Vicky Prasetyo dan Dede Sunandar, dua figur yang mencalonkan diri melalui Partai Perindo pada Pemilu 2024, harus menghadapi lika-liku dan tantangan yang tidak terduga dalam perjalanan politik mereka.
Vicky Prasetyo memilih untuk mencalonkan diri sebagai anggota legislatif DPR RI dari Dapil Jawa Barat VI, sementara Dede Sunandar berupaya menjadi anggota DPRD Kota/Kabupaten Bekasi dapil Bekasi V.
Namun, seperti yang terungkap dari hasil real count KPU di situs pemilu2024.kpu.go.id, keduanya harus menghadapi kenyataan pahit bahwa suara yang mereka peroleh tidak mencukupi untuk meraih kursi di parlemen.
Meskipun demikian, melihat lebih dekat latar belakang pendidikan keduanya dapat memberikan perspektif yang lebih mendalam tentang perjalanan hidup mereka.
Pendidikan Vicky Prasetyo
Vicky Prasetyo, lulusan SMA Negeri 2 Cikarang Utara dengan jurusan IPS pada tahun 2001, memiliki catatan pendidikan yang menarik. Meski pernah mengklaim sebagai lulusan S3 Amerika Serikat, klaim tersebut telah dibantah oleh ibunya, Emma Fauziyah alias Nelly.
Nelly mengakui bahwa dia kurang mengetahui detail pendidikan Vicky setelah lulus SMA karena hanya mengawasinya selama SMA. Meski Vicky pernah kuliah, tempat kuliahnya tidak jelas, dan ibunya hanya mengetahui bahwa Vicky pernah kuliah di Universitas Krisnadwipayana (Unkris) di Bekasi.
Sayangnya, tidak ada informasi pasti apakah Vicky menyelesaikan pendidikan S1-nya.
Pendidikan Dede Sunandar
Dede Sunandar, lulusan SMA, menghadapi perjalanan pendidikan yang berbeda. Ia tidak melanjutkan ke perguruan tinggi dan bahkan tidak menyelesaikan pendidikan menengahnya. Dede mengambil paket C untuk menyelesaikan sekolahnya dan memulai karirnya sebagai cleaning service di Trans 7.
Meskipun awalnya berjalan sulit, nasib baik mulai berpihak pada Dede ketika dia diajak untuk ikut syuting dan gaya humornya membuatnya terkenal. Kendati menghadapi kesulitan keuangan selama pandemi Covid, Dede nekat mencalonkan diri di Pemilihan DPRD Kota Bekasi pada Pemilu 2024.
Demi modal kampanye, Dede menjual dua mobil pribadinya dan mengeluarkan uang pribadi untuk mendukung kampanyenya. Namun, sayangnya, Dede hanya berhasil meraih 11 suara dalam real count.
Meskipun keduanya tidak berhasil dalam pemilihan, perjalanan politik dan pendidikan keduanya memberikan gambaran yang menarik tentang tantangan dan pengalaman yang dihadapi oleh para kandidat.
Ini juga menjadi pengingat bahwa keberhasilan politik tidak selalu tergantung pada latar belakang pendidikan formal, tetapi juga pada keterlibatan dan dukungan masyarakat.