Berawal dari hobi mengebunkan berbagai jenis tanaman, Dedy Harianto memiliki banyak kenalan rekan pebisnis pertanian, baik tanaman buah maupun sayur. Suatu ketika ia mendengar bahwa Lengkeng Itoh dari Thailand memiliki produktivitas tinggi dan bisa ditanam di mana saja, ia pun sontak tertarik memilikinya.
Apalagi ketika sudah ada penjual bibit Lengkeng Itoh yang telah mengadaptasikan bibit tersebut di Indonesia, membuat niat Dedy untuk menanam lengkeng jenis Itoh ini semakin mudah diwujudkan. Akhirnya pada tahun 2006, dengan modal Rp 90 juta ia membeli sekitar 250-300 batang bibit Lengkeng Itoh seharga Rp 250-300 ribu/batang (setinggi 80-100 cm) dari temannya seorang penjual bibit buah di Jakarta.
Bibit tersebut ditanam di kebun seluas 1,1 ha yang berlokasi di Ciapus (dengan ketinggian sekitar 600 m dpl) milik sendiri yang sebelumnya telah ditanami berbagai jenis tanaman. Dalam merawat bibit lengkeng tersebut ia juga dibantu seorang manager produksi yang bernama Daniel Ardiles.
Di awal usaha, Dedy membudidayakan Lengkeng Itoh secara organik dan idenya tersebut muncul dari saran Daniel Ardiles. Menurut Dedy dengan budidaya secara organik produktivitas pohon lengkeng bisa lebih panjang beberapa tahun dibandingkan bila tanpa budidaya organik.
Dalam budidaya tanaman buah secara organik, syarat yang harus dipenuhi adalah sama sekali tidak menggunakan pupuk dan pestisida sintetik, melainkan pupuk dan pestisida organik berbahan rempah alami seperti jahe, bawang, cabe, cengkeh, dan lainnya.
Prospek budidaya Lengkeng Itoh khususnya secara organik menurut Daniel Ardiles masih sangat bagus dan cukup menjanjikan. “Apalagi Lengkeng Itoh organik Wahana Cory lebih manis dibandingkan lengkeng lainnya (baik Diamond River, Ping Pong bahkan lengkeng impor). Sampai saat ini pembudidaya Lengkeng Itoh organik masih belum banyak,” ungkap Nunu Sugiarto, Supervisor Wahana Cory.
Lengkeng Itoh organik memang memiliki warna kulit kuning gelap dibanding lengkeng impor jenis lain/Lengkeng Itoh an-organik, namun unggul dalam hal rasa yakni lebih manis dan juga aman untuk kesehatan karena tidak menggunakan pestisida kimiawi. Selain itu Lengkeng Itoh memiliki daging tebal, cenderung kering (buahnya tidak terlalu berair) dan berbiji kecil.
Ciri Lengkeng Itoh yang paling membedakan dengan jenis lengkeng lainnya saat masih berupa bibit, yakni dari daunnya yang memiliki panjang mencapai 25 cm dan lebar sampai 12 cm dengan bentuk bergelombang. Posisi daunnya tegak dan tidak menjuntai ke bawah seperti halnya pada Lengkeng Kristal.
Bibit dan Sarana Produksi.
Bibit Lengkeng Itoh hanya dibeli di awal usaha, yakni sebanyak 300 batang bibit setinggi 80-100 cm Rp 250-300 ribu/batang. Baik pupuk kompos maupun pestisida dibuat sendiri. Pupuk kompos dibuat dari bahan organik yang diambil dari sisa-sisa buangan Pasar Bogor dan kotoran hewan seharga Rp 5 ribu/10 kg dari usaha ternak sapi sekitar Bogor.
Demikian juga dengan pestisida dan perangsang buah (booster) alami dibuat dari beragam rempah aromatik seperti jahe, lengkuas, cengkeh, bawang merah & putih, cabe rawit, tembakau dan buah maja. Bahan-bahan tersebut ada yang dibeli dari pasar maupun dari kebun sendiri.
Sejak awal Wahana Cory telah mempunyai distributor sendiri dalam menyalurkan produknya, yakni PT Jayasuki Jakarta dan Citra Karyatani yang beralamat di jalan Cipaku Raya No. 34 Bogor. Pemesanan biasanya dilakukan secara datang langsung atau via telepon.
Untuk pembayaran distributor diberi tempo maksimal 3 minggu. Proses pengiriman ke pemesan dilakukan oleh Wahana Cory yang mempunyai armada pengangkut sendiri, yakni mobil pick up terbuka. Minimal order yang diberlakukan untuk pemesanan distributor, yakni sebanyak 1 kuintal.
Wahana Cory menjual buah hasil panen Lengkeng Itoh organik Rp 17 ribu/kg kepada distributor. Harga tersebut terkait dengan biaya pemeliharaan secara organik yang ekstra dibandingkan dengan cara an-organik. Misalnya dari teknik pemberantasan hama, karena hanya menggunakan pestisida organik yang fungsinya hanya mengusir hama namun tidak dibasmi sehingga perlu pengawasan ketat sebab hama bisa jadi akan datang lagi, sedangkan pada budidaya an-organik, hama langsung dibasmi dengan pestisida dan tidak perlu khawatir datang kembali. Daniel tidak tahu persis berapa distributor menjual buahnya ke retail, tetapi dia memperkirakan berkisar Rp 19-25 ribu/kg.
Saat ini Pemerintah masih membolehkan impor buah, sehingga risiko buah lokal tak laku tentu masih dihadapi. Untuk menyiasati kondisi tersebut Wahana Cory menjual buah lengkeng di luar waktu saat buah lengkeng impor Thailand masuk ke Indonesia dengan cara melakukan panen sebelum maupun sesudah banjirnya buah lengkeng impor Thailand.
Hama penyakit juga menjadi risiko dalam penanaman pohon Lengkeng Itoh namun sejauh ini tidak pernah terjadi serangan hama penyakit secara besar-besaran. Hal itu karena diantisipasi dengan melakukan penanaman pohon secara heterogen, yaitu dalam kawasan kebun 1,1 ha ditanam berbagai jenis tanaman di bagian tepi kebun.
Untuk mengelola kebun lengkeng seluas 1,1 ha dengan kapasitas 300 batang pohon lengkeng, Daniel dibantu oleh 4 orang tenaga kerja yang diupah sebesar Rp 30 ribu/hari. Karena baru mengalami panen pertama pada Desember 2009, buah yang dipanen masih terbilang sangat sedikit.
Dari 1 pohon dipanen buah lengkeng sekitar 12 kg, sehingga Wahana Cory meraih omset sekitar Rp 61 juta dengan keuntungan sebesar 20%. Mengingat panen baru terjadi setelah 4 tahun budidaya dengan masa panen setahun sekali maka balik modal bisa terjadi setelah panen di tahun kedua.