Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terus mendukung pertumbuhan perbankan syariah nasional guna menciptakan sektor keuangan yang tangguh dan berkelanjutan. Komitmen ini diimplementasikan melalui berbagai kebijakan strategis demi meningkatkan daya saing industri bank syariah di tingkat nasional maupun global.
Pada akhir tahun 2024, perbankan syariah mencatatkan kinerja yang solid dengan total aset mencapai Rp980,30 triliun, meningkat 9,88 persen secara tahunan (yoy). Pangsa pasar juga mengalami pertumbuhan menjadi 7,72 persen dibandingkan Desember 2023 yang tercatat sebesar 7,44 persen.
Kinerja Intermediasi dan Likuiditas Tetap Kuat
Dari sisi intermediasi, penyaluran pembiayaan tumbuh 9,92 persen yoy dengan total mencapai Rp643,55 triliun. Sementara itu, Dana Pihak Ketiga (DPK) yang berhasil dihimpun mencatat pertumbuhan sekitar 10 persen yoy menjadi Rp753,60 triliun, jauh melampaui pertumbuhan industri perbankan nasional yang berada di kisaran 4-5 persen.
Pembiayaan sektor perumahan (KPR) masih mendominasi dengan porsi sekitar 23 persen, sementara pembiayaan bagi sektor Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) berkontribusi sekitar 16-17 persen dari total pembiayaan.
Dari sisi permodalan, perbankan syariah tetap memiliki fondasi yang kuat dengan rasio kecukupan modal (CAR) sebesar 25,4 persen, jauh di atas ambang batas yang ditetapkan. Rasio likuiditas juga tetap terjaga dengan Alat Likuid/Non-Core Deposit (AL/NCD) sebesar 154,52 persen dan Alat Likuid/Dana Pihak Ketiga (AL/DPK) di angka 32,09 persen.
Strategi OJK dalam Akselerasi Perbankan Syariah
Sebagai bagian dari upaya memperkuat industri ini, OJK menerapkan strategi yang tertuang dalam Roadmap Pengembangan dan Penguatan bank Syariah (RP3SI) 2023-2027. Dalam pertemuan tahunan bank syariah tahun 2024, OJK meluncurkan sejumlah pedoman baru guna memperkaya variasi produk syariah, seperti Pedoman Produk Pembiayaan Mudarabah, Pedoman Implementasi Shariah Restricted Investment Account (SRIA) dengan Akad Mudharabah Muqayyadah, serta Pedoman Implementasi Cash Waqf Linked Deposit (CWLD).
Pada tahun 2025, OJK menetapkan lima kebijakan utama untuk meningkatkan skala ekonomi perbankan syariah dan memperkuat daya saingnya:
- Konsolidasi dan Penguatan Bank Syariah
OJK mendorong proses spin-off unit usaha syariah (UUS) serta mendukung sinergi antara bank hasil spin-off dengan induk usaha untuk memperbesar kapasitas bisnis. - Pembentukan Komite Pengembangan Keuangan Syariah (KPKS)
OJK memperkuat tata kelola syariah dengan membentuk KPKS guna mengawasi dan mengembangkan sektor keuangan syariah nasional. - Penyusunan Pedoman Produk Perbankan Syariah
Dalam rangka menyelaraskan implementasi produk syariah, OJK terus menyusun pedoman bank syariah, termasuk untuk pembiayaan Salam, Istishna’, dan Multijasa. - Penguatan Peran bank Syariah dalam Ekosistem Ekonomi Syariah
Perluasan akses layanan syariah dilakukan melalui kolaborasi dengan Lembaga Jasa Keuangan Syariah lainnya, instansi pemerintah, dan industri halal. - Peningkatan Peran Perbankan Syariah untuk UMKM
OJK berupaya meningkatkan akses pembiayaan bagi UMKM unbankable melalui instrumen keuangan sosial syariah.
Prospek Perbankan Syariah di Tengah Tantangan Ekonomi
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan, Dian Ediana Rae, menegaskan bahwa meskipun tantangan ekonomi global dan domestik masih kuat, perbankan syariah tetap memiliki peluang besar untuk berkembang. Dengan memanfaatkan niche market dan mengembangkan produk keuangan alternatif berbasis syariah, sektor ini diharapkan dapat bersaing dengan perbankan konvensional.
“OJK akan terus mendorong pertumbuhan organik dan anorganik perbankan syariah dengan pendekatan yang terkoordinasi bersama seluruh pemangku kepentingan. Dengan strategi yang tepat, pangsa pasar bank syariah dapat meningkat secara signifikan,” ujar Dian.
Dengan arah kebijakan yang jelas dan dukungan regulasi yang kuat, bank syariah nasional diharapkan dapat semakin berkembang serta berkontribusi dalam menciptakan ekonomi yang inklusif, berkelanjutan, dan berkualitas bagi masyarakat Indonesia.