Pemerintah memastikan bahwa rencana impor sejumlah komoditas pangan dari Amerika Serikat, seperti gandum dan kedelai, tidak akan menghambat program swasembada pangan nasional. Kebijakan ini diklaim hanya merupakan upaya diversifikasi pasokan, bukan peningkatan volume impor yang bisa berdampak negatif pada produksi dalam negeri.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, dalam konferensi pers daring pada Jumat (18/4/2025), menegaskan bahwa pengadaan bahan pangan tersebut dari AS bukanlah hal baru. Indonesia, menurutnya, memang telah lama mengandalkan impor untuk komoditas tertentu, terutama yang belum bisa dipenuhi secara optimal dari dalam negeri.
“Kita tetap melakukan impor, salah satunya dari Amerika Serikat untuk komoditas seperti gandum, kedelai, dan susu kedelai. Tapi ini bukan peningkatan volume. Ini hanya pengalihan sumber karena kebutuhan itu memang sudah lama dipenuhi melalui impor,” jelas Airlangga.
Perkuat Rantai Pasok dan Kendalikan Volatilitas Harga
Selain soal diversifikasi, langkah ini juga bertujuan menjaga stabilitas pasokan di tengah fluktuasi harga pangan global. Situasi geopolitik dunia dan perubahan iklim yang berdampak pada produksi pangan global menjadi alasan penting pemerintah melakukan penyesuaian sumber impor.
“Selama ini kita mengimpor bahan serupa tidak hanya dari Amerika Serikat, tapi juga dari Australia, Ukraina, dan negara lainnya. Jadi ini hanya penyesuaian logistik dalam menjaga kontinuitas pasokan nasional,” lanjut Airlangga.
Dari sisi kebutuhan nasional, Indonesia masih sangat bergantung pada gandum impor karena tanaman ini tidak tumbuh optimal di iklim tropis. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa impor gandum Indonesia pada tahun 2024 mencapai lebih dari 10 juta ton, menjadikannya salah satu komoditas impor pangan terbesar.
Untuk kedelai, meskipun produksi dalam negeri mengalami kenaikan dalam beberapa tahun terakhir, pasokan lokal belum mencukupi kebutuhan industri pengolahan makanan seperti tahu dan tempe. Kementerian Pertanian sendiri menargetkan swasembada kedelai tercapai secara bertahap hingga 2028.
Langkah impor selektif ini pun dinilai strategis oleh sejumlah pengamat. Menurut analis pangan dari INDEF, kebijakan diversifikasi impor dari negara-negara yang memiliki keunggulan logistik atau harga lebih kompetitif justru bisa membantu menjaga stabilitas harga di tingkat konsumen.
Dengan kebijakan ini, pemerintah menegaskan bahwa upaya menjaga swasembada tetap berjalan seiring dengan strategi adaptif terhadap dinamika global. Impor tetap dilakukan secara hati-hati agar tidak mengganggu pertumbuhan sektor pertanian dalam negeri.