Hal yang paling penting dalam manajemen keuangan usaha adalah adanya pemisahan antara keuangan pribadi dan keuangan bisnis. Bagi usaha kecil dan rumahan, kendala tersebut masih sangat sering terjadi dan bahkan bila tidak dibenahi bisa mengakibatkan berhentinya usaha yang dijalankan.
Coba cek dulu pengaturan keuangan usaha makanan ibu selama ini. Jangan-jangan kondisi yang ibu ceritakan tadi terjadi karena uang yang seharusnya digunakan kembali untuk membeli bahan baku, sudah terpakai untuk urusan pribadi atau keluarga.
Karena, lumrahnya, kenaikan harga bahan pokok tidak sampai menyebabkan sebuah usaha sampai tidak mampu belanja modal lagi. Khususnya usaha kecil rumahan. Karena mungkin bisa disiasati dengan menaikan harga jual atau menjual porsi lebih sedikit. Kecuali perusahaan besar dengan ribuan buruh dan hal-hal besar lainnya, seperti kenaikan UMR dan harga BBM bisa saja membuat mereka kalang kabut.
Jika memang manajemen keuangan ibu sudah dipisahkan, kenaikan bahan baku itu bisa dibantu oleh “uang untung” dari bulan-bulan sebelum harga bahan pokok tersebut naik (jika uang untung tersebut memang belum digunakan atau disisihkan sebagian).
Kalau bagaimana sebaiknya sistem pencatatan keuangan di usaha makanan ibu, sebenarnya sederhana sekali. Saya masih kurang info, apakah usaha makanan ibu itu menyediakan aneka jenis makanan yang sudah disajikan (seperti warteg dan rumah makan Padang), atau makanan yang baru dibuat ketika pelanggan memesan.
Kalau usaha ibu jenisnya yang baru dimasak ketika ada pesanan. Sebenarnya bisa lebih mudah. Karena ibu bisa menghitung biaya modal per porsi untuk setiap menu. Atau kalau mau lebih gampang lagi, berapa rupiah yang ibu habiskan untuk menyajikan berapa porsi. Tinggal dibagi saja maka ketemu modal per porsi.
Khususnya bagi usaha makanan rumahan, akan sangat sulit menghitung besarnya nilai bahan baku makanan yang keluar bersama porsi yang terjual. Maka kita buat sederhana saja, ketika ibu belanja Rp 600 ribu untuk aneka jenis bahan baku. Dan itu bisa membuat 120 porsi makanan A.
Maka modal makanan A per porsinya adalah Rp 5 ribu rupiah. Dan ketika ibu sudah mencatat adanya penjualan makanan A sebanyak 120 porsi, maka bahan-bahan makanan sejumlah Rp 600 ribu itu kita anggap sudah habis. Kalaupun masih sisa, kita anggap keuntungan bahan baku saja karena bisa belanja lebih sedikit untuk 120 porsi selanjutnya.
Pencatatannya sendiri bisa gunakan buku tulis biasa, atau lebih baik lagi dengan microsoft excel. Kalau jenis usaha ibu adalah yang makanan baru dibuat ketika dipesan, maka pencatatan bisa dibikin per porsi menu makanan. Namun kalau jenis usaha ibu seperti warteg dan rumah makan Padang, ibu bisa mencatat pembelian bahan baku secara keseluruhan, namun dengan tetap mencatat juga bahan baku apa saja yang dibutuhkan untuk setiap menu yang disajikan
Oleh: Muhammad Farid Rasyidi
President Director
Rasyidi C-Financial Consultant
Jl. Cipaku I No.29 2nd Floor
Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Indonesia