Wakil Ketua Komisi II DPR RI Saan Mustopa mengatakan, Komisi II akan meminta penjelasan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) perihal putusan sanksi peringatan keras terakhir dan memberhentikan Arief Budiman dari jabatan Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) sdengan putusan perkara nomor 123-PKE-DKPP/X/2020 pada Rabu (13/1). Menurutnya Komisi II tidak akan masuk ke dalam putusan DKPP, tetapi sebagai mitra kami perlu mendapatkan penjelasan. Meski adanya putusan tersebut, ia meminta DKPP, KPU, dan pihak yang terlibat dalam penyelenggaraan Pemilu tetap bersinergi ke depannya. Agar penyelenggaraan pesta demokrasi terus membaik di masa mendatang. “Untuk membangun sistem politik ke depan tidak baik juga jika mereka seakan-akan berseteru,” ujar Saan.
Seperti diketahui, DKPP mempersoalkan surat KPU RI Nomor 663/SDM.13.SD/05/KPU/VIII/2020 tertanggal 18 Agustus 2020 meminta Evi segera aktif kembali sebagai komisioner KPU RI. Sedangkan amar keempat putusan Nomor 82/G/2020/PTUN merupakan putusan yang tidak dapat dilaksanakan atau noneksekutabel dan tidak menjadi bagian dari Keppres Nomor 83/P Tahun 2020. Sehingga Arief Budiman tidak memiliki dasar hukum maupun etik memerintahkan Evi Novida Manik kembali sebagai anggota KPU RI. Karena menurut hukum dan etika Evi Novida Ginting Manik tidak lagi memenuhi syarat sebagai penyelenggara pemilu setelah diberhentikan berdasarkan putusan DKPP Nomor 317.
Terkait hal tersebut, Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggaraan Pemilu (DKPP) Muhammad berharap pertimbangan putusan perkara nomor 123-PKE-DKPP/X/2021 tentang pemberhentian Arief Budiman dapat dibaca secara komprehensif dan tuntas. Ia juga membantah bahwa DKPP memiliki pretensi dalam memutus pemberhentian Arief Budiman sebagai Ketua KPU RI tersebut, karena seluruh perkara yang diputuskan DKPP merupakan perkara yang berawal dari laporan masyarakat.”Kami minta tolong, tolong dan tolong, dibaca dari A sampai Z. Semoga itu membantu bagi kita memahami kenapa DKPP harus mengambil keputusan itu,” kata Muhammad pada raker terkait evaluasi Pilkada 2020 yang juga dihadiri Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian, Plt Ketua KPU RI Ilham Saputra, dan Ketua Bawaslu RI Abhan.
Ia menegaskan DKPP tidak akan memproses perkara etik jika tidak ada laporan dari masyarakat, dan proses persidangan pun berlangsung secara terbuka dan bisa dilihat oleh publik. “Waktu Pak Arief diperiksa, seluruh mata memandang. Bahkan sahabat saya dari luar negeri menyaksikan sidangnya Pak Arief. Tidak ada satu detik yang kami tutup aksesnya dari publik. Silakan bapak menilai,” kata Muhammad.
Ketua Komisi II DPR Ahmad Doli Kurnia meminta agar laporan masyarakat atau pengaduan yang masuk ke DKPP tersebut seharusnya perlu juga diteliti keobjektifan-nya.”Soal laporan masyarakat itu harus diteliti, Pak Muhammad. Bisa saja kita menyuruh orang membuat laporan masyarakat yang kemudian itu belum tentu juga objektif,” kata Doli saat memimpin rapat kerja Komisi II DPR RI tersebut.
Sementara menurut anggota Komisi II DPR RI Junimart Girsang, laporan yang masuk ke DKPP tersebut seharusnya ditindaklanjuti dengan pemanggilan yang bersangkutan untuk klarifikasi, sebelum ditindaklanjuti dalam proses berikutnya. Proses serupa dengan kasus Ketua KPU Arief Budiman tersebut, kata Junimart, juga dilakukan dalam proses penanganan perkara etik di Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) di DPR. Kami juga begitu di MKD, kalau ada laporan masuk, kami panggil yang bersangkutan untuk klarifikasi. Baru kemudian dirapatkan apakah dilanjutkan proses atau tidak,” kata Junimart.