Komisi VII DPR RI mengungkapkan bahwa mayoritas pengguna Bahan Bakar Minyak (BBM) subsidi, khususnya solar, ternyata tidak tepat sasaran. Banyak truk-truk industri besar yang seharusnya tidak menggunakan BBM bersubsidi justru menjadi konsumen utamanya.
Wakil Ketua Komisi VII DPR RI, Eddy Soeparno, menjelaskan bahwa sekitar 80% pengguna solar subsidi adalah truk-truk industri. Hal ini disebabkan oleh lemahnya pengawasan di kawasan industri, sehingga solar bersubsidi yang seharusnya digunakan oleh masyarakat kecil malah dinikmati oleh sektor industri besar.
Pengawasan di Daerah Perlu Ditingkatkan
“Truk-truk industri tersebar di berbagai daerah, yang pengawasannya memerlukan perhatian lebih. Sebagian besar dari truk-truk tersebut beroperasi di sektor pertambangan dan perkebunan, yang sangat membutuhkan solar bersubsidi dalam jumlah besar,” ujar Eddy dalam wawancara dengan CNBC Indonesia pada program Energy Corner, Rabu (4/9/2024).
Eddy menegaskan bahwa pengawasan yang lebih ketat di daerah industri sangat diperlukan untuk memastikan subsidi tepat sasaran. Ia juga menyarankan agar ada pembatasan penggunaan BBM bersubsidi, terutama bagi kendaraan industri, untuk mengurangi konsumsi yang tidak semestinya.
“Saya rasa pembatasan harus segera dilakukan, baik untuk Pertalite yang digunakan oleh masyarakat umum, terutama rumah tangga, maupun solar bersubsidi yang 80% penggunaannya oleh kendaraan-kendaraan industri,” tambah Eddy.
Sosialisasi Kebijakan Baru oleh Pemerintah
Sebelumnya, Menteri ESDM Bahlil Lahadalia menyatakan bahwa pemerintah sedang melakukan sosialisasi untuk memastikan pelaksanaan BBM bersubsidi tepat sasaran mulai 1 Oktober. Sosialisasi ini penting agar masyarakat dan pelaku industri memahami dan mematuhi aturan baru yang akan diberlakukan.
“Memang ada rencana untuk penerapan aturan pada 1 Oktober. Setelah peraturan menteri (Permen) diterbitkan, ada waktu untuk sosialisasi, dan saat ini kami sedang membahasnya,” ujar Bahlil setelah Rapat Kerja dengan Komisi VII DPR RI, Senin (2/9/2024).
Menurut informasi yang diterima CNBC Indonesia, ada beberapa jenis kendaraan yang tidak lagi diizinkan menggunakan Pertalite dan solar subsidi, salah satunya berdasarkan kapasitas mesin kendaraan (CC). Mobil bensin dengan kapasitas mesin di atas 1.400 CC tidak boleh lagi menggunakan Pertalite, sementara mobil diesel dengan kapasitas mesin di atas 2.000 CC tidak lagi diizinkan menggunakan solar bersubsidi.