Bandung – Majelis hakim Pengadilan Tinggi Bandung, Jawa Barat, telah mengetuk palu pada Senin 4 Maret 2022. Herry Wirawan, terdakwa kasus pemerkosaan 13 santriwati, divonis hukuman mati.
Pemilik yayasan pondok pesantren dan boarding school di kawasan Cibiru, Kota Bandung, itu terbukti bersalah. Selain divonis hukuman mati, Herry Wirawan alias Heri bin Dede dibebankan pula memberikan restitusi atau ganti rugi kepada para korban kejahatan seksual.
Majelis hakim juga memerintahkan perampasan harta dan aset milik terdakwa kasus pemerkosaan santriwati tersebut. Selanjutnya, harta benda milik Herry Wirawan akan dilelang untuk biaya pendidikan serta kelangsungan hidup para anak korban hingga dewasa atau menikah.
Vonis mati di tingkat banding ini jelas lebih berat ketimbang putusan majelis hakim Pengadilan Negeri Kelas IA Bandung. Sebelumnya pada 15 Februari 2022, Herry Wirawan divonis hukuman seumur hidup.
Perbuatan Herry Wirawan memperkosa 13 santriwati dinilai hakim termasuk kejahatan serius atau the most serious crime.
“Menimbang bahwa sesuai dengan yang telah dipertimbangkan oleh majelis hakim tingkat pertama, majelis hakim tingkat banding berkeyakinan pula bahwa perbuatan Terdakwa tersebut terbukti termasuk dalam kategori kejahatan sangat serius (the most serious crime) dan dalam hukum internasional, suatu kejahatan dikategorikan sebagai the most serious crime karena tindak pidana itu merupakan perbuatan yang keji dan kejam serta mengguncangkan hati nurani kemanusiaan,” kata hakim PT Bandung yang diketuai oleh Herri Swantoro, dikutip dari detikJabar, Selasa (5/4/2022).
Herry Wirawan divonis mati lantaran perbuatannya memenuhi unsur-unsur kejahatan serius seperti memanipulasi dan tipu muslihat, iming-iming dan janji, kekerasan seksual yang dilakukan terdakwa berpotensi membahayakan kesehatan anak-anak perempuan yang masih di bawah umur, perbuatan yang dilakukan terdakwa tidak hanya menyerang kehormatan fisik anak-anak, melainkan juga berpengaruh terhadap kondisi psikologis dan emosional para santri.
Perbuatan Herry Wirawan juga dilakukan secara terus menerus dan bersifat sistematik, dan menggunakan simbol-simbol agama dan pendidikan sebagai salah satu upaya manipulatif serta justifikasi dalam mewujudkan niat jahatnya. Perbuatannya menimbulkan dampak luar biasa, seperti menimbulkan keresahan dan ketakutan sosial dan anak-anak santriwati berpotensi menjadi korban ganda, karena menjadi korban kekerasan seksual sekaligus menjadi korban demi keuntungan ekonomi dari pelaku, yang dapat menimbulkan dampak sosial dalam berbagai aspek.
Herry Wirawan divonis mati oleh hakim juga dilakukan untuk memberikan keadilan bagi korban. Ada kekhawatiran jika nantinya Herry Wirawan hanya divonis penjara seumur hidup.