Top Mortar Gak Takut Hujan
Home Bisnis Dampak Larangan Iklan Tembakau Terhadap Industri Periklanan: Analisis Kontribusi dan Potensi Kerugian

Dampak Larangan Iklan Tembakau Terhadap Industri Periklanan: Analisis Kontribusi dan Potensi Kerugian

0
Dampak Larangan Iklan Tembakau Terhadap Industri Periklanan: Analisis Kontribusi dan Potensi Kerugian

Kontribusi Industri Hasil Tembakau (IHT) terhadap sektor periklanan dan kreatif nasional, khususnya di sektor televisi, dinilai memiliki dampak yang signifikan. Beberapa asosiasi industri periklanan dan media kreatif dengan tegas menentang pasal-pasal terkait tembakau dalam Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Kesehatan, termasuk larangan terhadap iklan, promosi, dan sponsorship produk tembakau yang diusulkan oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes).

Ketua Asosiasi Televisi Swasta Indonesia (ATVSI), Syafril Nasution, menyatakan bahwa larangan terhadap iklan produk tembakau akan berdampak signifikan karena iklan ini menyumbang sekitar 10-15% dari total pendapatan iklan.

Menurut data TV Audience Measurement Nielsen, nilai iklan produk tembakau mencapai lebih dari Rp9 triliun dan termasuk dalam 10 besar kontributor belanja iklan media terbesar di Indonesia.

Ancaman Bagi Industri Pertelevisian

Pelarangan iklan, promosi, dan sponsorship produk tembakau, bersama dengan pengetatan jam tayang iklan, dipandang sebagai ancaman terhadap kelangsungan industri pertelevisian. Syafril juga menyoroti potensi dampak negatif pada tenaga kerja yang terlibat dalam industri ini.

Menurut data Kemenparekraf 2021, industri kreatif nasional telah menyerap lebih dari 725 ribu tenaga kerja secara langsung, sementara multisektor di industri kreatif secara umum mempekerjakan sedikitnya 19,1 juta tenaga kerja.

Meskipun masih ada ruang iklan untuk produk tembakau di industri pertelevisian, batas waktunya sangat terbatas, yaitu dari jam 21.30 – 05.00 menjadi jam 23.00 – 03.00. Hal ini dianggap setara dengan melarang total iklan produk tembakau.

Ketua Umum Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia (P3I), Janoe Arijanto, juga menegaskan bahwa pengetatan jam tayang iklan rokok akan memberatkan perusahaan jasa periklanan. Waktu tayang iklan yang diusulkan hanya pada jam ‘hantu’, di mana sedikit orang yang melihatnya.

Penolakan terhadap pasal-pasal terkait tembakau dalam RPP Kesehatan oleh ATVSI dan P3I mendapatkan dukungan dari seluruh pelaku industri kreatif yang tergabung dalam Sekretariat Bersama Asosiasi di Bidang Jasa Periklanan, Media Penerbitan, dan Penyiaran. Sekretariat Bersama ini, yang terdiri dari P3I, ATVSI, APPINA, IDA, AMLI, dan IRPII, telah mengirimkan surat penolakan kepada Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin.

Surat tersebut menekankan bahwa rencana pelarangan total iklan produk tembakau dalam pasal pengamanan zat adiktif di RPP Kesehatan akan mengurangi pendapatan industri kreatif secara langsung, termasuk sektor hiburan, periklanan, dan media yang mengandalkan pemasukan dari iklan dan promosi produk tembakau, seperti TV, digital, dan media luar ruang.

Exit mobile version