secara bertahap hingga 2028.

Langkah impor selektif ini pun dinilai strategis oleh sejumlah pengamat. Menurut analis pangan dari INDEF, kebijakan diversifikasi impor dari negara-negara yang memiliki keunggulan logistik atau harga lebih kompetitif justru bisa membantu menjaga stabilitas harga di tingkat konsumen.

Dengan kebijakan ini, pemerintah menegaskan bahwa upaya menjaga swasembada tetap berjalan seiring dengan strategi adaptif terhadap dinamika global. Impor tetap dilakukan secara hati-hati agar tidak mengganggu pertumbuhan sektor pertanian dalam negeri.

Indonesia Siap Gempur Pasar Global, Ekspor AC Ditargetkan Tembus 10 Juta Unit

Pemerintah melalui Kementerian Perindustrian terus mendorong peningkatan ekspor produk elektronika, salah satunya air conditioner (AC), yang kini tengah memiliki permintaan tinggi secara global. Dalam kunjungannya ke pra-peresmian pabrik baru milik PT LG Electronics Indonesia di kawasan Cibitung, Bekasi, Rabu (16/4), Wakil Menteri Perindustrian (Wamenperin) Faisol Riza menyampaikan optimisme bahwa Indonesia mampu menembus angka ekspor AC hingga 10 juta unit per tahun.

“Kebutuhan dunia terhadap AC mencapai 2 miliar unit. Kalau kita bisa kirim 10 juta unit saja, itu masih sangat kecil, tapi sudah langkah besar untuk industri kita,” ujar Faisol.

Menurutnya, saat ini produk AC buatan Indonesia telah dipasarkan ke sejumlah negara seperti Papua Nugini, Fiji, kawasan Timur Tengah, hingga negara-negara ASEAN. Pemerintah pun terus berupaya meningkatkan daya saing produk dalam negeri agar mampu berekspansi ke lebih banyak pasar global.

Tantangan Komponen dan Dorongan Investasi Lokal

Selain peningkatan ekspor, Wamenperin juga menyoroti tantangan utama yang masih dihadapi industri AC nasional, yakni ketergantungan pada impor komponen utama. Pemerintah pun mendorong LG agar mulai memproduksi komponen penting seperti kompresor secara lokal untuk memperkuat ekosistem industri dan rantai pasok nasional.

“Penguatan industri komponen dalam negeri sangat penting untuk mewujudkan kemandirian industri AC nasional,” tambahnya.

Pemerintah, kata Faisol, terus berkomitmen memperluas penggunaan produk lokal sebagai bagian dari strategi pembangunan industri berkelanjutan. Kehadiran pabrik AC LG yang baru ini diharapkan menjadi motor penggerak dalam pertumbuhan sektor elektronika dalam negeri.

Sebagai informasi, produk AC rumah tangga masih menjadi salah satu penyumbang impor terbesar untuk kategori elektronik. Pada 2024, nilai impornya mencapai USD420,46 juta meski mengalami penurunan sebesar 9 persen dibandingkan tahun sebelumnya.

“Semoga dengan beroperasinya pabrik ini, kita tidak hanya bisa menekan angka impor, tapi juga semakin memenuhi permintaan domestik dan memperluas pasar luar negeri,” tutur Faisol.

LG Siap Produksi AC di Indonesia, Investasi Awal Rp374 Miliar

Menanggapi hal tersebut, President of LG Electronics Indonesia, Ha Sang-chul, menyampaikan bahwa perusahaannya siap memperkuat operasional di Tanah Air dengan memulai produksi AC secara lokal. Pabrik ini juga menjadi bagian dari ekspansi LG yang menandai 35 tahun kiprah mereka di Indonesia.

“Ini adalah investasi strategis yang mencerminkan komitmen LG untuk mendukung pertumbuhan industri dalam negeri sekaligus membuka lebih banyak lapangan kerja,” ungkap Ha.

