Top Mortar Gak Takut Hujan
Home Bisnis Analisis Lemhannas: Persaingan Perdagangan Komoditas Semakin Meningkat

Analisis Lemhannas: Persaingan Perdagangan Komoditas Semakin Meningkat

0
Analisis Lemhannas: Persaingan Perdagangan Komoditas Semakin Meningkat

Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) mengungkapkan bahwa persaingan perdagangan komoditas semakin ketat dan banyak negara kini melindungi komoditas strategis mereka. Salah satu aspek persaingan yang terjadi saat ini adalah konektivitas perdagangan. Di Asia, terdapat persaingan antara China dan Amerika Serikat. China telah memulai inisiatif pembangunan infrastruktur Belt and Road Initiative (BRI) dengan tujuan menjadikan dirinya sebagai pusat perdagangan di Asia.

Sementara itu, Amerika Serikat sedang mendorong IndoPacific Economic Framework yang bertujuan untuk menciptakan soliditas ekonomi melalui reformasi struktural. Gubernur Lemhannas, Andi Widjajanto, mengatakan bahwa perdagangan bebas yang dipromosikan oleh negara-negara adidaya justru mengakibatkan pembatasan atau intervensi terhadap komoditas strategis di negara-negara tersebut.

“Komoditas strategis tidak dapat bergerak bebas jika ada intervensi dari negara-negara global. Negara yang memperjuangkan perdagangan bebas adalah yang paling banyak melakukan intervensi terhadap komoditas strategis mereka,” kata Andi dalam Webinar Memperkuat Ketahanan Nasional di Industri Jasa Keuangan yang diadakan oleh OJK pada Senin (22/5).

Andi menyatakan bahwa tren seperti ini diperkirakan akan berlanjut selama 10 hingga 20 tahun ke depan. Oleh karena itu, hal ini perlu diantisipasi untuk memastikan ketahanan ekonomi Indonesia di masa depan.

Berbagai kebijakan intervensi yang mendominasi termasuk subsidi (55,6 persen), pengendalian ekspor (18,2 persen), dan tarif (8,3 persen). Beberapa sektor komoditas strategis yang paling banyak dibatasi dalam perdagangan global saat ini meliputi produk besi dan baja, kendaraan bermotor, produk fabrikasi logam, pangan (sereal), produk farmasi, energi listrik, produk kimia, dan mesin komputer.

Sebagai contoh, intervensi pada sektor besi dan baja melibatkan subsidi yang diberikan oleh pemerintah Tiongkok kepada 32 perusahaan pada awal tahun 2022, serta penerapan tarif impor oleh Amerika Serikat terhadap produk turunan baja dan aluminium pada tanggal 9 Desember 2022.

“Andi juga menyebutkan bahwa Indonesia telah melakukan pengendalian ekspor bijih nikel pada tahun 2019 untuk mendukung industri baja dalam negeri,” ujarnya.

Pembatasan atau intervensi terhadap sektor besi dan baja di tingkat global juga berdampak pada Indonesia, seperti penerapan tarif impor yang dilakukan oleh pemerintah Amerika Serikat terhadap produk turunan baja dan aluminium.

Menurut Andi, ketegangan dalam hubungan perdagangan ini dapat mempengaruhi kinerja sektor lainnya, terutama lembaga keuangan yang secara langsung mendukung aktivitas ekonomi.

Exit mobile version