Kementerian Keuangan memberikan klarifikasi terkait pernyataan Juru Bicara Kementerian Perindustrian (Kemenperin), Febri Hendri Antoni Arif, yang menyebutkan bahwa salah satu kebijakan mereka menjadi penyebab lesunya industri tekstil di Indonesia.
Menurut pengamatan Kemenperin, produk dari industri teksti tekstil di Indonesia untuk pasar ekspor mengalami kesulitan di pasar internasional meskipun ada industri di Kawasan Berikat.
Kawasan Berikat merupakan area yang digunakan untuk menimbun barang impor dan/atau barang dari luar daerah pabean sebelum diekspor atau diimpor untuk pengolahan lebih lanjut.
Menanggapi pernyataan tersebut, Staf Khusus Kemenkeu, Yustinus Prastowo, menyatakan bahwa kebijakan Kawasan Berikat telah memberikan dukungan yang cukup baik.
“Kebijakan Kawasan Berikat merupakan langkah pemerintah untuk memperkuat industri dalam negeri. Selama ini, kebijakan ini telah menghasilkan hasil yang memuaskan berkat koordinasi dan sinergi antar-instansi pemerintah serta pemangku kepentingan lainnya,” ujar Yustinus dalam pernyataan resmi yang diterbitkan oleh CNN Indonesia pada Minggu (1/10).
Yustinus melanjutkan bahwa kebijakan Kawasan Berikat bertujuan untuk meningkatkan tingkat komponen dalam negeri (TKDN), menciptakan lapangan kerja, memperbaiki rantai pasokan, dan mendorong ekspor yang menghasilkan devisa untuk perekonomian.
“Hasilnya, kita telah menyaksikan peningkatan tingkat komponen dalam negeri, penyerapan tenaga kerja, dan devisa dari ekspor,” tambah Yustinus.
Dia juga menjelaskan bahwa para pengusaha di Kawasan Berikat memiliki orientasi yang kuat pada ekspor, karena mereka terlibat dalam permintaan dan pasokan global. Dalam situasi tertentu, seperti saat permintaan global menurun selama pandemi Covid-19, Kementerian Keuangan dapat memberikan fasilitas untuk penyerahan barang ke dalam negeri setelah berkoordinasi dengan instansi yang memiliki wewenang dalam sektor industri.
Lebih lanjut, Yustinus menjelaskan bahwa agar tetap adil terhadap pelaku usaha di luar Kawasan Berikat, barang yang dikeluarkan dari Kawasan Berikat ke Daerah Pabean Lain (wilayah NKRI) dianggap sebagai impor dan harus mematuhi kewajiban pembayaran bea masuk dan pajak impor.
“Dalam upaya mendukung ekonomi nasional, Kementerian Keuangan, khususnya Ditjen Bea dan Cukai, senantiasa menjalin kerjasama erat dengan instansi lain, termasuk Kementerian Perindustrian dan asosiasi pengusaha Kawasan Berikat, sehingga pengawasan terhadap kebijakan ini berjalan efektif dan memastikan keseimbangan bagi semua pelaku usaha,” tambahnya.
Sebelumnya, Kemenperin telah melaporkan penurunan Indeks Kepercayaan Industri (IKI) selama tiga bulan berturut-turut. Pada September 2023, IKI mencapai angka 52,52, mengalami perlambatan dari bulan sebelumnya yang mencapai 53,22.
Beberapa subsektor yang masih mengalami kontraksi di bulan September meliputi industri tekstil, pakaian jadi, barang dari kayu, industri pengolahan lainnya, dan industri galian bukan logam.