Lahir dari keluarga sederhana membuat Audy Joinaldy kecil sempat merasakan sulitnya hidup menjadi keluarga marginal. Meski sang ayah seorang pebisnis, namun penghasilan bisa dibilang masih pas-pasan. Tak heran bila orangtua Audy harus pinjam uang hanya untuk memasukkan Audy ke sekolah dasar.
“Jadi kehidupan keluarga kami pernah mulai dari bawah sekali sehingga pernah merasakan jadi keluarga orang susah. Sampai orangtua saya bilang nggak nyangka bisa hidup seperti sekarang ini (berkecukupan),” jelasnya.
Audy menghabiskan masa kecilnya di salah satu kompleks di Kemanggisan, Slipi, Jakarta Barat yang selalu banjir saat hujan. Meski demikian, sejak SD hingga SMA Audy mengenyam pendidikan di Al-Azhar Pusat. Berkat prestasinya, Audy diterima di Departemen Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor lewat jalur seleksi nilai (tanpa tes) PMDK.
Tujuan Audy menimba ilmu di kampus hijau itu tak lepas dari keinginannya menyelesaikan apa yang belum diselesaikan orangtuanya. “Dulu orangtua saya kuliah di sini tapi gak sempet menyelesaikannya,” ujarnya. Tak perlu waktu lama bagi Audy menyabet gelar Sarjana Peternakan. Ialah mahasiswa pertama yang lulus yakni 7 semester (3,5 tahun) dengan IPK yang sangat memuaskan di Fakultas Peternakan. Setelah itu Audy melanjutkan kuliahnya ke The Department of Animal Sciences Wageningen University, Belanda. Selama di Belanda Audy dipercaya menjadi Presiden PPI (Persatuan Pelajar Indonesia) selama 1 tahun.
Pilih Kerja di Indonesia
Sekembalinya dari Belanda, di benak Audy hanyalah mencari pekerjaan. Meskipun dogma di keluarganya menegaskan ia harus bisa usaha, membuka lapangan pekerjaan. Merasa memiliki ijazah yang cukup bagus dari IPB dan Belanda, Audy melamar pekerjaan ke beberapa perusahaan ternama. Di saat bersamaan ia diterima di perusahaan pakan ternak terbesar di Indonesia bahkan dunia juga di perusahaan asing yang berkantor pusat di London, Inggris dan Hong Kong. Ia pun dijanjikan akan ditempatkan di Shanghai, China pasca menempuh training selama 3 bulan di Amerika Latin.
Suami dari Fitria Amalia Umar ini pun dilema, memilih bekerja di dalam atau luar negeri. “Saya sempat tanya orangtua, tapi mereka mengatakan itu adalah hidup kamu, kamu yang menentukan sendiri, terserah kamu,” ucap Audy mengenang. Dengan pertimbangan sang istri yang sedang mengambil dokter spesialis, maka ayah dari Jannaisya Aufilia Joinaldy dan Zafransya Aulia Joinaldy ini memilih bekerja di Indonesia.
Selama 6 bulan Audy ditempatkan di semua lini bisnis terkait peternakan di perusahaan pakan terbesar itu sebagai management trainee. Ia juga ditempatkan di berbagai lokasi perusahaan tersebut mulai dari Medan, Balaraja, Tangerang, Surabaya, hingga Semarang. Usai training, Audy yang semula akan ditempatkan di Semarang atau Surabaya ternyata ia ditempatkan di Makassar karena pabrik di sana masih dalam pembangunan.
Dengan pertimbangan adanya universitas bagi istri untuk mengambil spesialis kulit dan kelamin, Audy yang belum pernah ke Sulawesi akhirnya hijrah bersama keluarga kecilnya ke Sulawesi. “Sebelumnya saya nggak pernah kepikiran menginjakkan kaki di Sulawesi. Tapi ternyata in the end Makassar jadi sumber rezeki buat saya,” ungkap Audy.
Di Makassar, Audy banyak belajar organisasi di perusahaan pakan ternak tersebut. Ia pun dipercaya menjabat posisi Manajer Wilayah Timur dengan usia di bawah 30 tahun. “Di sana saya belajar masalah peternakan lebih dalam dan produksi dan yang penting saya ketemu dengan pengusaha-pengusaha di bidang peternakan yang sekarang jadi Mitra saya di usaha yang saya jalankan usai “sekolah” 5 tahun di perusahaan tersebut,” ungkapnya.
Bangun Pabrik Pakan
Audy mengatakan jika orangtuanya berharap bila ia bisa membangun perusahaan pakan ternak seperti tempat ia bekerja. Ia berpikir bangun sebesar ini bukan masalah uang. Menurutnya uang bisa dicari. “Usaha itu masalah kesempatan, masalah keberanian,” tegasnya. Ternyata benar, dengan mengandalkan koneksi dan jaringan yang telah dimilikinya, Audy mampu mendirikan perusahaan pakan PT Sinar Terang Madani di Barru, Sulawesi Selatan pada 2011.
“Modal sekitar Rp 4 miliar patungan berempat. Kita anggap rezeki dari Allah, kita juga nggak nyangka perputaran modal dan bisnis kita sangat cepat,” ujarnya.
