Jakarta –Pemerintah mengeluarkan kebijakan menaikan harga BBM non-subsidi, Sabtu (12/2/2022), dinilai anggota Komisi VII DPR RI, Mulyanto, tidak tepat. Dalam kondisi pandemi Covid-19 seperti sekarang harusnya Pemerintah lebih banyak memberikan bantuan kepada masyarakat agar daya beli dan kondisi ekonomi mereka lebih baik. Bukan malah menambah beban baru yang membuat kehidupan mereka lebih susah.
Mulyanto menyebutkan saat ini kasus positif harian Covid-19 varian Omicron sedang tinggi, melebihi puncak persebaran Covid-19 varian Delta di Juli 2021. Harusnya Pemerintah dapat memahami kondisi itu dengan tidak membuat kebijakan yang makin memberatkan.
“Pemerintah seperti tidak punya perasaan. Di saat masyarakat sedang kesulitan menghadapi Omicron malah menaikan harga BBM. Meskipun itu adalah BBM yang tidak disubsidi Pemerintah.
Artinya Pemerintah memandang masyarakat sebagai pasar untuk mendapatkan keuntungan. Bukan sebagai warga negara yang perlu dilindungi dan dipenuhi kebutuhan hidupnya,” tegas Mulyanto.
Politisi PKS yang akrab disapa Pak Mul ini menyebutkan harga BBM di Indonesia saat ini sudah sangat mahal. Sebagai pembanding Pak Mul menyebut harga BBM RON 95 di Malaysia dijual dengan harga setara Rp 7.051/liter. Sedangkan RON 97 dijual dengan harga setara Rp 10.735/liter.
Sementara di Indonesia BBM RON 92 dibanderol dengan harga Rp 9.000-9.400/liter, sedangkan jenis Pertamax Turbo dengan RON 98 dijual seharga Rp 12.000-12.400/liter.
“Pemerintah nyaris tidak punya alasan yang tepat untuk menaikan harga BBM bersubsidi sekarang. Selain karena pandemi yang sedang meningkat, dulu waktu harga minyak dunia turun, Pemerintah tidak menurunkan harga BBM di dalam negeri. Jadi sangat tidak adil kalau sekarang Pemerintah serta-merta menaikan harga jual BBM nonsubsidi ketika harga minyak dunia naik,” terang Pak Mul.
“Pemerintah seperti tidak hadir dalam urusan ini. Soal ini diserahkan pada mekanisme pasar. Pemerintah jangan berbisnis dengan rakyat,” imbuh Mulyanto.