Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) resmi mengonfirmasi bahwa program Bantuan Subsidi Upah (BSU) tidak akan berlanjut setelah Juli 2025. Artinya, BSU hanya diberikan untuk periode Juni dan Juli tahun ini. Penegasan ini sekaligus menjawab spekulasi yang sempat beredar di masyarakat soal kemungkinan lanjutan bantuan tersebut. Keputusan bahwa BSU tidak dilanjutkan menimbulkan beragam respons dari para pekerja dan pelaku usaha yang sebelumnya mengandalkan dana ini sebagai penopang daya beli.
Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah mengatakan bahwa hingga saat ini belum ada rencana lanjutan program BSU untuk bulan-bulan berikutnya. Program yang sebelumnya menggelontorkan bantuan sebesar Rp600 ribu kepada 17,3 juta pekerja itu hanya bersifat sementara dan menyesuaikan dengan ketersediaan anggaran.
“BSU hanya diberikan sekali untuk tahun ini, pada bulan Juni dan Juli. Hingga kini belum ada pembahasan lebih lanjut terkait perpanjangan program tersebut,” ujar Menaker dalam keterangan resminya.
Bantuan Sementara untuk Stabilitas Daya Beli
BSU 2025 dirancang sebagai bentuk dukungan pemerintah untuk menjaga daya beli masyarakat di tengah tantangan ekonomi, terutama pasca kenaikan harga kebutuhan pokok. Namun, menurut Menaker, pemberian bantuan ini bukanlah program jangka panjang dan hanya sebagai intervensi sementara.
Dana BSU dialokasikan dari anggaran perlindungan sosial yang telah disiapkan oleh Kementerian Keuangan. Dengan jumlah penerima mencapai lebih dari 17 juta pekerja, program ini mencakup pekerja dengan upah di bawah Rp5 juta serta telah terdaftar di BPJS Ketenagakerjaan per April 2025.
Meskipun BSU sempat menjadi tumpuan bagi sebagian besar buruh dan pekerja informal, pemerintah menilai bahwa efeknya bersifat jangka pendek. Oleh karena itu, BSU tidak dilanjutkan setelah Juli dianggap sebagai langkah realistis dalam menjaga disiplin fiskal, meski berdampak pada konsumsi masyarakat.
Harapan dan Kekecewaan Masyarakat di Lapangan
Kabar tidak dilanjutkannya BSU ini menimbulkan kekecewaan di kalangan pekerja, terutama mereka yang mengalami tekanan ekonomi pasca Lebaran. Banyak yang berharap program ini bisa diperpanjang hingga akhir tahun untuk membantu pengeluaran rumah tangga.
Sementara itu, pengamat kebijakan publik dari UGM, Rimawan Pradiptyo, menilai keputusan tersebut sebagai sinyal bahwa pemerintah mulai mengalihkan fokus pada program lain yang lebih bersifat produktif, seperti pelatihan kerja dan program padat karya.
“Subsidi langsung seperti BSU memang bisa menenangkan publik untuk sementara, tapi tidak menyelesaikan akar masalah penghasilan rendah dan pengangguran,” ujarnya.
Pemerintah pun mengimbau masyarakat untuk lebih memanfaatkan berbagai program perlindungan sosial lainnya yang masih berjalan, seperti Kartu Prakerja, bantuan pangan, dan subsidi energi.