Pabrik tersebut berdiri di lahan seluas 32.000 meter persegi di Cibitung, Bekasi, dan akan menjadi pusat produksi AC untuk kebutuhan residensial hingga komersial. Dengan investasi awal sebesar USD22 juta atau setara Rp374 miliar, LG menargetkan produksi perdana sebanyak 1,8 juta unit AC per tahun, yang ke depannya akan ditingkatkan hingga dua kali lipat.

Ha menegaskan, LG siap menjadi pemain utama dalam pengembangan industri AC Indonesia, tidak hanya untuk memenuhi pasar lokal, tetapi juga untuk memperluas ekspor ke berbagai negara.

Utang Luar Negeri Indonesia Terkikis, Sinyal Pengelolaan yang Sehat

Bank Indonesia (BI) melaporkan bahwa posisi utang luar negeri (ULN) Indonesia mengalami penurunan pada Februari 2025. Berdasarkan data terbaru, total ULN nasional tercatat sebesar USD427,2 miliar, sedikit lebih rendah dibandingkan dengan posisi pada Januari 2025 yang mencapai USD427,9 miliar.

Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI, Ramdan Denny Prakoso, dalam keterangan tertulisnya pada Kamis (16/4), menyebutkan bahwa secara tahunan, ULN tumbuh 4,7 persen (yoy). Pertumbuhan ini lebih lambat dibandingkan Januari 2025 yang mencatat kenaikan 5,3 persen (yoy).

Sektor Publik dan Swasta Turun

Penurunan ULN ini didorong oleh perlambatan di sektor publik dan penurunan di sektor swasta. Selain itu, dinamika nilai tukar turut memberi pengaruh, di mana penguatan dolar AS terhadap banyak mata uang dunia, termasuk rupiah, turut membentuk posisi utang bulan tersebut.

ULN pemerintah pada Februari 2025 tercatat sebesar USD204,7 miliar, sedikit lebih rendah dibandingkan posisi bulan sebelumnya sebesar USD204,8 miliar. Pertumbuhan tahunan ULN pemerintah tercatat 5,1 persen, lebih rendah dari bulan Januari yang mencapai 5,3 persen.

Penurunan ini banyak dipicu oleh pergeseran dana milik investor asing dari pasar Surat Berharga Negara (SBN) domestik ke jenis instrumen lain. Hal ini sejalan dengan kondisi pasar keuangan global yang masih dibayangi ketidakpastian.

Jika dilihat dari penggunaannya, ULN pemerintah paling banyak dialokasikan untuk pembiayaan sektor-sektor penting seperti:

  • Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial (22,6%)

  • Administrasi Pemerintahan, Pertahanan, dan Jaminan Sosial (17,8%)

  • Pendidikan (16,6%)

  • Konstruksi (12,1%)

  • Transportasi dan Pergudangan (8,7%)

  • Jasa Keuangan dan Asuransi (8,2%)

ULN Swasta Mengalami Kontraksi

Sementara itu, posisi ULN sektor swasta tetap stabil di angka USD194,8 miliar. Namun secara tahunan, terjadi kontraksi pertumbuhan sebesar 1,6 persen (yoy), memperdalam penurunan dari bulan sebelumnya yang tercatat minus 1,3 persen.

Kontraksi tersebut terjadi baik di kalangan lembaga keuangan maupun perusahaan non-keuangan, masing-masing tercatat menurun 2,2 persen dan 1,5 persen secara tahunan.

Adapun sektor-sektor dengan kontribusi terbesar terhadap ULN swasta adalah:

  • Industri Pengolahan

  • Jasa Keuangan dan Asuransi

  • Pengadaan Listrik, Gas, dan Energi Panas

  • Pertambangan dan Penggalian

Keempat sektor ini menyumbang 79,6 persen dari total ULN swasta secara keseluruhan.

