Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mengungkapkan tantangan dalam industri pengolahan susu di Indonesia yang mengakibatkan ketergantungan pada impor bahan baku. Direktur Jenderal Industri Agro Kemenperin, Putu Juli Ardika, mengungkapkan bahwa peternakan sapi di dalam negeri hanya mampu memenuhi 20 persen kebutuhan susu segar dalam negeri (SSDN).
Dengan demikian, sekitar 80 persen kebutuhan SSDN di Indonesia masih bergantung pada impor susu dari negara-negara pengekspor. “Saat ini, hanya tersedia 20 persen pasokan bahan baku susu dalam negeri,” kata Putu dalam siaran pers pada Senin (10/7/2023).
Menurut data yang dihimpun oleh Badan Pusat Statistik (BPS), tingkat konsumsi susu per kapita di Indonesia pada tahun 2021 hanya mencapai 16,27 kg per kapita per tahun, di bawah rata-rata negara-negara di Asia Tenggara. Selain itu, BPS juga mencatat bahwa pada tahun 2022, kebutuhan susu nasional mencapai 4,4 juta ton, sedangkan produksi SSDN hanya mencapai 968.980 ton.
“Kondisi peternakan susu nasional saat ini membutuhkan perhatian karena susu merupakan sumber nutrisi yang penting bagi tubuh manusia,” tambah Putu. Lebih lanjut, Putu menjelaskan beberapa tantangan yang dihadapi sektor peternakan sapi perah di Indonesia yang menyebabkan belum terpenuhinya kebutuhan susu dalam negeri secara keseluruhan.
Beberapa tantangan industri tersebut termasuk skala kepemilikan sapi yang kecil, keterbatasan lahan, biaya perawatan dan pembesaran sapi perah yang tinggi. Selain itu, Putu juga menyoroti kurangnya pengetahuan dan pemahaman masyarakat Indonesia tentang praktik peternakan sapi perah yang baik, yang berkontribusi pada rendahnya minat generasi muda dalam bidang ini.
“Usia rata-rata peternak sapi perah di Indonesia adalah 56 tahun,” kata Putu. Hal ini mencerminkan bahwa generasi muda tidak melihat peternakan sapi perah sebagai pekerjaan yang menjanjikan. Terlebih lagi, Indonesia juga menghadapi wabah penyakit kuku dan mulut (PMK) yang melanda lebih dari 538.000 ternak di 17 provinsi tahun lalu.
“Dari 538.000 ternak yang terkena wabah PMK tersebut, sekitar 72.000 di antaranya adalah sapi perah,” jelas Putu. Meskipun demikian, Putu juga menyampaikan bahwa pemerintah saat ini sedang berupaya memulihkan populasi sapi perah yang mengalami penurunan akibat wabah PMK tersebut.