Jakarta – Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) resmi menjadi undang-undang.
DPR resmi mengesahkan RUU TPKS menjadi undang-undang dalam Rapat Paripurna ke-19 masa sidang IV tahun sidang 2021-2022, Selasa (12/4).
Rapat pengesahan RUU TPKS dihadiri 311 anggota dewan, dengan rincian 51 orang hadir secara fisik dan 225 orang hadir secara virtual. Sedangkan, sebanyak 51 anggota dewan tak masuk karena izin.
“Apakah RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual disahkan menjadi undang-undang?” ujar Ketua DPR Puan Maharani dalam rapat yang langsung dijawab setuju serentak oleh peserta rapat.
Sebelum dibawa ke Paripurna, RUU TPKS disetujui delapan dari sembilan fraksi dalam Rapat Pleno pengambilan keputusan tingkat satu di Badan Legislasi DPR, Rabu (6/4). Hanya fraksi PKS yang menolak RUU TPKS dengan alasan tak memasukkan norma kesusilaan atau pasal yang mengatur perzinaan.
Sejak disahkan menjadi RUU Inisiatif DPR 18 Januari lalu, pemerintah dan DPR terus mengebut pembahasan RUU TPKS mulai akhir Maret lalu. Hingga disahkan per Selasa (12/4) hari ini, pembahasan RUU TPKS terhitung memakan waktu tak lebih dari dua pekan.
Ketua Panitia Kerja (Panja) RUU TPKS, Willy Aditya mengatakan, RUU TPKS terdiri dari 93 pasal dan 12 bab yang di dalamnya memuat sembilan jenis kekerasan seksual. Dia menyebut RUU TPKS akan memberi perlindungan bagi korban dan payung hukum bagi aparat penegak hukum yang tidak diatur dalam KUHP.
“Ini adalah kehadiran negara bagaimana memberikan rasa keadilan dan perlindungan kepada korban kekerasan seksual yangg selama ini kita sebut fenomena gunung es,” kata Willy dalam sambutannya di Paripurna.
Anggota Komisi IV DPR RI Luluk Nur Hamidah menyatakan UU TPKS lahir merespon berbagai kasus kekerasan seksual yang terjadi di berbagai konflik masa lampau seperti di Aceh, Papua, Poso, Mei 1998, hingga kasus Marsinah lalu kasus Yuyun dan sederet daftar panjang kasus kekerasan seksual lainnya. “Akhirnya UU TPKS ini milik kita semua yang harus menyatukan kita untuk mengakhiri stigma dan revictimisasi bagi segenap korban kekerasan seksual di Indonesia,” ujar Anggota Fraksi PKB DPR RI ini
Sementara itu, tiga koalisi masyarakat sipil, masing-masing The Institute for Criminal Justice Reform (ICJR), Indonesia Judicial Research Society (IJRS), dan Pusat Kajian dan Advokasi Perlindungan dan Kualitas Hidup Anak Universitas Indonesia (Puskapa) memberi beberapa catatan penting tentang UU TPKS yang disebut sebagai pencapaian baru dalam penanganan kasus kekerasan seksual di Indonesia.
“Pengesahan UU TPKS ini punya arti penting untuk penguatan pengaturan tentang perlakuan dan tanggung jawab negara untuk mencegah, menangani kasus kekerasan seksual dan memulihkan korban secara komprehensif,” kata peneliti ICJR, Maidina Rahmawati dalam keterangannya, Selasa (12/4).