Top Mortar Gak Takut Hujan
Home Bisnis Presiden Diperbolehkan Memihak dalam Kampanye, Menurut Haidar Alwi

Presiden Diperbolehkan Memihak dalam Kampanye, Menurut Haidar Alwi

0
Presiden Joko Widodo/Ist

Presiden Diperbolehkan Memihak dalam Kampanye, Menurut Haidar Alwi. Haidar Alwi merupakan seorang Pendiri Haidar Alwi Institute (HAI), memberikan pandangannya mengenai kontroversi yang melibatkan Presiden Joko Widodo dalam berkampanye untuk pasangan calon presiden dan wakil presiden tertentu. Dia menyatakan bahwa Undang-Undang Pemilu memperbolehkan seorang Presiden untuk memihak dan terlibat dalam kampanye pemilu.”Memihak adalah bagian dari hak-hak politik yang dijamin oleh konstitusi. Dalam Undang-Undang Pemilu, Presiden tidak termasuk dalam pihak yang dilarang berkampanye, sebagaimana yang diatur dalam Pasal 280 Ayat 2. Bahkan, secara jelas disebutkan bahwa Presiden boleh berkampanye sesuai dengan Pasal 281 dan 299,” kata Haidar dalam pernyataannya pada hari Rabu (24/1).

Menurut Haidar, pihak-pihak yang dilarang untuk berkampanye, sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 280 Ayat 2 Undang-Undang Pemilu, antara lain: Ketua, Wakil Ketua, Ketua Muda, Hakim Agung pada Mahkamah Agung, hakim di semua badan peradilan di bawah Mahkamah Agung, dan hakim konstitusi di Mahkamah Konstitusi. Selain itu, Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota Badan Pemeriksa Keuangan; Gubernur, Deputi Gubernur Senior, dan Deputi Gubernur Bank Indonesia; Direksi, Komisaris, Dewan Pengawas, dan karyawan BUMN/BUMD; pejabat negara yang bukan anggota partai politik yang menjabat sebagai pimpinan di lembaga nonstruktural.

Undang-Undang Pemilu memperbolehkan seorang Presiden untuk memihak dan berkampanye

Selanjutnya, Aparatur Sipil Negara (ASN), anggota TNI dan Polri, kepala desa, perangkat desa, anggota Badan Permusyawaratan Desa, dan WNI yang tidak memiliki hak pilih.Sementara itu, Pasal 299 Ayat 1 menegaskan bahwa Presiden dan Wakil Presiden memiliki hak untuk melaksanakan kampanye.”Syaratnya diatur dalam Pasal 281 Ayat 1, yaitu tidak menggunakan fasilitas negara kecuali untuk keperluan keamanan dan mengambil cuti di luar tanggungan negara. Ini sudah jelas, aturannya sudah terdefinisi,” kata Haidar. Haidar menyesalkan adanya oknum yang dengan sengaja membandingkan dua pernyataan Presiden Jokowi pada waktu yang berbeda sehingga terkesan tidak konsisten. Padahal, pernyataan sebelumnya berkaitan dengan ASN dan TNI/Polri, sedangkan yang sekarang berkaitan dengan Presiden.

Menurut Haidar, undang-undang dengan jelas mengatur bahwa ASN dan TNI/Polri memang harus netral. Hal ini tercantum baik dalam Undang-Undang Pemilu maupun dalam Undang-Undang ASN, Undang-Undang TNI, dan Undang-Undang Polri. “Ini dua hal yang berbeda, bukan ketidakkonsistenan. Semuanya kembali pada undang-undang. Jika undang-undang tidak melarang, berarti diperbolehkan. Namun, jika undang-undang secara tegas melarang, berarti tidak diperbolehkan. Sederhana,” tutup Haidar.

Exit mobile version