Jakarta – Pendapatan negara tahun ini lebih tinggi jika dibandingkan dengan pendapatan negara tahun lalu. Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) Suahasil Nazara menjelaskan bahwa pendapatan negara hingga 30 April 2021 sebesar Rp585 triliun atau 6,5% lebih tinggi dibandingkan 30 April tahun lalu.
“Penerimaan pajaknya masih negatif tapi sudah mengecil. Negatifnya hanya minus 0,5% growth-nya, sementara kepabean dan cukai lebih tinggi 36,5% dari tahun lalu. Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) lebih tinggi 14,9% tumbuhnya dibandingkan tahun lalu,” ujar Wamenkeu secara daring pada Konferensi Pers APBN Kita.
Belanja negara terus digulirkan untuk membantu pemulihan ekonomi. Total belanja negara naik menjadi Rp723 triliun pada 30 April 2021 dari yang sebelumnya Rp623,9 triliun pada tanggal 30 April 2020.
“Berarti tahun ini belanja negara tumbuh 15,9% dibandingkan tahun 2020,” kata Wamenkeu.
Di sisi lain, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menyampaikan kondisi sisa lebih pembiayaan anggaran (SILPA) pada April 2021 sebesar Rp254,19 triliun. Angka ini mencukupi untuk akselerasi kebutuhan belanja negara dan kebutuhan pembiayaan yang cukup besar pada Mei 2021.
“SILPA kita memang tinggi tapi ini karena buffer yang carry over dan juga karena kebutuhan belanja, serta strategi pembiayaan karena antisipasi adanya kenaikan inflasi yang terjadi di Amerika Serikat yang berpotensi menimbulkan ketidakpastian di dalam pembiayaan kita,” ujar Menkeu.
Hal senada disampaikan juga oleh Wamenkeu. Ia meyakini posisi SILPA pada April 2021 menunjukkan kas pemerintah masih sangat aman.
“SILPA sebesar Rp254,2 triliun berarti posisi kas pemerintah ini sangat aman. Kita sangat berhati-hati untuk memastikan seluruh belanja negara yang dipakai untuk pemulihan ekonomi bisa akan tersedia untuk kita gunakan memaksimalkan pemulihan dan juga memberikan recovery bagi masyarakat,” kata Wamenkeu.
Sementara itu, defisit APBN per April 2021 sebesar Rp138,1 triliun atau 13,7% dari target defisit dalam APBN 2021 yang sebesar Rp1.006,4 triliun. Kondisi ini menunjukkan pembiayaan terjaga, pembiayaan investasi telah terealisasi dan tetap berlanjut sesuai rencana.
“Defisit keseimbangan primer Rp36,4 triliun dan defisit kita sebagai persentase terhadap PDB adalah 0,83% dari produk domestik bruto (PDB),” ujar Wamenkeu.
Terkait defisit, Direktur Jenderal Anggaran Isa Rachmatawarta mengungkapkan pembatasan kegiatan masyarakat secara lebih luas dan pengendalian belanja menjadi tantangan tersendiri bagi pemerintah dalam mengendalikan defisit anggaran.
“Itu membuat kita semakin challenge untuk bisa menurunkan defisit tadi di level di bawah 3% di tahun 2023,” kata Isa kepada media.
Hal yang penting untuk dilakukan saat ini adalah menjaga supaya kasus Covid 19 betul-betul terkendali dan tidak ada lonjakan-lonjakan yang mengkhawatirkan, sehingga defisit APBN di bawah 3% dari PDB pada tahun 2023 dapat tercapai sesuai dengan yang diamanatkan Undang-Undang 2 Tahun 2020.
“Dengan begitu, kita juga lebih tenang mendorong perekonomian, kemudian mengendalikan belanja-belanja kita, sehingga kemudian pada akhirnya kita juga bisa lebih sistematis dan teratur untuk menurunkan defisit sampai ke bawah 3% di tahun 2023,” ujar Dirjen Anggaran.