Struktur Utang Tetap Terkendali

BI menegaskan bahwa struktur ULN nasional masih dalam kondisi sehat. Rasio utang terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) mengalami penurunan menjadi 30,2 persen pada Februari, turun tipis dari posisi Januari sebesar 30,3 persen.

Selain itu, porsi utang jangka panjang tetap mendominasi, dengan kontribusi sebesar 84,7 persen dari total ULN, mencerminkan pengelolaan yang hati-hati dan berkelanjutan.

“Bank Indonesia bersama Pemerintah akan terus memperkuat koordinasi dalam pemantauan perkembangan Utang Luar Negeri nasional. Kami juga memastikan bahwa ULN digunakan secara optimal untuk mendukung pembiayaan pembangunan dan mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan,” tutup Ramdan.

Industri Obat Bahan Alam Tumbuh Pesat, Ekspor Capai USD6,3 Juta di 2024

Di tengah tekanan ekonomi global, sektor industri obat bahan alam (OBA) Indonesia tetap menunjukkan kinerja yang kuat. Pada tahun 2024, nilai ekspor OBA berhasil mencapai USD6,3 juta. Kondisi ini menandakan bahwa produk berbasis herbal dan bahan alami dalam negeri masih memiliki daya saing di pasar internasional.

Tingginya semangat pelaku industri juga tercermin dalam hasil Indeks Kepercayaan Industri (IKI) pada Maret 2025. Sub sektor farmasi, termasuk obat kimia dan tradisional (KBLI 21), tercatat mengalami ekspansi dengan nilai IKI tertinggi kedua dari 23 sektor industri pengolahan yang dianalisis.

Fasilitas House of Wellness Jadi Andalan Kemenperin Dorong Fitofarmaka

Dalam rangka mendukung ketahanan industri farmasi nasional, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus memperkuat dukungan terhadap pengembangan OBA. Salah satu langkah strategisnya adalah keterlibatan dalam Satgas Percepatan Pengembangan dan Pemanfaatan Fitofarmaka yang dibentuk berdasarkan Kepmenko PMK No. 10 Tahun 2024.

Salah satu institusi kunci yang turut berperan aktif adalah Balai Besar Standardisasi dan Pelayanan Jasa Industri Kimia Farmasi dan Kemasan (BBSPJIKFK) di Jakarta. Deputi Kemenko PMK, Sukadiono, memberikan apresiasi atas keberadaan fasilitas House of Wellness di balai tersebut. Fasilitas ini menyediakan layanan produksi OBA dengan teknologi manufaktur modern, mendukung pembuatan Obat Modern Asli Indonesia (OMAI) yang tengah diupayakan masuk ke dalam skema Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).

Kepala BSKJI, Andi Rizaldi, menegaskan bahwa fasilitas BBSPJIKFK telah dilengkapi perangkat untuk proses produksi mulai dari pengolahan simplisia, ekstraksi, hingga pengemasan, dengan standar Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik (CPOTB).

Sementara itu, Kepala BBSPJIKFK, Siti Rohmah Siregar, menyampaikan bahwa saat ini pihaknya tengah menjajaki Kerja Sama Operasional (KSO) dengan PT Wiralab Analitika Solusindo untuk optimalisasi penggunaan fasilitas tersebut. Kerja sama ini mengacu pada PMK No. 202 Tahun 2022 tentang pengelolaan BLU.

Sinergi Jejaring Laboratorium Perkuat Standar Mutu OBA Nasional

Tak hanya membangun fasilitas produksi, BBSPJIKFK juga turut bergabung dalam Jejaring Laboratorium Pengujian Obat Bahan Alam (JLPOBA) bersama dengan BPOM, IPB, UGM, dan sejumlah mitra lainnya. Jejaring ini bertujuan menyinergikan kemampuan laboratorium dalam pengujian mutu OBA serta menjadi wadah pertukaran informasi antar lembaga.

