Jakarta – Indonesia ke depan akan menghadapi banyak tantangan yang tidak mudah, di antaranya aset kripto yang mulai digemari masyarakat. Sehingga dirinya meminta pemerintah untuk mengantisipasi hal tersebut.
“Makin meluasnya penggunaan mata uang kripto sebagai alternatif pembayaran digital dan investasi harus diantisipasi oleh Bank Indonesia, OJK (Otoritas Jasa Keuangan) dan Bappebti (Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi),” ujar
Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR RI M.H. Said Abdullah (30/12/2021).
Terlebih, Indonesia masih memberlakukan rupiah sebagai alat pembayaran yang paling sah berdasar Undang Undang Mata Uang. Sehingga, sebagai otoritas pembayaran, Bank Indonesia harus mempersiapkan antisipasi bila uang kripto makin merongrong kewibawaan rupiah.
“Penegasan ini untuk memastikan bahwa rupiah defactomaupun dejure masih dijalankan. Setidaknya Bank Indonesia harus memastikan kesiapan rupiah digital sebagai alat bayar,” lanjut Anggota Komisi XI DPR RI.
Said pun meminta, OJK dan Bappebti untuk wajib meningkatkan literasi keuangan masyarakat terhadap uang kripto, sehingga masyarakat tidak menjadi korban lanjutan pasca tragedi pinjaman online menjamur. Politisi PDI-Perjuangan itu melanjutkan, tantangan lainnya yakni pandemi Covid-19 kemungkinan masih akan terjadi di sejumlah negara di tahun mendatang.
Situasi tersebut berpotensi adanya stagflasi dan supply chain disruption. Sehingga dirinya meminta pemerintah untuk memitigasi suplai komoditas Indonesia yang berasal dari luar negeri. “Dan perlu menyiapkan antisipasinya bila sewaktu waktu terjadi tersendatnya pasokan suplai komoditas utama kita di dalam negeri,” katanya.
Diketahui, tahun 2021 menjadi masa yang luar biasa bagi aset kripto. Harga Bitcoin (BTC), koin kripto terjumbo, dua kali menyentuh rekor tertinggi sepanjang masa pada tahun ini. Kehebohan ini terjadi seiring semakin ramainya investor yang masuk ke dunia aset digital tersebut di tengah adanya pandemi Covid-19.