Bersama keempat Mitranya, Audy tak khawatir terkait produksi, nutrisi pakan, permodalan. Namun yang dikhawatirkan adalah ke mana pakan tersebut akan dijual?. Maklum sebagai follower di industri perunggasan PT STM harus menghadapi pabrikan pakan ternama yang telah lebih dulu establish di Sulawesi seperti Cargill, Malindo, Patriot, Japfa Comfeed hingga Charoen Phokphand.
“Jawaban salah satu teman saya gampang!. Ngapain mikir jual, kita pake sendiri aja,” tukas Audy menirukan jawaban Mitra bisnisnya itu.
Bersamaan dengan dibangunnya pabrik pakan, PT STM juga membuka kerja sama Kemitraan dengan peternak setempat. Tak hanya itu masih di tahun yang sama ia mulai men-set-up hatchery & breeding farm (pembibitan dan penetasan) yang berada di bawah naungan Perkasa Group. Hingga kini kapasitas produksi anak ayam/DOC (day old chick) Perkasa Chick (PC) 701 sekitar 160 – 200 ribu per bulan.
Sementara itu kapasitas produksi pakan ternak Perkasa Feed 701 itu masih di angka 2.000 kg per bulan. “Pasar kami internal (kemitraan) dan eksternal. Pakan kami kirim ke Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara Sulawesi Barat dan sedikit ke Gorontalo, Maluku Utara, Kalimantan Timur dan Selatan hingga Papua,” President Commissioner PT STM itu.
Setaraf Pabrikan Besar
Sebagai follower, Audy sangat sadar akan bisnisnya yang baru berjalan 5 tahun. Karena itu ia sangat concern dengan kualitas. “Kalau ditanya kualitas pakan dan DOC, kami berani berkata dan menjamin pakan dan anak ayam kami setaraf dengan pabrikan besar. Meski demikian, ia tak mau mengambil pasar perusahaan pakan yang lebih dulu ada. “Kita bukan untuk menyaingi, melawan, kita mengikuti arus usaha. Agar gak berebutan pasar kita lebih banyak menciptakan pasar sendiri atau menggarap pasar ceruk (niche market)
Sukses di Sulawesi Selatan, Perkasa Group kembali membuka kemitraan di Sulawesi Tengah, Sulawesi Barat, hingga Sulawesi Tenggara. Hingga kini kapasitas produksi Mitra Perkasa Group sekitar 500 ribu ekor ayam tiap bulannya. “Sebelumnya saya nggak kepikiran untuk menginjakkan kaki di Sulawesi, Sekarang hampir semua titik di Sulawesi sudah saya pijak. Hampir semua provinsi di Sulawesi saya punya bisnis di dalamnya. Tiap bulan saya ke Sulawesi, baik itu Palu, Kendari Makassar dan sebagainya,” Aku pria yang melakukan sekitar 100 flight tiap tahunnya.
Bisnis Menggurita.
Tak kurang ada 10 perusahaan berada di bawah naungan Perkasa Group seperti pakan ternak, hatchery & breeding farm, kemitraan 1, kemitraan 2, prosesing bahan pakan, distribusi benih, hingga trading jagung. Tak hanya itu Audy juga masih mengurusi bisnis lain di luar industri perunggasan seperti kelapa sawit di Sumatera Barat, Jambi, dan Kalimantan Selatan, pertambangan batubara di Kalimantan Timur, serta bisnis properti di Jakarta, Bekasi dan Tangerang. “Semua masih kecil-kecilan tapi terintegrasi,” ungkap pria yang menjabat Komisaris Utama di 3 perusahaan, Direktur Utama di 2 perusahaan dan Direktur di beberapa perusahaan lainnya.
Selain menangani bisnisnya yang semakin menggurita, pria yang segera akan melanjutkan study doktornya ini juga kerap diminta mengisi kuliah umum hingga seminar nasional di berbagai universitas di Indonesia Timur. “Saya juga membimbing 15 mahasiswa skripsi, jadi dosen tidak tetap lah ya,” ujar lulusan tercepat dan nilai tertinggi Magister Manajemen Kampus Universitas Hasanuddin Sulawesi itu.
Pernah Gagal
Audy tak menampik jika ia pun mengalami pasang surut dalam berbisnis. “Saya juga pernah gagal di beberapa usaha, tapi saya anggap itu uang sekolah. Sekali saja benar akan menutupi kegagalan sebelumnya. Ya leaerning by doing saja,” ujar pria yang rutin berakhir pekan bersama keluarga kecilnya.
Kini tak kurang dari 300 karyawan bekerja di berbagai anak perusahaan Perkasa Group yang dipimpin 2 komisaris dan 2 direksi itu. “Kalau omset ya baru sekitar Rp 100 miliar per tahun. Yang paling besar dari pakan ternak. Kita ini masih perusahaan kecil, dibandingkan pabrik pakan besar omset tahunannya bisa mencapai Rp 44 triliun,” ungkap Pria yang rutin traveling di dalam dan luar negeri tiap tahunnya ini.
Di penghujung perbincangan, Audy memaparkan targetnya ke depan untuk terus ekspansi di Indonesia Timur. “Kita akan masuk dan membesarkan Kalimantan Selatan, masuk Kalimantan Utara (sudah mulai) dan memperbesar kapasitas di Sulawesi Selatan, dan masuk di Sulawesi Utara,” harapnya.