Jakarta – Anggota Badan Legislasi DPR RI Mulyanto menyebut keinginan politik (political will) pemerintah untuk pembangunan nuklir dapat dinilai tidak ada. Sebabnya, hingga saat ini usulan kepada Kementerian ESDM untuk membentuk Nuclear Energy Program Implementation Organization (NEPIO) sebagai lembaga yang bertanggung jawab mempersiapkan, menjadwalkan, dan mengatur kegiatan yang diperlukan dalam membangun PLTN, tak kunjung terbentuk.
“Jadi, apa yang diusulkan mengenai NEPIO ini sudah lama sekali, terus terang Kementerian ESDM (KESDM) ini mandek di sini. Sebenarnya, pembicaraan dari berbagai lembaga, mengamanatkan kepada KESDM agar segera menginisiasi pembentukan NEPIO ini,” jelas Mulyanto saat Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan ‘Swabessy Initiative’ dalam rangka penajaman pembahasan RUU EBT, di Gedung Nusantara IU, DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa (23/11/2021).
Selain belum adanya NEPIO, tidak adanya political will pemerintah itu juga dibuktikan dengan banyaknya pembubaran lembaga yang terkait dengan nuklir Di antaranya, Badan Tenaga Atom Nasional dan Badan Tenaga Nuklir Nasional. “Yang ada cuma Badan Pengawas Tenaga Nuklir (Bapeten) sekarang. Jadi unsur-unsur yang terkait dengan tenaga nuklir itu terlebur satu ke dalam BRIN,” tambah Anggota Komisi VII DPR RI ini.
Bahkan, pembentukan Majelis Pertimbangan Nuklir yang menjadi amanat Undang-Undang Nomor 10 tahun 1997 tentang Ketenaganukliran, sampai saat ini tidak memiliki anggota meskipun sudah ada nomenklaturnya dalam UU tersebut.
“Di draf RUU EBT memang diusulkan, tapi majelis pertimbangan nuklir yang langsung terkait untuk pembangkit listriknya, berupa PLTN. Jadi, majelis tersebut tidak bisa digantikan peran NEPIO. Tidak apple to apple,” jelas wakil rakyat Fraksi PKS ini.
Karena itu, ia setuju jika dalam draf RUU EBT ini dimasukkan klausul kewajiban pemerintah membentuk NEPIO tersebut. Terlebih, dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PLN 2021-2030, akan ada introdusir nuklir tersebut. “Nanti struktur NEPIO ini dibahas kemudian, tetapi tidak menggantikan Majelis Pertimbangan Tenaga Nuklir,” tutupnya.