Jakarta – Pasca tragedi tenggelamnya kapal selam KRI Nanggala 402, Anggota Komisi VI DPR RI Amin AK mendorong pemerintah untuk memperkuat sejumlah Badan Usaha Milik Negara (BUMN), yang memproduksi alat utama sistem persenjataan (alutsista). Menurutnya saat ini merupakan waktu yang tepat bagi BUMN produsen alutsista untuk unjuk gigi terhadap kualitas produksi mereka.
“Pengadaan alutsista bisa dipercepat oleh pemerintah dengan memperkuat BUMN. Tidak hanya kapal laut atau selam, tapi juga pesawat, drone, torpedo, kendaraan tempur, dan juga persenjataan lainnya,” ujarnya dalam rilis di Jakarta.
Amin mengingatkan, baik pengadaan alutsista baru maupun peningkatan kemampuan dan kualitas maintenance, repair, and overhaul (MRO) tidak sekedar hanya menjadi keinginan sesaat karena ada musibah. Namun, ia melanjutkan, harus benar-benar lahir dari kesadaran tentang pentingnya penguatan alutsista sebagai bagian dari sistem ketahanan nasional.
“Anggaran yang belum mendesak seperti pembangunan ibu kota negara (IKN) baru bisa dialihkan untuk membiayai BUMN dalam pengadaan dan peremajaan alutsista Indonesia. Kita tahu setidaknya terdapat lima BUMN alutsista yaitu PT Dirgantara Indonesia, PT PAL, PT Len Industri, PT Pindad, dan PT Dahana. Mereka sungguh bisa dikembangkan,” tegasnya.
Tahun ini, dari alokasi APBN untuk Kementerian Pertahanan sebesar Rp137,2 triliun, hanya Rp42,65 triliun yang dialokasikan untuk program modernisasi alutsista, non-alutsista, serta sarana dan prasarana pertahanan. Dari alokasi anggaran untuk peremajaan alutsista, lanjut Amin, persentase anggaran untuk pengadaan alutsista dalam negeri jauh lebih kecil.
Politisi PKS ini memaparkan beberapa strategi agar upaya tersebut dapat diwujudkan. Strategi pertama yaitu meningkatkan kapasitas produksi alutsista yang selama ini sudah dikerjakan oleh BUMN. Strategi pertama ini harus diikuti dengan strategi kedua yaitu memperbesar belanja alutsista buatan BUMN,” ucapnya.
Strategi ketiga, ujar Amin, yaitu pengadaan alutsista buatan negara lain yang proses produksinya berkolaborasi dengan BUMN seperti halnya pembuatan kapal selam KRI Alugoro yang diproduksi bersama Indonesia-Korea Selatan.
“Ada dua keuntungan dengan model pengadaan seperti itu. Selain terjadi alih teknologi, juga bisa menghemat pengeluaran negara. Sebagai perbandingan, biaya untuk membangun KRI Alugoro negara hanya mengeluarkan Rp1,5 triliun, sedangkan harga kapal selam impor yang sekelas KRI Alugoro bisa mencapai puluhan kali lipat,” tandasnya.
Menurut Amin, urgensi penguatan BUMN alutsista ini tidak hanya perlu didorong, namun merupakan kebutuhan yang penting dan mendesak. Sebab, menurutnya Indonesia yang secara geografis seharusnya memiliki 12 unit kapal selam, saat ini Indonesia baru memiliki 4 kapal selam.
“Setelah kecelakaan KRI Nanggala hanya 4 ya, dan hanya tiga yang beroperasi karena KRI Cakra 401 dalam proses overhaul. Ini menjadi penting kita dorong penguatan BUMN-BUMN ini agar bisa banyak berbuat untuk rakyat dan negara,” tukas Politisi dapil Jatim IV tersebut.