Jakarta – Anggota Badan Legislatif DPR RI dari FPKS, Mulyanto prihatin dari seratusan lebih BUMN yang ada ternyata hanya sepuluh BUMN yang mampu menyumbang 85 persen dari keuntungan total. Sementara itu BUMN beranak-pinak menggurita dengan anak dan cucu perusahaan.
Mulyanto minta proses harmonisasi RUU BUMN mengatur beberapa hal strategis tentang pengelolaan keuangan, perpindahan status kepemilikan aset dan aturan BUMN Khusus.
Mulyanto berpendapat, RUU BUMN yang segera diharmonisasi ini harus dapat memberikan rambu-rambu yang tegas dalam menyelesaikan masalah tersebut. Jangan sampai BUMN yang ada ini jadi kerajaan tersendiri, negara di dalam negara dan tidak memberikan daya-guna yang optimal bagi pembangunan bangsa.
“Karena total anggaran seluruh BUMN per tahun kurang lebih sama dengan APBN. Belum lagi terkait dengan nilai aset-asetnya,” kata Mulyanto dalam Rapat Pleno Badan Legislasi DPR RI terkait Harmonisasi RUU BUMN Rabu 19/1/2022.
“Selain itu jumlah BUMN perlu dikurangi dan diperjelas definisi BUMN dan Anak Perusahaan BUMN sehingga kita memiliki persamaan persepsi terkait pengelolaan keuangan negara.
Jangan sampai keuangan negara yang “dipisahkan” dalam BUMN terbawa ke dalam anak Perusahaan BUMN, lalu semakin tidak terawasi oleh negara,” lanjut Mulyanto.
Wakil Ketua FPKS DPR RI itu juga menyoroti, soal peralihan aset BUMN yang merupakan Barang Milik Negara (BMN). Menurutnya aset ini tidak boleh sembarangan dialihkan dari BUMN kepada Anak Perusahaan BUMN.
“Soal tersebut harus jelas diatur dalam RUU BUMN ini, karena asset BUMN itu adalah BMN,” jelasnya.
Ditambahkannya juga, bahwa perlu dipetimbangkan istilah BUMN Khusus, sebagaimana diamanatkan Mahkamah Konstitusi terkait dengan BUMN sektor minyak dan gas bumi dalam UU Migas yang mempunyai mandat khusus sebagai doers (pelaku) sekaligus regulator.
Untuk diketahui Komisi VI DPR RI telah mengajukan ke Baleg DPR RI, RUU BUMN (Badan Usaha Milik Negara) yang telah masuk sebagai RUU prioritas Prolegnas tahun 2022 untuk diharmonisasi menjadi RUU inisiatif DPR. RUU ini dimaksudkan akan mengamandemen UU No. 19/2003 tentang BUMN, yang telah berusia hampir duapuluh tahun.
Istilah BUMN Khusus telah muncul di dalam RUU Cipta Kerja, RUU Energi Baru Terbarukan (EBT), dan RUU Minyak dan Gas Bumi (Migas).
Kecuali Partai Golkar, yang meminta penundaan harmonisasi RUU BUMN ini, seluruh fraksi DPR setuju untuk melanjutkan pembahasan RUU BUMN sebagai usul inisiatif DPR dalam Panitia Kerja (Panja) di Baleg DPR RI.