Berempat.com – Minat masyarakat Indonesia untuk menjadi entrepreneur atau pengusaha bisa dibilang terus bertumbuh. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), rasio pengusaha di Indonesia pada 2013-14 masih di angka 1,67%, kemudian naik menjadi 3,1 persen di tahun 2017.
Bahkan, di tahun ini, Menteri Koperasi dan UKM Anak Agus Gede Ngurah Puspayoga mengklaim rasio pengusaha di Indonesia naik di angka 7%. “Angka itu sudah di atas standar internasional yang mematok 2%. Jadi pecah telur,” ungkap Puspayoga dalam keterangan tertulis, seperti diwartakan Kontan.co.id, Selasa (5/6/2018).
Namun, besarnya rasio pengusaha di Indonesia tak berarti mengartikan bahwa pengusaha Indonesia bernasib mujur seluruhnya. Sebab tak sedikit pengusaha di Indonesia yang harus bangkrut saat usia bisnisnya belum mencapai 3 tahun.
Kendati belum ada data pasti, namun hal tersebut cukup diamini oleh Yossa Setiadi, CEO Bawang Goreng Soy. Ia berpendapat bahwa masih ada yang salah dengan para pengusaha di Indonesia ini. Terutama pada pola pikir.
Kesalahan pertama yang dimaksud Yossa adalah pola pikir pengusaha pemula saat hendak memulai bisnis. Yossa berkisah, ia sering menemukan pertanyaan di banyak media tentang bisnis yang cocok dijalankan sesuai dengan modal yang dipunya.
“Awalnya sudah keliru. Punya modal Rp 25 juta, mulai bisnis yang Rp 25 juta. Malah ada yang nekat ambil bisnis yang modal Rp 50 juta sampe utang,” tutur pria yang memiliki 4 bisnis tersebut kepada Berempat.com di Central Park, Jakarta, beberapa waktu lalu.
Menurut pria yang sudah berbisnis sejak 2007 ini, pola pikir soal modal dan bisnis yang ingin dijalankan semestinya bukan seperti itu, melainkan 1/8 dari modal.
“Saya yakin seyakin-yakinnya setiap hari pasti ada yang berguguran. Itu (karena) template-nya sudah keliru. Padahal harusnya dia (yang punya modal Rp 25 juta) ambil bisnis yang modal Rp 3 juta,” ungkap Yossa.
Pola pikir itulah yang bagi Yossa semestinya diubah dulu oleh pengusaha pemula. Sebab, dengan pola pikir demikian ia yakin akan semakin sedikit pengusaha pemula yang berguguran. Yossa sendiri menerangkan alasannya mengapa perlu metode 1/8 dari modal kita untuk memilih bisnis.
“Pada dasarnya setiap orang itu punya luck. Tapi saya yakin banget, tiap makin panjang amunisi siap ruginya, maka akan maju. Kita tahu banget e-commerce (di Indonesia) sudah siapin ruginya dulu di depan,” terang Direktur CV. Setiadi Brother tersebut.
Segi keamanan, itulah yang dimaksudkan oleh Yossa. Karena menurutnya, kegagalan pengusaha pemula di Indonesia karena sedikitnya waktu yang dipunya untuk mencoba berbagai strategi, sejalan dengan modal pas-pasan yang dimiliki. Sementara kalau modal banyak, maka usia menjalankan bisnis akan semakin panjang, dan pengusaha bisa mencoba berbagai strategi sampai menemukan formula yang pas.
“Kalo banyak yang seperti ini saya yakin banget orang yang gagal di bisnis itu cuma 40%. Karena 90% orang yang gagal di bisnis karena kehabisan amunisi modal,” tukas Yossa.
Seorang pengusaha memang sudah semestinya menghabiskan lebih banyak waktu untuk memikirkan beragam strategi pemasaran, daripada hanya berkutat pada produksi dan waktunya habis hanya memikirkan perputaran uang.
Selain itu, pria yang rutin mengisi kelas wirausaha di Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) ini juga mengingatkan agar keputusan untuk menjadi pengusaha itu benar-benar muncul dari hati paling dalam. Sebab, Yossa justru melihat fenomena saat ini ketika orang lain asal mendorong temannya untuk menjadi pengusaha tanpa tahu memang tepat atau tidak.
“Saya pribadi nggak main dorong orang untuk berbisnis, selama dia juga belum ingin berbisnis. Jadi saya termasuk menentang orang-orang yang menyuruh orang lain resign untuk berbisnis. Tapi kalo dia memang mau berbisnis dari hati, harus benar-benar tercebur sampai betul-betul jadi,” ujar Yossa.
Selain itu, ayah dua orang anak ini juga menyayangkan mental ikut-ikutan atau cepat panas yang dimiliki pengusaha pemula di Indonesia. “Demam batu akik, semua pada main batu akik. Demam ojol (ojek online) semua pada ojol,” tuturnya.
Sisi buruk dari kebiasaan tersebut sudah jelas adalah tak tahu apa yang harus dilakukan ketika bisnisnya tak lagi booming. Maka akhirnya bisnis pun akan tutup. Inilah yang membuat Yossa mengimbau agar pengusaha Indonesia tak cepat panas. Artinya, tidak memutuskan berbisnis karena ingin ikut-ikutan saja.
Yossa pun merekomendasikan jurus 6 detik dari Anthony Dio Martin apabila muncul keinginan untuk menjalankan sebuah bisnis. “(Coba renungkan) Apa benar-benar jika saya lakukan ini manfaatnya besar?” ujarnya.
Kemudian, hal lain yang membuat pengusaha lebih cepat gagal menurut Yossa adalah cepatnya memutuskan untuk beralih ke bisnis lain. Yossa tak menampik fenomena tersebut. Karena itu, pria kelahiran 19 Agustus 1984 ini menyarankan agar pengusaha pemula tak buru-buru memutuskan menjalankan bisnis sebelum 2 tahun.
“Jangan pindah dulu sebelum 2 tahun. Sebenarnya 4 tahun, tapi buat saya 2 tahun itu cukup. Karena fenomena menjamur ini sudah banyak sekali. Ujung-ujungnya dia nggak jadi apa pun,” tukasnya.
Dua tahun, menurut Yossa, adalah batas bagi seorang pengusaha untuk tahu dan bisa merasakan apakah ia memang tepat menjalankan bisnis tersebut atau tidak.