Tren penguatan rupiah diprediksi akan terus berlanjut ke depannya, bahkan nilai tukar dolar AS diperkirakan bisa turun hingga di bawah Rp15.000.
“Penguatan rupiah akan terus berlangsung hingga mencapai di bawah Rp15.000 per dolar AS,” ujar Kepala Riset Saham Bahana Sekuritas, Putera Satria Sambijantoro, dalam wawancara dengan CNBC Indonesia pada Kamis (19/9/2024).
Kondisi ini dipicu oleh langkah Federal Reserve, bank sentral AS, yang telah mengakhiri era suku bunga tinggi. Semalam, The Fed menurunkan suku bunga acuan sebesar 50 basis poin.
Indeks dolar DXY saat ini berada pada ambang penurunan di bawah level 100. Di dalam negeri, Bank Indonesia (BI) juga telah menurunkan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin, menjadi 6%. Keputusan ini mendapat sambutan positif dari investor, karena diharapkan dapat menghidupkan kembali perekonomian yang sedang melambat.
Potensi Penguatan dan Tantangan Rupiah
Andry Asmoro, Kepala Ekonom Bank Mandiri, mengungkapkan hal serupa. Menurutnya, meski ada peluang rupiah menguat hingga di bawah Rp15.000, nilai tukar tersebut dinilai terlalu kuat jika dibandingkan dengan fundamental ekonomi, yang berada pada kisaran Rp15.200 hingga Rp15.400 per dolar AS.
“Level di bawah Rp15.000 terlalu tinggi dibandingkan dengan dasar ekonomi kita, yang lebih seimbang pada kisaran Rp15.200 hingga Rp15.400,” katanya kepada CNBC Indonesia.
Bank Indonesia juga optimistis terhadap penguatan rupiah ke depannya, meskipun tidak menyebutkan nilai tukar tertentu.
“Ke depan, nilai tukar diproyeksikan akan terus menguat, seiring dengan rendahnya inflasi, prospek pertumbuhan ekonomi yang baik, serta komitmen BI dalam menjaga stabilitas ekonomi,” jelas Gubernur BI, Perry Warjiyo, dalam konferensi pers Rabu (18/9/2024).
BI memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2024 akan berada di kisaran 4,7% hingga 5,5%, dengan perkiraan median di 5,1%. Defisit transaksi berjalan (CAD) diproyeksikan berada di rentang 0,1% hingga 0,9% dari Produk Domestik Bruto (PDB) pada akhir tahun. Inflasi juga diperkirakan tetap terkendali sesuai target.
Perry juga menegaskan bahwa BI akan mengoptimalkan seluruh instrumen kebijakan moneter, termasuk strategi yang pro-pasar melalui optimalisasi SRBI, SVBI, dan Sukuk Valas BI, guna mendukung penguatan rupiah serta menarik aliran modal asing.
“Kebijakan ini diambil untuk memperkuat efektivitas dalam mendukung penguatan rupiah secara berkelanjutan,” pungkasnya.