Presiden Joko Widodo telah meresmikan model kawasan tambak budi daya ikan nila salin di Balai Layanan Usaha Produksi Perikanan Budidaya (BLUPPB) Desa Pusakajaya Utara, Karawang, Jawa Barat, pada hari Rabu, 8 Mei 2024. Dalam pidatonya, Presiden menyoroti potensi besar tambak yang telah lama tidak dimanfaatkan di sepanjang pantai utara Jawa (pantura).
“Dalam laporan dari Menteri KKP, saya diberitahu tentang tambak udang di pantura yang sudah lama kosong, tidak digunakan, di mana terdapat 78 ribu hektare tambak yang tidak beraktivitas, mulai dari Serang hingga Banyuwangi, meliputi wilayah Banten, Jawa Tengah, dan Jawa Timur,” ujar Presiden.
Ubah Tambak Udang Kosong Menjadi Produsen Ikan Nila Salin
Presiden menekankan pentingnya memanfaatkan potensi tersebut dengan mengubah tambak udang yang tidak produktif menjadi tambak ikan nila. Ia juga memberikan apresiasi kepada Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) yang telah membuat model untuk memperkirakan manfaat yang akan dihasilkan.
“Saya setuju bahwa model harus dibuat terlebih dahulu. Jika perhitungannya tepat, seperti yang dilaporkan kepada saya bahwa produksi per hektare bisa meningkat dari 0,6 ton menjadi lebih dari 80 ton, ini akan membuka banyak lapangan kerja,” ungkap Presiden.
Diperkirakan diperlukan anggaran sekitar Rp13 triliun untuk mengembangkan kawasan tambak tersebut. Meskipun begitu, Presiden yakin bahwa investasi tersebut akan memberikan dampak besar dalam menggerakkan ekonomi lokal dan menciptakan lapangan kerja yang luas.
“Anggaran Rp13 triliun bukanlah jumlah yang kecil. Saya akan memperhatikan proyek ini, dan jika memang layak, saya akan memasukkannya dalam APBN 2025 atau 2026. Saya akan mendorong pemerintah berikutnya untuk mewujudkan rencana besar ini,” ucap Presiden.
Dengan peresmian ini, diharapkan kawasan tambak yang sudah lama terbengkalai dapat kembali menjadi sumber daya yang produktif dan mendukung pertumbuhan ekonomi serta kesejahteraan masyarakat setempat.
Menteri KKP Memperkirakan Tambak Tersebut Bisa Memproduksi 4 juta ton Per Tahun!
Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono menyatakan bahwa tambak tersebut diperkirakan dapat memproduksi 4 juta ton per tahun.
“Ikhtisar proyek ini menunjukkan bahwa produksi mencapai 7.020 ton/tahun atau senilai Rp196,5 miliar dengan harga jual Rp28 ribu per kilogram,” kata Menteri Trenggono.
Produksi ini diharapkan terus meningkat hingga mencapai 10.000 ton per tahun. Hasil produksi akan mendukung industrialisasi ikan nila di Indonesia dan diekspor sebagai produk olahan ikan fillet.
Menteri Trenggono menjelaskan bahwa budidaya nila salin di BINS menggunakan teknologi modern, termasuk mesin pakan otomatis, sistem kincir, dan alat pengukur kualitas air berbasis IOT dan tenaga surya. Tambak juga dilengkapi dengan instalasi pengelolaan air limbah (IPAL) yang ramah lingkungan. Investasi total yang dilakukan KKP mencapai Rp46,6 miliar.
BINS diakui sebagai terobosan dalam budidaya ikan nila di darat, menggantikan praktik budidaya di keramba jaring apung yang tidak ramah lingkungan.
Diharapkan, BINS juga dapat menjadi solusi bagi tambak udang yang tidak optimal. KKP berencana untuk memanfaatkan tambak udang idle di Pantura Jawa, mengubahnya menjadi tambak budidaya nila salin. Budidaya nila salin dinilai lebih produktif dibandingkan dengan tambak udang tradisional.
“Ikan nila salin memiliki keunggulan karena tahan terhadap kondisi lingkungan di Pantai Utara Jawa, teknologinya mudah diterapkan, dan memiliki pasar yang luas baik di dalam negeri maupun internasional,” tambah Menteri Trenggono.