Saat ini properti yang nilainya di bawah satu miliar rupiah lebih diminati oleh pasar Indonesia khususnya segmen milenial. Menurut pengamat properti yang juga pendiri Panangian School of Property, Panangian Simanungkalit, orientasi pengembang tahun ini mengarah kepada pembangunan produk properti yang bisa dijangkau oleh pasar generasi milenial. Apalagi segmen ini berpotensi untuk terus tumbuh hingga sepuluh tahun mendatang.
“Daya beli kelompok milenial didukung oleh orang tua mereka yang sudah mapan secara ekonomi. Kemampuan mereka sendiri dalam membeli properti hanya berkisar antara 500 juta hingga satu miliar. Namun jumlah penduduk dari segmentasi ini akan terus bertambah secara signifikan karena adanya bonus demografi sehingga berpengaruh terhadap industri ini,” tuturnya.
Panangian menegaskan bahwa pasar milenial adalah potential market yang akan terus meningkat hingga mencapai puncaknya pada tahun 2030. Bank-bank pemberi kredit perumahan pun saat ini telah membuka diri agar bisa diakses oleh generasi ini.
“Salah satu bank pemerintah telah serius menggarap kredit perumahan untuk segmen pasar ini,” ungkapnya.
Salah satunya bank BRI Syariah yang telah memiliki 60% (sekitar 2 juta) nasabahnya generasi milenial dengan umur 20-35 tahun.
Industri Kreatif
Meningkatnya jumlah milenial dalam membeli properti turut mempengaruhi pertumbuhan industri kreatif subsektor arsitektur dan interior. Salah satu pemain industri kreatif lokal di subsektor ini adalah Velospace & Co yang memiliki portofolio mulai dari hunian rumah, apartemen, ritel, perkantoran, hingga pergudangan.
Menurut Verik Angerik, pendiri Velospace, keterbatasan lahan untuk rumah di bawah satu miliar rupiah tidak membuat segmen ini mengabaikan nilai-nilai estetika dalam unsur arsitekturnya.
“Misalnya pemilihan warna dinding, sangat berpengaruh terhadap estetika ruangan dengan luasan terbatas karena dapat mempengaruhi psikologis penghuninya. Selain itu efisiensi ruangan juga menjadi fokus yang diperhatikan saat menata produk-produk hunian berukuran terbatas,” ujarnya berbagi tips.
Menurut Verik, pasar milenial lebih melihat pada ide dan keunikan sebuah desain properti, meski soal harga bergantung dari daya beli masing-masing.
“”Saat ini, rumah di bawah satu miliar cenderung memiliki luas terbatas sehingga seolah-olah tidak bisa dikreasikan dengan konsep interior yang menarik,” tuturnya.
Verik menambahkan, kebutuhan akan jasa arsitek dan desain interior juga meningkat seiring dengan bertumbuhnya permintaan residensial high-end, perkantoran, perhotelan, hingga ritel atau ruang usaha.
“Tidak saja karena kebutuhan millennial, secara umum, permintaan produk turunan properti lainnya juga mempengauhi pertumbuhan permintaan jasa industri kreatif seperti arsitektur dan interior. Ini yang kami rasakan sejak dua tahun terakhir.”
Meski pemain subsektor ini cukup banyak yang merupakan pemain asing, ungkap Verik, namun secara kualitas, arsitek dan desainer lokal tidak kalah dengan penyedia jasa dari luar.
“Kita memiliki daya saing yang cukup tinggi. Soal kreativitas, Indonesia punya banyak talent-talent di industri kreatif. Dan tahun ini bisa menjadi momentum untuk kita para pemain sub sektor ini untuk semakin solid,” sarannya.