Jakarta – Ekspor batu bara Indonesia meningkat baik volume maupun penerimaannya. Anggota Komisi VII DPR RI, Mulyanto, minta Pemerintah naikan royalti dan/atau menetapkan pajak ekspor batu bara untuk meningkatkan pendapatan negara.
Mulyanto menilai sekarang saat yang tepat bagi Pemerintah meningkatkan penerimaan negara dari sektor minerba. Jangan sampai berkah kenaikan harga batu bara ini hanya dinikmati pengusaha. Dan tidak membawa manfaat apa-apa bagi negara.
“Jangan sampai muncul ketidakadilan, seperti resiko kenaikan harga migas langsung dibebankan kepada masyarakat berupa kenaikan BBM dan LPG. Sementara windfall profit dari komoditas batubara hanya dinikmati pengusaha yang tambah kaya di tengah penderitaan masyarakat,” tegas Mulyanto.
Mulyanto minta pemerintah menetapkan konsep sharing the pain atas kondisi yang ada. Beban harus ditanggung bersama terutama oleh para pengusaha dan BUMN. Sehingga masyarakat tidak semakin tertekan.
Soal pajak ekspor batu bara Mulyanto mengingatkan dulu tahun 2006 pernah diterapkan sebesar 10 persen. Namun kemudian dihapus. Hal ini sangat mungkin diberlakukan kembali mengingat harga jual batu bara sedang naik dan kondisi keuangan negara sedang kembang-kempis.
“Atau paling tidak Pemerintah segera menaikan besaran royalti batubara, yang bersifat progresif sesuai harga batubara dunia. Jangan dipatok stabil pada angka 13.5 persen,” jelas Wakil Ketua FPKS DPR RI tersebut.
Menurut Mulyanto, kebijakan ini perlu dibuat agar ekonomi lebih berkeadilan. Nantinya uang dari si kaya digunakan sebagian untuk membantu yang miskin. Apalagi batubara ini adalah SDA berkah dari Tuhan yang dikuasai negara.
Pengusaha tinggal keruk, jual dan jadi cuan. Jangan sampai berkah SDA ini hanya membuat segelintir orang menjadi super kaya secara ekstraktif di tengah kemiskinan rakyat pada umumnya.
“Peningkatan penerimaan negara dari batubara ini dapat digunakan untuk membayar subsidi dan kompensasi energi. Dari energi untuk energi,” tandas Mulyanto.
Untuk diketahui ekspor batubara kita terus meningkat baik volume maupun penerimaannya. Pada tahun 2020 ekspor sebanyak 342 juta ton dengan penerimaan sebesar USD 14.5 milyar. Pada tahun 2021 menjadi sebanyak 346 juta ton dengan penerimaan sebesar USD 26.5 milyar. Padahal saat itu harga masih di bawah USD100 per ton. Bisa dibayangkan lonjakan penerimaan di tahun 2022 dengan harga batubara yang mendekati USD 450 per ton.
Sekarang ini royalti batubara sebesas 13.5 persen untuk pemegang IUPK (izin usaha penambangan khusus) dan pemegang PKP2B (Perjanjian Karya Pengusahaan Pertanbangan Batubara).
Sementara untuk pemegang IUP (izin usaha penambangan) tergantung jenisnya dikenai royalti sebesar 3, 5, dan 7 persen. Semua angka royalti tersebut tetap tidak tergantung pada kenaikan harga batubara dunia.
Akibat perang Rusia-Ukraina, Indonesia terkena dampak. Sebagai negara net impoter migas, lonjakan harga migas dunia menjadi dampak negatif yang makin menekan impor kita. Sementara sebagai negara pengekspor batubara, melejitnya harga batubara menjadi berkah bagi Indonesia. Faktanya rally harga batubara belum menunjukkan tanda-tanda berakhir.
Sepanjang Februari, harga batubara sudah menguat sebesar 38,22 persen. Kini memasuki Maret, harga batubara kembali tancap gas dengan menyentuh level USD 446 perton. Bahkan, jika dihitung secara tahunan, harga batubara telah menguat hingga 235 persen. Ini kenaikan yang luar biasa. Pemerintah juga sudah menetapkan HBA (harga batubara acuan) per maret sebesar USD 203,69 perton.