Soal Energi Bersih, Pemerintah Diminta untuk Perhatikan Kesejahteraan Masyarakat

0
252
(Dok: PakMul.id)
Pojok Bisnis

Jakarta – Indonesia berkomitmen untuk berkontribusi pada pengendalian perubahan iklim, pada Acara Glasgow Climate Change Conference (COP26).

Anggota Komisi VII DPR RI Mulyanto minta Pemerintah proporsional dan realistis menyikapi isu yang dibahas dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Perubahan Iklim, Glasgow Climate Change Conference (COP26).

Dalam konferensi yang diadakan di Glasgow, Skotlandia, Senin, 1 November 2021, Pemerintah Indonesia harus berani bersikap mendahulukan kepentingan nasional sebelum mengakomodasi kepentingan negara-negara lain.

Dalam masalah ini Indonesia jangan mau didikte oleh negara lain.

Top Mortar gak takut hujan reels

“Sebagai wujud dari pergaulan masyarakat internasional, tentu kita mendukung berbagai inisiatif strategis dan kesepakatan internasional terkait perubahan iklim dan langkah-langkah mitigasinya.

Namun sebagai negara berdaulat, yang mengedepankan kepentingan nasional (national interest), yakni keamanan dan kesejahteraan rakyat, kita perlu cermat, hati-hati dan tidak didikte oleh pihak luar,” kata Mulyanto.

Wakil Ketua FPKS DPR RI Bidang Industri dan Pembangunan ini menyebut ada beberapa catatan penting yang perlu diperhatikan Pemerintah Indonesia terkait komitmen dunia internasional terhadap masalah perubahan iklim ini.

Pertama terkait target penurunan emisi gas rumah kaca sesuai Perjanjian Paris, dimana sebesar 29 persennya diupayakan Indonesia atas usaha sendiri dan 41 persen dengan dukungan internasional.

Terkait soal ini, Pemerintah harus berani menagih komitmen negara-negara maju untuk mendukung secara finansial bagi negara berkembang melaksanakan agenda perubahan iklim yang sudah disepakati.

Indonesia harus dapat memastikan bahwa kesepakatan tersebut bukan sekedar janji manis negara maju kepada negara berkembang, khususnya Indonesia.

“Dalam Perjanjian tersebut disepakati bahwa negara maju akan menggelontorkan dana sebesar USD 100 milyar/tahun sejak 2020 untuk membantu negara berkembang melaksanakan adaptasi dan mitigasi terhadap perubahan iklim.

Dari dana yang sebesar Rp 1.400 triliun tersebut, kita perlu tahu berapa yang akan mengalir ke Indonesia,” kata Mulyanto.

Mulyanto melihat beberapa negara maju sebenarnya menghadapi tantangan yang tidak mudah dalam melaksanakan isi perjanjian tersebut.

Oleh karena itu Indonesia harus berhati-hati membuat komitmen tentang perubahan iklim ini. Jangan sampai Indonesia mendapat getah dari kesepakatan internasional.

“Krisis energi yang melanda Inggris baru-baru ini, yang berkomitmen penuh untuk menutup PLTU-nya, ternyata juga sulit ditepati.

Demi menyelamatkan rakyatnya Pemerintah Inggris kembali menghidupkan pembangkit listrik batu bara mereka. Begitupula China.

Bagi negara-negara ini kepentingan nasional mereka adalah yang utama,” ujar Mulyanto.

“Karena itu bangsa Indonesia, di tengah pandemi yang belum usai; tingkat kesejahteraan masyarakat yang masih rendah; serta sumber daya batubara domestik yang berlimpah, tidak bisa serta-merta mengikuti maunya asing untuk menutup semua PLTU kita. Lalu menggantinya dengan pembangkit listrik dari sumber energi yang lebih mahal dengan mengorbankan rakyat atau membengkaknya subsidi negara”, imbuh Mulyanto.

Karena itu Mulyanto menegaskan Pemerintah tidak boleh mengambil kebijakan sekedar tebar pesona dan mengharap pujian internasional. Namun yang utama adalah kebijakan yang berorientasi pada kepentingan nasional, yang mampu memberikan keamanan dan kesejahteraan masyarakat.

DISSINDO
Top Mortar Semen Instan