Data BPOM per September 2024 menunjukkan, terdapat lebih dari 15.000 produk OBA terdaftar sebagai jamu, namun hanya 77 yang berstatus obat herbal terstandar, dan baru 20 yang berhasil masuk kategori fitofarmaka. Ini menandakan potensi besar yang masih terbuka lebar dalam pengembangan kekayaan tanaman obat lokal menjadi produk unggulan nasional.

“Dengan dukungan fasilitas, standardisasi, dan jejaring laboratorium yang solid, kami berharap industri OBA lokal bisa menghasilkan produk yang terbukti khasiatnya, aman dikonsumsi, dan memenuhi standar mutu, sehingga makin dipercaya oleh masyarakat,” tutup Siti.

Selain Bisnis Online, Ini Cara Buat dapat Uang Saku Tambahan Saat Kuliah!

Buat kamu yang lagi kuliah dan merasa uang saku kadang nggak cukup buat jajan, nongkrong, atau nabung—tenang, kamu nggak sendiri. Banyak mahasiswa juga ngerasain hal yang sama. Nah, salah satu cara paling umum buat nambah uang saku emang lewat bisnis online. Tapi, gimana kalau kamu ngerasa belum cocok di dunia jualan? Nggak usah panik. Masih banyak kok cara lain yang bisa kamu coba.

1. Jadi Freelancer Sesuai Skill

Punya kemampuan desain grafis, nulis, edit video, atau bahkan coding? Itu bisa banget kamu jual jasanya! Sekarang banyak banget platform freelance seperti Fiverr, Upwork, atau Projects.co.id yang bisa kamu manfaatin. Nggak perlu nunggu lulus buat punya portofolio keren, mulai aja dari sekarang.

2. Jadi Asisten Dosen atau Peneliti

Biasanya, dosen-dosen di kampus suka butuh bantuan buat riset atau urusan administrasi. Nah, ini bisa jadi celah kamu buat kerja part-time tapi masih berhubungan sama dunia akademik. Selain dapet duit, kamu juga bisa dapet ilmu dan relasi yang nggak kalah penting.

3. Buka Jasa Les atau Bimbel

Kalau kamu cukup jago di pelajaran tertentu, kenapa nggak bantuin anak SMA atau SMP belajar? Bisa ngajarin privat di rumah, atau bahkan online. Banyak orang tua yang nyari tutor buat anaknya dan rela bayar asal anaknya bisa naik kelas atau lulus ujian.

4. Ikut Program Magang Berbayar

Sekarang banyak perusahaan yang buka lowongan magang untuk mahasiswa, dan beberapa dari mereka ngasih kompensasi uang transport atau gaji. Pengalaman kerja dapet, duit juga dapet. Win-win!

5. Jadi Admin Sosmed atau Content Creator

Kalau kamu aktif di medsos dan ngerti cara bikin konten yang engaging, ini peluang besar. Banyak UMKM yang butuh orang buat kelola akun medsos mereka. Bahkan, kalau kamu suka ngomong di depan kamera, kamu bisa jadi host live shopping atau bikin konten bareng brand.

6. Menjual Skill di Lingkungan Kampus

Coba lihat sekelilingmu. Ada banyak peluang kecil tapi cuan! Contohnya, bikin jasa print tugas, bantuin teman edit video, atau bahkan buka jasa joki desain PPT. Selama kamu bisa manfaatin skill kamu, peluang itu selalu ada.

Intinya, selama kamu punya waktu luang dan kemauan buat nyoba, nambah uang saku saat kuliah itu bukan hal mustahil. Kamu nggak harus selalu punya modal gede buat mulai. Kadang, modalnya cuma niat, konsisten, dan tahu cara manfaatin apa yang kamu bisa.

Mau mulai dari yang kecil? Gas aja dulu. Kadang hal kecil yang kamu lakuin hari ini, bisa jadi pintu besar buat masa depanmu nanti.