Top Mortar tkdn
Home Bisnis Usia Pensiun Naik Jadi 59 Tahun, Generasi Muda Bisa Kehilangan Peluang Kerja?

Usia Pensiun Naik Jadi 59 Tahun, Generasi Muda Bisa Kehilangan Peluang Kerja?

0
Usia Pensiun Naik Jadi 59 Tahun, Generasi Muda Bisa Kehilangan Peluang Kerja? (Ilustrasi Foto Masa Pensiun)

Kebijakan pemerintah yang akan meningkatkan usia pensiun menjadi 59 tahun mulai tahun 2025 dinilai perlu ditangani dengan penuh kehati-hatian. Ekonom sekaligus pakar kebijakan publik dari Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta (UPNVJ), Achmad Nur Hidayat, menilai kebijakan ini dapat memberikan dampak signifikan, baik bagi pekerja yang berusia lanjut maupun bagi generasi muda yang sedang mencari peluang kerja.

“Jika tidak ada langkah mitigasi yang tepat, kebijakan ini berisiko membawa lebih banyak masalah daripada manfaat,” ungkap Achmad pada Kamis (9/1/2025).

Achmad menjelaskan bahwa memperpanjang usia pensiun berarti pekerja yang lebih tua harus tetap aktif di dunia kerja lebih lama. Sementara itu, tidak semua pekerja mampu mempertahankan tingkat produktivitas yang sama pada usia yang sudah memasuki masa lanjut.

Mengutip data dari Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD), Achmad menyebut bahwa produktivitas tenaga kerja cenderung menurun signifikan setelah usia 55 tahun, terutama di sektor yang mengandalkan tenaga fisik. “Ini menjadi tantangan besar, terutama bagi pekerja di sektor yang membutuhkan stamina tinggi,” tegasnya.

Lebih lanjut, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa sekitar 30% pekerja lansia mengalami penurunan kinerja akibat masalah kesehatan. Sayangnya, tidak semua perusahaan memberikan dukungan kesehatan yang memadai, sehingga banyak pekerja lansia rentan terhadap masalah kesehatan fisik dan mental yang dapat memengaruhi performa kerja.

Diskriminasi Usia di Dunia Kerja

Achmad juga menyoroti tantangan diskriminasi usia di tempat kerja. Banyak perusahaan cenderung memilih tenaga kerja muda karena dianggap lebih adaptif terhadap teknologi baru dan perubahan organisasi.

“Survei global menunjukkan bahwa pekerja di atas usia 50 tahun memiliki peluang promosi 30% lebih rendah dibandingkan rekan mereka yang lebih muda. Anggapan bahwa pekerja senior kurang mampu mengikuti perkembangan teknologi menjadi salah satu alasan utamanya,” jelas Achmad.

Di sisi lain, generasi muda juga berpotensi merasakan dampak negatif dari kebijakan ini. Posisi-posisi strategis yang seharusnya menjadi milik generasi muda bisa tertahan karena pekerja senior tetap aktif lebih lama.

“Kondisi ini bisa memperburuk tingkat pengangguran, terutama bagi para lulusan baru yang masih mencari pekerjaan pertama mereka. Bahkan, bagi mereka yang sudah bekerja, kesempatan promosi dan karir menjadi lebih lambat,” tambahnya.

Achmad menegaskan, generasi muda adalah sumber inovasi dan ide-ide segar yang dibutuhkan organisasi untuk tetap kompetitif. Namun, jika ruang bagi generasi muda terhambat, kontribusi mereka terhadap perkembangan organisasi akan berkurang.

Solusi untuk Menyeimbangkan Dampak Kebijakan

Achmad menyarankan agar kebijakan ini diimbangi dengan upaya yang mendukung regenerasi tenaga kerja. Salah satu cara yang bisa dilakukan adalah dengan mendorong program mentoring, di mana pekerja senior membimbing generasi muda. Selain itu, pemerintah juga dapat memberikan insentif kepada perusahaan yang menciptakan peluang kerja baru bagi lulusan muda.

Tujuan utama kebijakan ini, yakni menjaga keberlanjutan dana pensiun di tengah meningkatnya harapan hidup masyarakat, dipahami sebagai langkah strategis. Namun, Achmad menegaskan bahwa penerapannya tidak boleh dilakukan secara kaku tanpa mempertimbangkan dampaknya terhadap kedua kelompok tersebut.

“Kebijakan ini perlu dilengkapi dengan langkah-langkah mitigasi yang memperhatikan keseimbangan antara pekerja senior dan peluang bagi generasi muda. Dengan demikian, keberlanjutan ekonomi dapat tercapai tanpa mengorbankan salah satu pihak,” tutupnya.

Exit mobile version