Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Shinta Kamdani, menyoroti dampak negatif masuknya barang jadi impor yang menggerus pasar produk lokal. Meskipun jumlah impor barang jadi tidak terlalu besar, hal ini tetap mempengaruhi persaingan di pasar dalam negeri.
Menurut Shinta, mayoritas impor Indonesia terdiri dari bahan baku dan bahan penolong yang mencapai sekitar 75 persen. Sementara itu, impor barang jadi hanya sekitar 20 persen. “Saat ini yang menjadi perhatian adalah impor barang jadi, yang porsinya kurang dari 20 persen,” ungkap Shinta dalam acara Kajian Tengah Tahun INDEF 2024 di Hotel Le Meridien, Jakarta, Selasa (25/6/2024).
Shinta menjelaskan bahwa tantangan utama berasal dari harga jual barang impor yang lebih murah dan kualitas yang hampir setara dengan produk lokal. Hal ini menyebabkan produk lokal kalah saing. “Masalah utamanya adalah harga dan kualitas. Harga barang impor lebih murah dan kualitasnya mungkin lebih baik daripada produk lokal,” ujarnya.
Dengan harga yang lebih kompetitif, banyak konsumen beralih ke produk impor, sehingga permintaan produk impor meningkat. Shinta menekankan pentingnya perhatian bersama terhadap masalah ini, terutama dari pemerintah di bawah pimpinan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka. “Industri dalam negeri siap, tapi masih tergantung pada bahan baku impor. Kita belum bisa mandiri,” tambahnya.
Dampak Permendag Nomor 8 Tahun 2024
Aturan impor terbaru dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 8 Tahun 2024 membawa dampak negatif bagi pelaku industri dalam negeri. Hanya dalam hitungan minggu, industri lokal mulai kehilangan pesanan karena pasar domestik beralih ke barang impor yang lebih mudah masuk dengan adanya Permendag baru ini, menggantikan Permendag 36/2023.
Ketua Umum Perhimpunan Perusahaan dan Asosiasi Kosmetika (PPAK) Indonesia, Solihin Sofian, menyatakan bahwa Permendag 36/2023 sudah sesuai dengan kebutuhan industri dalam negeri dan melindungi investasi serta industri lokal. Sayangnya, aturan ini digantikan oleh Permendag 8/2024 yang lebih ramah terhadap importir. “Pembatasan impor pada Permendag 36/2023 dilakukan berdasarkan kapasitas produksi dan konsumsi nasional. Namun, aturan tersebut tidak membatasi impor bahan baku, bahan setengah jadi, dan produk premium atau high-tech yang belum bisa diproduksi di Indonesia,” ujar Solihin, Sabtu (8/6/2024).
Ketua Umum Ikatan Pengusaha Konveksi Bandung (IPKB), Nandi Herdiaman, juga menyatakan kekecewaannya. Meskipun berharap Menteri Perdagangan merevisi Permendag 8/2024 yang pro-impor, Nandi pesimistis hal itu bisa segera terjadi. “Saat pandemi Covid dan banjir produk impor, empat Menteri mengunjungi industri kecil menengah (IKM) garmen dan memahami kondisi mereka. Namun, sekarang dampak Permendag 8/2024 langsung terasa. Para penjual online dan reseller yang sebelumnya bekerja sama dengan IKM garmen langsung beralih ke produk impor,” jelas Nandi.