Berempat.com – Setiap kondisi memang tidak sama. Dan setiap industri punya masa kesempatan dan kesempitan. “Saat sedang drop, justru bisnis-bisnis yang sifatnya sedang lesu malah lebih berhasil. Menurut saya, tapi itu justru membuat kita tertantang untuk lebih kreatif mencari opportunity-opportunity baru. Misalnya mengurangi proses travelling karena costnya yang terlalu mahal,” kata Arto Soebiantoro, Founder GambaranBrand.
Ia melihat yang justru lebih mengerikan adalah ketika situsasi yang terlihat aman-aman saja, dan cenderung tidak ada perubahan, tetapi tiba-tiba kompetitor sudah menyalip bahkan sudah mendahului. “Karena itu, pengusaha, baik level UKM atau konglomerasi, harus piawai dan lihai melakukan manuver kreatif,” katanya.
Perbedaannya, kata Arto, jika UKM melakukan manuver bisa cepat proses perubahannya. Lain halnya dengan perusahaan besar, mereka melakukan manuver melalui sebuah proses yang panjang dan berat.
Kondisi bisnis yang sedang lesu memang cenderung membuat pelaku bisnis menahan laju pengeluar cash flow-nya. Hal tersebut dinyatakan Ario adalah hal yang lumrah. Namun, ia mengingatkan bahwa dalam kondisi apa pun, proses branding harus selalu berjalan.
“Tidak akan bisa berhenti, kalau kita bicara dalam proses branding itu kita bisa menyentuh seseorang atau membangun persepsi itu lewat 5 panca indera mereka. Jadi sebenarnya juga kita bisa menggunakan banyak cara kreatif,” katanya.
Ia memberi contoh, misalnya jika ingin tetap beriklan maka porsinya dikurangi, yang biasanya beriklan 10 kali sekarang dikurangi jadi 7 atau 6 kali. Atau, katanya, minta karyawan lebih sering mengganti gambar BBM atau WA-nya dengan logo perusahaan atau program marketing perusahaan. “Dan banyak lagi ide-ide kreatif untuk tetap bermanuver,” ujar Penulis Buku Merek Indonesia Harus Bisa ini.
Arto melihat bahwa sebenarnya UKM di Indonesia sangat lentur. “Dalam arti kemampuan mereka untuk bisa memanuver dan bergerak juga sangat baik. Hal yang sangat wajar dalam dunia usaha dan branding adalah kita harus selalu mampu melakukan kemampuan untuk bermanuver, karena itu dibutuhkan dalam komposisi bisnis sekarang,” katanya.
Lalu, terkait dengan banyak pelaku bisnis BO dan Keagenan yang rata-rata UKM, mereka cenderung mengerem biaya branding dan komunikasi . “Business owner harus mengetahui seberapa kuat brand-nya. Kalau brand mereka tidak kuat, maka continuos communication tetap harus dijalankan,” katanya. Karena, imbuhnya, ketika brand sudah kuat maka pada saat susah ini komunikasi bisa dikurangi.
Sebagai seorang Konsultan Brand atau mantan Creative & Art Director, Arto berpesan kepada pemilik bisnis UKM untuk kembali kepada impian mereka ketika wal membangun bisnis. Sebab, katanya, brand itu adalah berbicara impian mereka. “Dan bisnis itu mengikuti brand, karena apa yang terjadi dari brand ketika mereka berhasil pasti akan diikuti oleh bisnis yang berhasil,” katanya.