Berempat.com – Pasar e-commerce di Indonesia terus bertumbuh positif sampai saat ini. Setidaknya, di sektor ini Indonesia sudah punya empat perusahaan berstatus The Unicorn, di antaranya Tokopedia, Traveloka, GO-JEK, dan Bukalapak.
Potensi di Indonesia sendiri pun masih sangat besar. CEO Tokopedia, William Tanuwijaya beberapa tahun lalu pernah berkata bila Indonesia negara yang unik.
“Demografisnya negara kepulauan. Jadi, akses akan kebutuhan itu sebenarnya bisa dibilang limited untuk daerah-daerah terpencil. Dengan teknologi seperti Android yang harganya terjangkau, di bawah Rp 1 juta, apalagi saat ini sudah banyak orang yang mengerti internet tentu akan banyak membantu,” ujarnya.
Indonesia juga punya budaya kulakan, di mana para pedagang di daerah-daerah itu akan pergi ke kota, bahkan ke Jakarta untuk belanja agar bisa dijual lagi di tempat mereka tinggal. Tapi, sekarang dengan teknologi, mereka sudah bisa mengakses tanpa perlu pergi ke kota. Jadi, budaya kulakan pun sudah bertransformasi ke daring. Orang-orang yang bisa mengakses internet pun punya pilihan belanja yang jauh lebih banyak dan mudah.
Dan sebetulnya di balik kondisi yang dianggap krisis pada sektor ekonomi makro di Indonesia belakangan ini, sebetulnya itu dianggap William para pelaku bisnis offline yang kemudian memilih untuk mencoba alternatif baru; daring.
“Jadi, kalau biasanya untuk membuka toko harus bayar uang sewa yang biayanya selalu naik setiap tahunnya, sementara daya beli masyarakat setempat bisa lesu karena tergantung pada kondisi ekonomi, bisa teratasi dengan jalur online,” ujarnya.
Karena di jalur daring, para pengusaha tidak perlu membayar banyak biaya yang memang tidak diperlukan. Dan mereka hanya perlu memberikan pelayanan dan harga yang kompetitif. Sehingga daya beli pun bisa tetap stabil.
Menurut penuturan William, dari beberapa lembaga riset memprediksikan jumlah transaksi daring di Indonesia di 2016 hanya sebesar 0,6% dari total belanja retail keseluruhan. Jadi, bisa dilihat kalau belanja daring pun masih sangat kecil jumlahnya. Potensi pertumbuhannya masih sangat besar.
“Kita lihat China, sudah 13% dari total belanja domestik sudah terjadi lewat online. Karena itu kita bisa lihat bagaimana ledakan semacam itu bisa instan terjadi. Saat ini transaksi online pun dari bulan ke bulan angkanya masih terus bertumbuh sekitar 10-20%,” ujarnya.
“Bangsa kita ini sebenarnya bangsa yang kreatif. Di negara mana lagi yang ada Pak Ogah di setiap persimpangan untuk melerai kemacetan? Di negara mana lagi yang di setiap gedung perkantoran dan mal selalu ada ojek payung ketika hujan? Ini budaya-budaya kreatif yang hadir karena kepintaran orang kita dalam melihat peluang,” tambahnya.
Indonesia sendiri mempunyai sekitar 250 juta penduduk. Kita bisa menjadi negara yang besar. Harusnya, dengan penduduk sebanyak itu Indonesia sudah menjadi negara sentral di Asia Tenggara. Kalau secara digital peluang negara kita besar.
Mengapa selama ini kita bangga bahwa Indonesia menjadi pengguna Facebook nomor empat terbesar di dunia? Lalu, Jakarta sebagai kota tersibuk di Twitter. Harusnya Indonesia bisa lebih produktif lagi. Dan UKM Indonesia harus bisa menguasai teknologi, menguasai internet untuk menguasai pasar domestik.