Harga minyak mentah global mencatat tren penurunan setelah Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, mengeluarkan pernyataan yang menyerukan agar OPEC menurunkan harga minyak. Pada perdagangan Senin (27/1/2025) pukul 09.33 WIB, harga minyak Brent tercatat turun 1,18% menjadi USD 77,57 per barel. Sementara itu, minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) juga melemah 1,2% ke posisi USD 73,76 per barel dibandingkan penutupan sebelumnya pada Jumat (24/1/2025).
Menurut laporan Reuters, pernyataan Trump mendorong langkah-langkah baru untuk meningkatkan produksi minyak dan gas domestik AS. Trump juga kembali menekan Organisasi Negara-Negara Pengekspor Minyak (OPEC) untuk memangkas harga minyak guna menekan keuangan Rusia sekaligus mempercepat upaya mengakhiri konflik di Ukraina.
Seruan Trump untuk Menurunkan Harga Minyak
Dalam pernyataannya, Trump menyebut bahwa menurunkan harga minyak adalah salah satu cara efektif untuk menghentikan perang di Ukraina. “Jika OPEC berhenti menghasilkan keuntungan besar dan menurunkan harga minyak, perang ini akan segera berakhir,” ujar Trump. Selain itu, ia juga mengancam akan memberlakukan tarif dan sanksi tambahan terhadap Rusia dan negara-negara lain yang terlibat jika solusi perdamaian tidak segera tercapai.
Namun, OPEC+—yang melibatkan Rusia sebagai sekutu—belum memberikan respons atas tekanan tersebut. Sejumlah delegasi OPEC+ mengacu pada rencana yang telah dirancang sebelumnya untuk meningkatkan produksi minyak mulai April 2025.
Analisis dan Dampak Pasar
Analis dari Goldman Sachs menyebutkan bahwa dampak sanksi terhadap Rusia cenderung terbatas. Hal ini disebabkan tarif pengiriman yang tinggi telah mendorong penggunaan kapal non-sanksi untuk mengangkut minyak Rusia, sementara diskon harga minyak Rusia semakin menarik pembeli sensitif harga.
“Prioritas utama sanksi adalah menekan pendapatan minyak Rusia, bukan mengurangi volume produksi. Dengan demikian, kebijakan Barat kemungkinan akan memaksimalkan diskon pada minyak Rusia,” ungkap Goldman Sachs dalam catatannya.
Sementara itu, analis JP Morgan mengingatkan bahwa premi risiko tetap relevan, mengingat sekitar 20% armada Aframax global saat ini terpengaruh oleh sanksi. “Penerapan sanksi pada sektor energi Rusia dapat bergerak ke berbagai arah, sehingga risiko ini tidak bisa diabaikan,” tulis mereka.
Tantangan Baru dari Kolombia
Gangguan tambahan pada perdagangan minyak diprediksi setelah Trump mengumumkan langkah balasan terhadap Kolombia. Keputusan ini diambil menyusul penolakan Kolombia atas dua pesawat militer AS yang mengangkut migran yang dideportasi.
Kolombia merupakan salah satu eksportir minyak mentah terbesar ke AS, dengan pengiriman rata-rata 183.000 barel per hari pada 2024. Namun, langkah sanksi dan tarif yang direncanakan AS berpotensi mengganggu rantai pasokan, memperburuk kondisi pasar yang sudah tertekan.
Meski demikian, dinamika ini menegaskan peran penting strategi politik dalam memengaruhi harga energi global. Para analis dan pelaku pasar terus memantau perkembangan terbaru untuk menilai dampaknya terhadap pasokan dan harga minyak dunia.