Top Mortar Gak Takut Hujan
Home Bisnis Pengusaha Spa “Protes” Kenaikan Pajak Hiburan: Jadi Ancaman Bagi Pemulihan Industri

Pengusaha Spa “Protes” Kenaikan Pajak Hiburan: Jadi Ancaman Bagi Pemulihan Industri

0
Pengusaha Spa "Protes" Kenaikan Pajak Hiburan: Jadi Ancaman Bagi Pemulihan Industri (Ilustrasi SPA)

Pengusaha spa menegaskan penolakan terhadap aturan kenaikan pajak hiburan yang baru saja diumumkan oleh pemerintah DKI Jakarta. Berdasarkan Peraturan Daerah No.1/2024 tentang Pajak Hiburan, tarif pajak untuk usaha mandi uap/spa dinaikkan menjadi 40 persen. Kebijakan ini dianggap memberatkan, terutama di tengah pemulihan industri spa yang masih terdampak pandemi.

Agnes Lourda Hutagalung, Ketua Wellness Healthcare Entrepreneur Association (WHEA), mengungkapkan bahwa dari sekitar 3.500 usaha jasa spa di Indonesia, 30 persennya, terutama yang berlokasi di Jakarta dan Bali, terpaksa tutup akibat pandemi dan belum berhasil pulih.

Situasi sulit ini mendorong beberapa tempat spa untuk mencari strategi guna meraih margin keuntungan, seperti menggunakan produk spa murah dan membayar terapis dengan gaji rendah.

Dampak Bagi Pengusaha dan Industri Spa

Dampak dari strategi ini adalah rendahnya tingkat edukasi dan sertifikasi bagi terapis, serta penggunaan produk spa yang kurang berkualitas.

Industri spa di Indonesia juga menghadapi tantangan dalam hal akses pendidikan dan pelatihan bagi terapis. Lourda menyoroti bahwa sebagian besar terapis berasal dari lulusan SD dan SMP dengan latar belakang ekonomi menengah ke bawah. Para pengusaha spa sendiri mengalami keterbatasan dalam membiayai pelatihan dan sertifikasi untuk pekerja mereka.

Dalam menghadapi masalah ini, WHEA mencanangkan program pendidikan dan sertifikasi untuk 20.000 terapis spa di seluruh Indonesia. Jika pemerintah tidak menyediakan dukungan, mereka bersedia mencari pendanaan dari luar negeri untuk mewujudkannya.

Lourda menekankan bahwa pemerintah perlu memperhatikan permasalahan ini dan memberikan akses pelatihan dan sertifikasi secara gratis untuk mendukung perkembangan industri spa.

Sebaliknya, para pengusaha spa berharap pemerintah memberikan pajak 0 persen kepada industri spa. Lourda berpendapat bahwa aturan ini seharusnya diberlakukan karena industri spa memiliki peran dalam mendukung program pemerintah untuk menjaga kesehatan dan kebugaran masyarakat, bukan hanya sebagai usaha hiburan semata.

“Organisme kita mampu menghasilkan antibodi dan membangun imunitas secara alami, namun hal ini hanya mungkin terjadi apabila sirkulasi metabolisme berfungsi dengan baik. Berbagai penyakit umum di Indonesia, seperti masalah jantung, diabetes, dan tekanan darah tinggi, dapat diatasi melalui relaksasi. Faktor utama penyakit tersebut seringkali terkait dengan tingkat stres yang tinggi,” ungkapnya.

Selain itu, para pengusaha spa berharap adanya kemudahan untuk mempromosikan kekayaan budaya spa Indonesia, baik secara nasional maupun internasional. Promosi ini diharapkan dapat meningkatkan kesehatan dan kebugaran masyarakat secara nasional, sementara secara internasional dapat menjadi potensi pendapatan devisa negara melalui wellness tourism.

Selain menghadapi pandemi, pengusaha spa juga menolak aturan kenaikan pajak sebesar 40 persen karena tidak setuju jika spa dikelompokkan sebagai bagian dari usaha hiburan. Mereka mengimbau pemerintah untuk meninjau kembali ketentuan pengelompokan ini, khawatir akan menimbulkan ketidakpastian hukum dalam kegiatan usaha di Indonesia.

Exit mobile version