Perum Bulog akan menjalin kerja sama ekonomi dan investasi di sektor pangan dengan Kamboja. Langkah ini diambil untuk menjaga stabilitas pangan dan meningkatkan keunggulan kompetitif dalam rantai pasok beras.
Michael Porter, seorang tokoh manajemen terkenal, mengemukakan konsep keunggulan kompetitif pada tahun 1985. Keunggulan ini merujuk pada kemampuan perusahaan untuk mencapai kinerja yang lebih baik dibandingkan pesaingnya melalui karakteristik dan sumber daya tertentu, termasuk keunggulan biaya.
Beberapa negara telah menerapkan konsep ini untuk menciptakan ketahanan pangan nasional. Dalam situasi geopolitik dan krisis iklim saat ini, beberapa negara eksportir beras terbesar membatasi ekspornya, mengakibatkan ancaman krisis pangan.
“Penugasan pemerintah untuk berinvestasi di sektor pangan di Kamboja bukan hanya untuk memperluas jangkauan geografis, tetapi juga untuk mewujudkan keunggulan kompetitif dalam rantai pasok beras, sehingga ketahanan pangan di Indonesia dapat tercapai,” kata Direktur Utama Perum Bulog, Bayu Krisnamurthi, dalam keterangan tertulis pada Jumat (14/6/2024). Menurutnya, investasi ini adalah langkah strategis untuk mengatasi tantangan ketahanan pangan.
Investasi Pangan sebagai Langkah Strategis
“Kami siap melaksanakan penugasan ini, termasuk berkomunikasi dengan pelaku usaha beras di Kamboja. Kerja sama perdagangan beras yang telah terjalin diharapkan dapat meningkat seiring dengan rencana kerja sama ekonomi dan investasi pangan Perum BULOG,” tambahnya.
Direktur The Climate Reality Project Indonesia sekaligus Ketua Omar Niode Foundation, Amanda Katili Niode, menyampaikan bahwa Data KSA BPS memperkirakan produksi beras pada Juni 2024 akan menurun menjadi 2,12 juta ton, terutama akibat krisis iklim.
“Saat ini, kita berada di tengah polikrisis, di mana satu krisis mempengaruhi krisis lainnya, seperti krisis ekonomi, iklim, kesehatan, dan pangan. Semua saling terkait dan berdampak besar pada manusia. Perubahan iklim adalah sorotan utama dunia saat ini,” ujarnya.
Kamboja sebagai Produsen Beras Potensial
Pakar Pangan Indonesia, Tito Pranolo, menambahkan bahwa Kamboja semakin diperhitungkan sebagai produsen beras di Asia Tenggara. Negara ini memiliki tanah subur di sekitar Sungai Mekong yang cocok untuk pertanian padi. Kondisi ini mirip dengan kesuburan tanah di pulau Jawa.
“Beberapa negara mulai tertarik untuk berinvestasi di sektor pangan di Kamboja. Qatar, misalnya, yang pernah menghadapi masalah ketahanan pangan, menunjukkan minat untuk berinvestasi di sektor agro di Kamboja. Lahan yang murah dan subur membuat Kamboja memiliki potensi besar dalam industri pertanian,” jelas Tito.