Pepaya memang bukan buah langka. Sedari dulu masyarakat sudah akrab dengan buah berbentuk bulat lonjong dengan berat 2,5-3 kg per buah itu. Namun, bukan buah-buah seperti itu yang saat ini banyak dicari supermarket, toko buah, swalayan dan pusat perbelanjaan yang menyasar kelas menengah ke atas.
Menurut Sobir, Kepala PKBT IPB, pepaya mini ini bisa dibudidaya di dataran rendah dengan ketinggian kurang dari 600 meter di atas permukaan laut (mdpl).
Pasar Kelas Atas
Yang membedakan pepaya California, Hawai dan pepaya biasanya adalah ukurannya yang lebih kecil, daging buah yang lebih terasa manis. Lantaran rasanya yang manis dan praktis untuk disantap membuat kedua jenis pepaya ini laris manis di supermarket. IPB 3 (Hawai) bentuknya lonjong membulat, daging buahnya berwarna jingga kemerahan, rasanya lebih enak dan derajat kemanisan 12-14o briks, tapi lebih riskan karena tidak tahan lama setelah dipanen.
Sedangkan IPB 9 (California) bentuknya lonjong memanjang, daging buahnya berwarna merah, agak lebih keras sehingga lebih tahan dengan derajat kemanisan 9-12o briks.
“Dari sisi rasa Hawai lebih enak, tapi dari ketahanan California lebih tahan sehingga diminati pedagang dan supplier buah. Dan petani pepaya California jumlahnya lebih sedikit dari petani Hawai,” terang Sobir.
Kepraktisan mengonsumsi pepaya mini ini juga menjadi salah satu alasan diburu konsumen kelas atas di banyak supermarket. “Pepaya tinggal dibelah dua, keluarkan bijinya lalu siap disantap dengan sendok,” papar Budi, Petani Hawai di Ciampea, Bogor, Jawa Barat.
Selain itu, tingginya kandungan 56 RE (retinol equivalent) Vitamin A dan 74 mg Vitamin C yang lebih tinggi dari buah jeruk yang hanya 29 mg. Maka tak heran jika harga jual California dan Hawai di supermarket mencapai 12 ribu/kg yang jauh lebih mahal dari pepaya Bangkok yang hanya 2-4 ribu/kg.
Panen 1,2 Ton/Ha
Menurut Wisnu Gunawan, petani Pepaya California di Ciampea, Bogor, permintaan dari supermarket bisa mencapai 5-6 ton tiap minggu. Padahal dari 1 hektar kebun pepaya yang ditanam 1.500 pohon hanya bisa panen 1,2 ton/minggu. Permintaan pepaya mini ini memang sangat besar, bahkan dari satu supplier buah PT Sewu Segar Nusantara memerlukan 70 ton pepaya mini tiap minggunya untuk memasok 2 ribu swalayan dan toko buah segar di beberapa daerah.
Meski besarnya permintaan pasar, bukan berarti petani bisa meningkatkan kepadatan tanaman per hektar lahan untuk mengejar hasil panen tiap minggunya.
Yang perlu diketahui dari budidaya pepaya mini ini adalah perlu waktu yang cukup lama. Setidaknya diperlukan waktu 8-9 bulan sejak bibit ditanam di kebun yang sebelumnya telah disemai selama 2 bulan. Dengan demikian selama 10-11 bulan (tahun pertama), kebun belum menghasilkan. Namun sejak panen pertama, petani bisa panen 1-2 buah pepaya tiap 1-2 minggu sekali sepanjang tahun hingga berumur 3 tahun.
Menurut Budi, satu tahun biaya produksi pepaya sekitar Rp 40 ribu/pohon/tahun. Jika satu pohon menghasilkan 40 kg/tahun, maka biaya produksi sekitar Rp 1 ribu/kg buah.
Sobir mengatakan jumlah panen dari tahun kedua dan ketiga akan mengalami penurunan. Dan di tahun ketiga kebun diganti dengan tanaman baru. “Umumnya dari satu pohon Pepaya Hawai bisa menghasilkan 70 kg buah,” terangnya.
Senada dengan Sobir, Wisnu Gunawan juga mengatakan jumlah produksi pepaya di pertama panen sekitar 50 kg/tahun dan tahun selanjutnya menurun menjadi 40 kg dan 30 kg.
Pemasaran
Tentu penjualan utama pepaya mini ini adalah ke pasar modern seperti supermarket, pasar swalayan, toko buah segar yang menginginkan buah grade A dengan ciri buah memiliki berat seragam, kulit mulus tanpa cacat, buah tidak bengkok serta memiliki rasa manis. Menurut Wisnu Pepaya California grade A dijual Rp 3,5 ribu/kg.
Sementara itu, pepaya grade B memiliki ukuran buah tidak seragam dan berat kurang dari 0,8 atau lebih dari 1,2 kg, kulit tidak mulus yang dijual ke toko buah pinggir jalan dengan Rp 2,5 ribu. Terakhir grade C dengan ukuran buah tidak seragam, buah cacat, bengkok dan terlalu matang dengan harga Rp 1.500/kg.
Sobir mengatakan tingkat kematangan buah yang diharapkan supplier sekitar 30-50% dan tingkat kematangan yang diinginkan supermarket sekitar 80%. “Karena pepaya hanya tahan 7-10 hari sejak panen, maka petani dan supplier harus memperhatikan tingkat kematangan.
Meski pepaya mini sangat laris manis di supermarket dan pasar medern, namun sayang mata rantai distribusi harus melalui supplier/tengkulak/trading house. Maka keuntungan terbesar berada di tingkat supplier yang bisa untung hingga 100%. Contoh saja harga pepaya California di supermarket bisa mencapai Rp 9-12 ribu, padahal harga di tingkat supplier Rp 4,8 ribu dan di tingkat petani Rp 3,5 ribu.
Begitu juga dengan Hawai di mana harga di supplier Rp 5,5-6 ribu dan Rp 4-5 ribu di tingkat petani. Hal ini pula yang sulit ditembus petani. Makanya petani tidak bisa jual ke supermarket langsung. Pasalnya perlu modal besar untuk perputaran modal usaha karena pembayaran di supermarket perlu 2-3 bulan. Nah di sinilah supplier berkantong tebal masuk mengambil celah.
Dengan menjual buah yang saat ini sedang tren dan banyak dicari, tak ayal banyak petani pepaya yang bisa untung belasan juta tiap bulan. Seperti yang dihasilkan Wisnu Gunawan, Petani California yang bisa untung Rp 18,5 juta/bulan. Begitu juga dengan Budi, Petani Hawai yang bisa untung Rp 19 juta/bulan.