Top Mortar Gak Takut Hujan
Home Bisnis Kenapa Shell Indonesia Menyerah di Pasar BBM? Simak Penjelasannya

Kenapa Shell Indonesia Menyerah di Pasar BBM? Simak Penjelasannya

0
Kenapa Shell Indonesia Menyerah di Pasar BBM? Simak Penjelasannya (Ilustrasi Foto)

Shell Indonesia disebut akan menghentikan operasional seluruh stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) di Indonesia. Langkah ini dilaporkan terkait dengan akuisisi kilang Shell di Singapura oleh PT Chandra Asri Pacific Tbk (TPIA) melalui kolaborasi dengan Glencore.

Ketua Komite Investasi Asosiasi Perusahaan Minyak dan Gas Nasional (Aspermigas), Moshe Rizal, mengungkapkan bahwa performa bisnis SPBU Shell Indonesia terus menurun. Salah satu penyebabnya adalah penjualan kilang bersejarah Shell di Singapura kepada TPIA dan Glencore.

Selain itu, Moshe menilai bahwa sektor hilir minyak dan gas bumi di Indonesia semakin kompetitif, terutama untuk pemain asing. Pertamina, dengan dukungan pemerintah, memiliki dominasi besar melalui produk BBM bersubsidi, yang menjadikannya pemimpin pasar dengan penguasaan hingga 90%.

“SPBU di Indonesia memang didominasi Pertamina. Jadi, Shell sulit berkembang. Pemerintah lebih merujuk ke Pertamina, terutama untuk BBM bersubsidi, sehingga pangsa pasar Pertamina mendominasi,” ungkap Moshe pada Sabtu (23/11/2024).

Ia juga menambahkan bahwa kualitas BBM Pertamina terus meningkat, sehingga membuat daya saing SPBU asing seperti Shell semakin berkurang. Jika dibandingkan beberapa tahun lalu, performa BBM Shell memang lebih unggul, tetapi situasi tersebut kini telah berubah.

Strategi Global Shell: Fokus pada Upstream dan Pengurangan Emisi

Secara global, Shell Plc memang tengah merestrukturisasi bisnisnya. Perusahaan ini berencana mengurangi operasional di sektor hilir (downstream) migas, khususnya di Asia Tenggara, dan lebih memprioritaskan sektor hulu (upstream).

Moshe menjelaskan bahwa Shell juga sedang fokus mengurangi intensitas emisi karbon dioksida (CO2) dari produksi minyak. Sebagai bagian dari Oil and Gas Climate Initiative (OGCI), Shell menargetkan pengurangan emisi CO2 per barrel equivalent dari 5 ton menjadi 2,5 ton.

Namun, langkah ini lebih menekankan efisiensi emisi per barrel dibandingkan pengurangan total emisi. “Mereka mengklaim ingin menurunkan emisi, tapi produksi terus meningkat karena permintaan downstream tinggi. Oleh sebab itu, fokus mereka beralih ke upstream yang margin keuntungannya lebih besar,” tutur Moshe.

Respons Shell Indonesia terhadap Rumor Penutupan

Vice President Corporate Relations Shell Indonesia, Susi Hutapea, tidak mengonfirmasi maupun menyangkal kabar ini. “Kami tidak dapat berkomentar atas spekulasi yang beredar di pasar,” ujarnya kepada Bloomberg Technoz.

Sebagai informasi, Shell Indonesia telah menutup 9 SPBU di Sumatra Utara sejak Juni 2024. Sebelum penutupan ini, Shell mengoperasikan 215 SPBU di berbagai wilayah, seperti DKI Jakarta, Banten, Jawa Barat, Jawa Timur, dan Sumatra Utara.

Managing Director Mobility Shell Indonesia, Ingrid Siburian, menyebutkan bahwa langkah ini sejalan dengan strategi global Shell untuk menciptakan produk bernilai tambah dengan emisi rendah. Shell juga memprioritaskan efisiensi dan kinerja bisnis.

Di tingkat global, Shell Plc berencana menutup hingga 1.000 SPBU sebelum 2025. Penutupan ini beriringan dengan meningkatnya permintaan untuk stasiun pengisian kendaraan listrik umum (SPKLU). Dalam laporan Energy Transition Strategy 2024, Shell mengungkapkan rencana divestasi 500 SPBU setiap tahun pada 2024 dan 2025.

Dengan perubahan besar ini, fokus Shell ke depan akan semakin mengarah pada inovasi teknologi rendah emisi dan eksplorasi sumber daya yang lebih efisien.

Exit mobile version