Jakarta – Sektor industri pangan telah memberikan kontribusi yang signifikan bagi perekonomian nasional karena itu Kementerian Perindustrian pacu diversifikasi produk pangan.
Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita menyebutkan, subsektor industri pangan menyokong sebesar 38,38% terhadap PDB industri pengolahan nonmigas pada triwulan II tahun 2022. Selain itu, subsektor industri pangan turut andil besar pada capaian nilai ekspor nasional, dengan menembus angka USD21,35 miliar.
“Data tersebut menunjukkan kinerja sektor industri pangan sudah cukup baik, yang juga telah mampu memberikan surplus neraca perdagangan sebesar USD12,95 miliar,” ungkap Menoerin di Jakarta (23/8). Lima komoditas ekspor dari industri pangan Indonesia adalah minyak kelapa sawit, bungkil sawit, margarin, minyak kelapa, dan udang beku.
Berikutnya, industri pangan merupakan subsektor yang menempati peringkat kedua dalam memberikan kontribusi terbesar terhadap investasi industri nonmigas pada triwulan II-2022, dengan capaian Rp22,42 triliun. “Peningkatan kinerja industri khususnya pada subsektor pangan ini patut kita syukuri dan perlu dipertahankan dan ditingkatkan lagi, dengan tetap mewaspadai di tengah adanya ancaman krisis pangan dunia,” imbuhnya.
Adapun investasi terbesar di sektor pangan, antara lain meliputi industri roti, tepung dan kelapa sawit. Untuk penyerapan tenaga kerja, jumlah pekerja di sektor industri pangan sebanyak 5,21 juta orang atau berkontribusi 20,87% dari total tenaga kerja sektor industri pengolahan nonmigas yang mencapai 18,64 juta orang.
Sedangkan, untuk subsektor IKM pangan terdapat 1,68 juta unit usaha yang memberikan kontribusi sebesar 1,33% terhadap PDB nasional pada triwulan II-2022. “Semua provinsi di Indonesia memiliki sentra IKM pangan, dengan jumlah keseluruhan mencapai 4.107 sentra IKM dengan total 155.605 unit usaha yang menyerap tenaga kerja sebanyak 431.830 orang,” tutur Agus.
Untuk pengembangan dan peningkatan daya saing IKM pangan, Kemenperin telah menjalankan berbagai program melalui pendekatan sentra IKM. “Pada sentra IKM, para pelaku IKM di dalamnya memiliki kesamaan untuk kebutuhan bahan baku, karakteristik proses produksi, kebutuhan sumber daya manusia, maka bentuk intervensi yang dilakukan pemerintah akan memberi dampak lebih signifikan pada para pelaku IKM yang terhubung dengan sentra IKM tersebut,” paparnya.
Hal itu membentuk ekosistem sentra IKM yang terdiri dari para pelaku IKM, sektor hulu, pemasaran dan juga pengurus di lokasi sentra tersebut. “Dengan memperhatikan karakteristik dari bahan baku yang ada, intervensi yang dilakukan Kemenperin meliputi penguatan kelembagaan sentraIKM dan pemetaan lokasi sentra IKM,” ujar Agus.
Lebuh lanjut, Kemenperin juga melakukan dukungan teknis pengembangan sentra IKM melalui upaya pemanfaatan teknologi untuk kesiapan bahan baku, branding hilirisasi produk, manajemen usaha IKM, sistem mutu, teknis produksi, kemasan dan traceability termasuk dukungan industri 4.0 di sentra IKM. “Kami juga memfasilitasi perluasan akses pasar melaluilink and matchdengan mempertemukan pelaku IKM dengan eksportir, industri besar, retail maupun Horeka,” tandasnya.
Menperin menegaskan, dalam menjalankan upaya-upaya tersebut, perlu ada sinergi dengan lembaga litbang, perguruan tinggi, asosiasi industri dan para pemangku kepentingan lainnya. Tujuannya untuk meningkatkan keberhasilan dari jaminan mutu produk dan akses pasar.
Secara khusus, pada tahun ini, beberapa program kegiatan yang telah dilakukan oleh Direktorat Jenderal Industri Kecil, Menengah dan Aneka (IKMA) dalam upaya pengembangan sentra IKM berbasis bahan pangan lokal, di antaranya adalah peningkatan nilai tambah komoditas bahan pangan lokal pada sentra penghasil.
Selanjutnya, bimbingan, pendampingan dan sertifikasi HACCP terhadap empat pelaku IKM penghasil tepung mocaf dan tepung porang. Ada pula pendampingan teknis dan bisnis dari tenaga ahli, pengembangan jaringan (bahan baku dan pasar), serta sertifikasi sistem keamanan pangan terhadap delapan IKM.
“Kami juga melakukan promosi dalam rangka peningkatan pasar melalui pameran dalam negeri,marketplacelokal dan global, kemudian peningkatan teknologi dan kapasitas produksimelalui program restrukturisasi mesin dan peralatan, serta kemitraan IKM pangan binaandengan hotel, restoran dan kafe (Horeka),” papar Direaktur Jendera IKMA Kemenperin, Reni Yanita.
Dirjen Industri Agro Kemenperin, Putu Juli Ardika menyampaikan, terdapat tujuh komoditas utama yang menjadi bahan baku industri pangan, yaitu tepung terigu, gula, jagung, perikanan, minyak goreng, daging unggas, daging sapi, dan beras. “Saat ini, secara stok masih aman,” ungkapnya.
Untuk diversifikasi produk olahan pangan, Indonesia memiliki keragaman hayati, antara lain potensi tepung singkong, porang, sorgum, sagu, ganyong, hanjeli, hotong, pisang, sukun, talas, ubi jalar, dan lainnya. “Contohnya tepung porang menjadi mi dan beras shirataki,” ujar Putu.