Sungguh ironi negeri ini. Ditengah kondisi ekonomi yang semakin sulit, pemerintah seolah ingin menambah beban rakyat dengan menarik berbagai macam pajak yang sehari-hari dekat dengan rakyat.
Seperti diketahui belum lama ini Menteri Keuangan Sri Mulyani menegaskan jika kantong plastik akan dikenakan bea cukai Rp 200 sehingga konsumen yang berbelanja di pusat perbelanjaan akan dikenakan biaya kantong plastic Rp 500 per lembarnya.
Bukan hanya itu yang akhir-akhir ini viral juga adalah rencana Badan Pengelola Pajak Daerah (BPPD) Kota Palembang mengenakan pajak nasi bungkus hingga pempek Palembang hingga 10%. BPPD kini memasang alat pemantau pajak online (e-tax ) di sejumlah rumah makanan dan kedai pempek.
Jika nantinya kasir diketahui tidak menggunakan alat ini saat bertransaksi, maka akan dikenakan sanksi dari instansi terkait. Pungutan pajak pada rumah makan dan kedai pempek ini sebenarnya sudah tertuang dalam Peraturan Daerah Kota Palembang tahun 2002 tentang pajak restoran.
Sementara itu di sisi lain, Pemerintah menaikkan batas harga minimal kelompok hunian mewah, seperti rumah mewah, apartemen, kondominium, town house dan sejenisnya yang bebas Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM).
Dalam beleid yang diteken oleh Sri Mulyani pada 10 Juni lalu tersebut, nilai hunian mewah, seperti rumah mewah, apartemen, kondominium, town house dan sejenisnya yang terkena Pajak Penjualan Atas Barang Mewah adalah yang berharga Rp30 miliar atau lebih. Sementara dibawah harga tersebut bebas PPnBM.
Bukan hanya itu, pemerintah juga akan menghapus PPnBM kapal pesiar atau yacht asing yang masuk Indonesia. Padahal tiap tahun pemasukan devisa dari kapal pesiar hanya sebesar Rp 9 miliar per tahun.