Yogyakarta – Badan Keahlian Setjen DPR RI bekerja sama dengan Universitas Sanata Dharma (Unsadha) Jogja, BK-DPR menyelenggarakan Focus Group Discussion (FGD) dengan tema “Revisi UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan penataan UU di bidang pendidikan melalui pendekatan Omnibus Law” di Daerah Istimewa Yogyakarta (D.I.Y), Jumat (16/4/2021). Tujuan diskusi ini untuk menggali masukan terkait perubahan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas).
“Pendidikan merupakan pilar penting bagi perkembangan peradaban setiap bangsa. Semua negara di berbagai belahan dunia menempatkan pendidikan sebagai elemen strategis yang menopang agenda pembangunan nasional yang mereka targetkan baik dalam jangka pendek, jangka menengah, maupun jangka panjang,” ujar Kepala BK DPR RI Ignosentius Samsul dalam sambutannya.
Menurutnya Sensi, sapaan akrabnya, regulasi dalam bidang pendidikan secara nasional diatur melalui UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas yang merupakan payung hukum dalam mengatur pendidikan di Indonesia secara umum.
“Tujuan pendidikan nasional adalah mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab,” ungkap Sensi.
Sensi menambahkan, selain UU tentang Sisdiknas, terdapat juga beberapa UU yang mengatur bidang pendidikan, antara lain UU No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, UU No. 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi, dan UU No. 18 Tahun 2019 tentang Pesantren. Beberapa ketentuan dalam undang-undang tersebut masih mengatur secara parsial mengenai subsistem dalam penyelenggaraan sistem pendidikan nasional.
“Akibat pengaturan secara parsial tersebut dalam pelaksanaannya menimbulkan ketidaksinkronan dan ketidakharmonisan antar undang-undang. Pemangku kepentingan di bidang pendidikan (Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah) menafsirkan materi muatan yang terdapat dalam undang-undang tersebut sesuai dengan kebutuhan sektoral institusinya. Penafsiran dalam menyusun peraturan pelaksana juga banyak menimbulkan perbedaan substansi dengan undang-undang yang mengamanatkannya,” ujar Sensi.
Ia memandang, perguruan tinggi merupakan mitra strategis dalam rangka optimalisasi partisipasi masyarakat dalam penyusunan Naskah Akademik (NA) dan draf revisi UU. FGD ini merupakan bagian dari upaya BK Setjen DPR RI dalam menjalankan fungsi legislasi dengan melibatkan pemangku kepentingan dalam pembentukan Undang-Undang, sekaligus membangun kemitraan dengan stakeholder terutama akademisi.
“Kami berharap FGD ini dapat memberikan solusi dan masukan konkrit dalam penyusunan naskah akademik dan revisi UU tentang Sisdiknas yang akan mengubah atau menggantikan UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional,” pungkas Sensi.