Top Mortar tkdn
Home Bisnis Transfer Data Pribadi ke AS Picu Kekhawatiran, Pakar Ingatkan Risiko Bahaya!

Transfer Data Pribadi ke AS Picu Kekhawatiran, Pakar Ingatkan Risiko Bahaya!

0
Transfer Data Pribadi ke AS Picu Kekhawatiran, Pakar Ingatkan Risiko Bahaya! (Foto Ilustrasi, Data Pribadi)

Isu Transfer Data Pribadi ke AS kembali menjadi perhatian setelah munculnya pernyataan bersama antara Indonesia dan Amerika Serikat. Pemerintah menegaskan bahwa kerja sama ini hanya mencakup data-data bersifat komersial, bukan data pribadi masyarakat maupun informasi strategis negara. Penegasan ini muncul guna merespons kekhawatiran publik terhadap potensi penyalahgunaan data pribadi.

Juru Bicara Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Haryo Limanseto, menjelaskan bahwa Transfer Data Pribadi ke AS yang dimaksud dalam dokumen kerja sama lebih mengarah pada data untuk kepentingan bisnis dan bukan data perseorangan yang bersifat sensitif. “Yang dimaksud dalam Joint Statement adalah data komersial. Tidak ada pelibatan data personal atau informasi strategis yang sudah dilindungi oleh peraturan perundang-undangan kita,” ujar Haryo, Kamis (24/7).

Pengawasan Ketat Sesuai Regulasi Data

Lebih lanjut, Haryo menyebutkan bahwa Kementerian Komunikasi dan Digital (Kemkodigi) menjadi instansi teknis yang bertugas merancang detail implementasi dari perjanjian ini, dengan tetap mengacu pada regulasi yang berlaku di dalam negeri.

Sementara itu, pengamat telekomunikasi sekaligus Direktur Eksekutif ICT Institute, Heru Sutadi, mengingatkan agar pemerintah lebih berhati-hati dalam menindaklanjuti kesepakatan tersebut. Menurutnya, data pribadi tak boleh dijadikan bagian dari negosiasi dagang, sebagaimana telah diatur dalam Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP).

“Pengambilan data pribadi wajib berdasarkan persetujuan eksplisit pemiliknya. Itu prinsip dasar yang diatur UU PDP. Kita harus memastikan prinsip resiprokal berlaku jika ada kerja sama data antarnegara,” tegas Heru.

Ia juga menyoroti pentingnya transparansi soal penggunaan data serta perlunya perlindungan yang setara atau lebih tinggi dari negara mitra. Selain itu, Heru mempertanyakan kejelasan definisi dari “data komersial” yang digunakan pemerintah, mengingat dalam dokumen resmi dari pihak AS disebutkan istilah personal data.

“Penggunaan istilah data komersial perlu dikaji ulang, apalagi jika ternyata dalam versi pernyataan AS tercantum data personal. Ini perlu penjelasan dan pengawasan lebih lanjut,” imbuhnya.

Dengan adanya sorotan publik terhadap kerja sama lintas negara ini, pemerintah didorong untuk terus bersikap transparan dan menjamin perlindungan maksimal terhadap data pribadi warga.

Exit mobile version