Semarang – Batik dengan pewarna alam asal Semarang, siPutri mendunia. Batik yang diproduksi salah satu usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) di Kota Semarang sukses menembus pasar internasional di tengah ketatnya persaingan usaha.
“Kami pernah kirim ke Singapura, Kanada, Jerman, sampai Dubai. Mereka (konsumen luar negeri, red.) memang lebih tertarik dengan warna alami,” kata Pemilik Batik siPutri Putri Merdekawati di Semarang, Jawa Tengah, Kamis (19/1).
Putri menjelaskan produk batik yang dibuatnya memang berbeda dari batik biasanya, sebab proses produksi dan pascaproduksi benar-benar diupayakan tidak mencemari lingkungan, salah satunya menggunakan bahan pewarna alam.
Bahan pewarna alam didapat jebolan Magister Pertanian UNS Surakarta itu dari berbagai tanaman, seperti daun ketapang untuk warna hijau kekuningan, kayu tingi (coklat), kulit buah jolawe (hijau), sampai mahoni.
“Limbah cairnya disaring lagi minimal bisa untuk menyiram bunga, limbah padat dari sisa rebusan daun dan kayu dibikin pupuk, sampai sisa kain kami olah lagi jadi masker, tas, dan sebagainya,” katanya.
Dari awal produksi, Putri selalu menyediakan tas pembungkus yang terbuat dari kertas daur ulang, bukan dari plastik, demikian juga kancing baju dibikin dari batok kelapa tanpa di-“finishing”.
Untuk konsumen dalam negeri, kata dia, sebenarnya juga banyak, tetapi biasanya mereka yang tidak menyukai batik dengan warna mencolok karena warna-warna dari bahan alam memang lebih lembut.
Diakui Putri, transformasi digital saat ini memang membuat kalangan UMKM diuntungkan karena pemasaran produk tidak lagi bersifat fisik dengan memajangnya di toko, namun sudah bersifat “online”.
“Memang untuk fisik masih perlu, saya ada tiga outlet kerja sama. Namun, lebih banyak memang dari ‘online’ ya. Pelanggan saya dari luar negeri itu juga lewat ‘online’ dapatnya, selain dari pameran,” katanya.
Ibu satu putri itu juga bergabung dengan Rumah BUMN Semarang yang berada di bawah naungan Bank BRI sebagai fasilitator bagi kalangan UMKM di Kota Atlas melalui berbagai pelatihan.
Dengan keberadaan Rumah BUMN Semarang, Putri memanfaatkan berbagai pelatihan yang digelar, mulai pelatihan ekspor impor, pelatihan literasi keuangan, hingga pemasaran digital.
“Begini, pandemi kemarin itu benar-benar membuat usaha terpuruk, omzet saya sampai turun 80 persen. Pelan-pelan, kami berusaha bangkit ya lewat pemasaran digital ini, pasar ‘online’,” katanya.