Top Mortar Gak Takut Hujan
Home Bisnis Industri Gula Indonesia yang Tak Lagi Manis

Industri Gula Indonesia yang Tak Lagi Manis

0
Buruh memanen tebu untuk dikirim ke pabrik gula di Ngawi, Jawa Timur. (Antara/Ari Bowo Sucipto)

Berempat.com – Di masa kolonial Belanda, Indonesia pernah mencicipi manisnya industri gula. Di tahun 1930, sebagaimana tertulis dalam buku Indonesia dalam Kajian Sarjana Jepang, ada 179 pabrik yang tersebar di Jawa. Di era itu panen yang bisa dihasilkan bahkan bisa diekspor oleh Indonesia.

Tapi saat ini kondisi berbalik bagi industri gula Tanah Air sejak merdeka. Dari zaman Orde Lama hingga Reformasi, Indonesia justru harus memenuhi kebutuhan gula nasional dengan impor. Ketua Dewan Pertimbangan Presiden RI Sri Adiningsih sendiri mengungkapkan bahwa permasalahan ini sudah lama terjadi di Indonesia.

“Gula itu manis tapi godaannya juga manis, dan merupakan sembako yang strategis dan permintaannya juga semakin meningkat,” ujar Sri dalam acara Seminar Nasional Permasalahan Sektor Gula’ di Jakarta, Kamis (29/3).

Terus berkurangnya lahan tebu dianggap Sri sebagai faktor menurunnya angka produksi gula di Indonesia. Persoalan itu bahkan yang menurutnya paling banyak menyita perhatian.

“Dari tahun ke tahun luas area tanaman tebu semakin berkurang. Padahal jika dibandingkan dengan produktivitas seluruh dunia, tebu Indonesia tidak buruk, tapi memang tidak bagus,” paparnya.

Menurunnya lahan juga berpengaruh pada produktivitas tebu yang ikut lesu. Tak terkecuali produksi gula kristal putih. Itulah mengapa Sri mengatakan bahwa kondisi saat ini merupakan sebuah tantangan. Meski begitu ia tetap berharap produksi gula putih kristal dapat meningkat pada akhir tahun ini.

Industri gula Indonesia memang tak semanis dulu lagi. Di awal tahun ini saja, PT Perkebunan Nusantara X (PTPN 10) telah berencana menutup pabrik gulanya lantaran tak lagi bisa menguntungkan. Hal itu disampaikan dalam keterbukaan informasi di situs Bursa Efek Indonesia (BEI) pada Februari 2018.

Terus menurunnya industri gula di Indonesia bahkan diprediksi akan terus terjadi hingga tahun ini. Hal itu disampaikan oleh Direktur Eksekutif Asosiasi Gula Indonesia (AGI) Agus Pakpahan yang menilai komoditas gula tak lagi menggairahkan.

“Pada 2004-2008, saat jaminan dan harga bagus, luas areal meningkat lebih dari 80.000 ha. Tetapi kemudian saat iklim insentif menurun, areal tanam juga turut menurun lebih dari 30.000 ha,” ujar Agus seperti dikutip dari Kontan.co.id, Februari tahun lalu.

Akibat menurunnya areal lahan itu saat ini produksi gula Indonesia hanya mencapai 2,1 juta ton. Menurunnya produksi gula juga diduga Agus lantaran banyak petani yang tak lagi tertarik menggarap industri gula. “Dugaan saya mereka pindah ke komoditas lain,” tukasnya.

NO COMMENTS

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Exit mobile version