Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menekankan pentingnya sinergi antarnegara ASEAN dalam memperkokoh fondasi ekonomi kawasan, terutama di tengah ketidakpastian global yang kian meningkat. Hal itu disampaikannya dalam Pertemuan Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral se-ASEAN (AFMGM) yang berlangsung di Kuala Lumpur, Malaysia, pada 9-10 April lalu.
Dengan total Produk Domestik Bruto (PDB) mencapai US$ 3 triliun dan jumlah penduduk lebih dari 650 juta jiwa, Sri Mulyani meyakini ASEAN memiliki kekuatan kolektif yang besar untuk menjaga stabilitas ekonomi kawasan.
Pertemuan ini digelar di tengah memanasnya tensi perdagangan dunia, terutama setelah Presiden AS, Donald Trump, menerapkan kebijakan tarif resiprokal bertajuk “Liberation Day”. Kebijakan tersebut menyasar lebih dari 60 negara yang dianggap menguntungkan diri secara sepihak dalam perdagangan dengan Amerika Serikat.
“Kebijakan ini menghancurkan sistem perdagangan global berbasis aturan yang sudah dibangun sejak era pasca Perang Dunia II, termasuk lembaga seperti WTO dan Bretton Woods yang notabene digagas sendiri oleh AS,” jelas Sri Mulyani.
Ia menambahkan, sistem tersebut dulunya dimaksudkan untuk menciptakan pertumbuhan ekonomi global yang inklusif, namun belakangan justru dianggap menjadi biang relokasi industri manufaktur dari AS ke negara lain serta meningkatnya angka pengangguran di dalam negeri mereka.
Ketidakpastian Global dan Respons ASEAN
Lebih jauh, Sri Mulyani menjelaskan bahwa kebijakan agresif AS memaksa banyak negara untuk melakukan perundingan dagang secara bilateral. China pun tak tinggal diam, merespons dengan tarif tandingan yang kemudian dibalas balik oleh AS melalui kenaikan tarif hingga mencapai 125 persen.
Kondisi ini memunculkan gelombang ketidakpastian besar di level global, dengan risiko tekanan inflasi dan perlambatan ekonomi yang mulai dirasakan banyak negara. Dalam forum tersebut, para menteri keuangan ASEAN menyampaikan kondisi ekonomi masing-masing yang turut terdampak oleh dinamika perdagangan global ini.
Diskusi pun mengerucut pada upaya bersama dalam meredam gejolak, termasuk merancang langkah mitigasi risiko serta pendekatan diplomatik yang bisa ditempuh dalam berhadapan dengan AS.
“ASEAN punya posisi strategis untuk saling menguatkan. Potensi kita sangat besar jika mampu bekerja sama menjaga kestabilan kawasan,” tegas Menkeu Sri Mulyani.
Menanggapi tantangan global tersebut, pemerintah Indonesia tengah mempercepat reformasi struktural melalui deregulasi serta pelonggaran aturan perdagangan dan investasi domestik. Tak hanya itu, diplomasi ekonomi juga terus diperkuat agar Indonesia bisa tetap kompetitif dan aman dari dampak turbulensi eksternal.
Presiden Prabowo Subianto pun telah menginstruksikan jajaran Kabinet Merah Putih untuk menyiapkan kebijakan-kebijakan responsif yang mampu menjaga daya tahan perekonomian nasional dalam menghadapi tekanan dari luar negeri.
“Langkah ini adalah bagian dari amanat konstitusi untuk menjaga ketertiban dunia, demi perdamaian dan keadilan sosial,” tutup Sri Mulyani.