Kementerian Koperasi dan UKM (KemenKopUKM) menilai produk UMKM di sektor kecantikan memiliki prospek cerah dan potensi untuk berkembang dengan cepat.
Fiki Satari, Staf Khusus Menteri Bidang Pemberdayaan Ekonomi Kreatif KemenKopUKM, mengungkapkan bahwa saat ini terdapat lebih dari 400 pelaku usaha di bidang kecantikan. Sekitar 50 persen dari pendaftaran usaha di Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) berasal dari sektor ini.
Untuk itu, KemenKopUKM mendorong lebih banyak pihak terlibat dalam mendukung pertumbuhan UMKM kecantikan. Salah satu langkah yang diambil adalah menjadi agregator dan inkubator bagi pelaku usaha untuk memudahkan akses ke pembiayaan, pasar, dan bahan baku.
“Saya sudah berdiskusi dengan rekan-rekan dari Female Daily agar ke depan mereka tidak hanya menjadi platform event, tapi juga bisa berfungsi sebagai agregator dan inkubator, seperti yang sedang kami kembangkan di KemenKopUKM. Dengan demikian, UMKM dapat lebih mudah mengakses pembiayaan, bahan baku, dan produksi bersama sehingga lebih efektif dan efisien,” ujar Fiki Satari pada acara Talkshow Beauty Event di Jakarta Convention Center, Kamis (06/06).
Transformasi dan Tantangan UMKM di Sektor Kecantikan
Fiki juga mengapresiasi pameran X Beauty, yang menurutnya bisa menjadi ajang pamer produk UMKM Indonesia di sektor kecantikan. Ia berharap acara serupa dapat digelar lebih sering di berbagai kota di Indonesia.
“Kami mengapresiasi acara ini dan akan terus mendorong transformasi event-event semacam ini menjadi platform agregator,” tambah Fiki.
Meski prospektif, pelaku UMKM kecantikan menghadapi tantangan seperti ketergantungan pada bahan baku dan kemasan impor. “Kami telah membuat regulasi untuk melindungi UMKM dan pasar lokal agar lebih kompetitif dibanding produk impor,” jelas Fiki.
Selain itu, KemenKop juga telah memulai inisiatif Rumah Produksi Bersama (RPB) untuk membantu produksi bahan baku UMKM secara menyeluruh. Salah satu contohnya adalah pengolahan komoditas nilam untuk pembuatan minyak esensial.
Lima lokasi pabrik nilam telah dipilih, yaitu di Kabupaten Gayo Lues, Aceh Besar, Nagan Raya, Aceh Selatan, dan Aceh Tamiang. Masing-masing daerah akan memiliki dua rumah produksi yang dikelola oleh koperasi petani produsen dan penyuling nilam, dengan dukungan pelatihan kelembagaan, transfer teknologi produksi, hingga pemasaran,” tutup Fiki.