Penerimaan PPN DN Rp48,1 Triliun di Februari, Sinyal Pemulihan atau Pelemahan?

0
11
Penerimaan PPN DN Rp48,1 Triliun di Februari, Sinyal Pemulihan atau Pelemahan?
Penerimaan PPN DN Rp48,1 Triliun di Februari, Sinyal Pemulihan atau Pelemahan? (Foto Ilustrasi)
Pojok Bisnis

Penerimaan Pajak Pertambahan Nilai Dalam Negeri (PPN DN) pada dua bulan pertama tahun 2025 tercatat mengalami penurunan. Berdasarkan data Kementerian Keuangan, realisasi PPN DN periode Januari-Februari 2025 mencapai Rp102,5 triliun, turun 9,53% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang sebesar Rp113,3 triliun.

Wakil Menteri Keuangan Anggito Abimanyu mengungkapkan, tren penurunan ini terlihat dari realisasi Februari 2025 sebesar Rp48,1 triliun, lebih rendah dibanding Januari 2025 (Rp54,4 triliun) dan Desember 2024 (Rp95,4 triliun). Meski demikian, Anggito menegaskan bahwa penurunan di awal tahun merupakan pola normal yang terjadi setiap periode.

“Setiap awal tahun, penerimaan PPN DN memang cenderung turun dibanding akhir tahun sebelumnya. Ini pola musiman yang wajar,” jelas Anggito dalam konferensi pers APBN di Jakarta, Jumat (14/3/2025).

Faktor Relaksasi dan Sinyal Positif Sektor Otomotif

Anggito menyebutkan, penurunan tahun ini juga dipengaruhi kebijakan relaksasi pembayaran PPN DN selama 10 hari, yang memungkinkan pembayaran pajak Januari dilakukan hingga 10 Maret 2025. Jika faktor ini diperhitungkan, rata-rata penerimaan PPN DN periode Desember 2024-Februari 2025 justru naik menjadi Rp69,5 triliun, lebih tinggi dari rata-rata Rp64,2 triliun di periode sama tahun sebelumnya.

PT Mitra Mortar indonesia

Ia juga menyoroti pertumbuhan positif penjualan kendaraan sebagai indikator optimisme. Data Februari 2025 menunjukkan penjualan sepeda motor naik 4% dan mobil 2,2% secara tahunan. “Pertumbuhan ini sejalan dengan peningkatan PMI manufaktur dan Indeks Kepercayaan Industri (IKI), yang menandakan pemulihan sektor riil,” tambahnya.

Ekonom Soroti Daya Beli yang Melemah

Di sisi lain, sejumlah ekonom menilai penurunan PPN DN mencerminkan pelemahan daya beli masyarakat. Arif, mantan staf khusus presiden bidang ekonomi, menjelaskan bahwa PPN DN berkaitan erat dengan konsumsi rumah tangga. “Penurunan PPN DN menunjukkan konsumsi sedang lesu. Ini juga bisa berdampak pada penerimaan PPh Badan dan menggambarkan tekanan di sektor ketenagakerjaan,” ujarnya.

Arif menegaskan, meski ada pertumbuhan di sektor otomotif, hal tersebut belum tentu mewakili kondisi keseluruhan ekonomi. “Peningkatan penjualan kendaraan mungkin hanya terjadi di segmen tertentu, sementara konsumsi barang pokok atau kebutuhan harian justru stagnan,” paparnya.

Pemerintah tetap optimis dengan menilai penurunan PPN DN sebagai fenomena sementara. Namun, ekonom mengingatkan perlunya kewaspadaan terhadap tren penurunan yang berkepanjangan. “Jika daya beli terus melemah, dampaknya bisa meluas ke sektor lain, termasuk investasi dan penyerapan tenaga kerja,” tandas Arif.

Kedua pihak sepakat bahwa pemantauan ketat terhadap data makroekonomi dan kebijakan responsif diperlukan untuk menjaga stabilitas fiskal di tengah ketidakpastian global.

DISSINDO
Top Mortar Semen Instan