Ekonomi Indonesia tumbuh 5,07% secara tahunan (year on year) di kuartal I-2019. Namun selama tiga bulan pertama tahun ini ekonomi tumbuh negative atau minus 0,52%.
Kepala Biro Pusat Statistik (BPS) Suhariyanto menjelaskan pertumbuha nekonomi RI yang minus dalam tiga bulan pertama 2019 itu merupakan hal yang musiman. “Kuartal ke kuartal itu minus 0,52%, ini karena musiman. Dengan pertumbuhan itu, pertumbuhan ekonomi paling tinggi di sektor pertanian, kehutanan dan perikanan dampak 14,10% karena musim panen dari Januari-Maret. Lalu disusul jasa keuangan dan asuransi sebesar 3,33%” katanya di kantornya, Jalan Dr. Sutomo, Jakarta Pusat, Senin (06/05/2019).
Ia mengatakan, ada beberapa sektor yang mengalami perlambatan di kuartal I-2019. Mulai dari pertanian hingga batu bara.
Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution menjelaskan penyebab ekonomi Indonesia tumbuh minus 0,52% di tiga bulan pertama 2019. Menurut Darmin salah satu penyebabnya adalah waktu panen yang bergeser.
“Kuartal I itu agak rendah. Apalagi kalau panen bergeser ke bulan April, Mei. Tahun ini juga bergeser macam-macam, ada yang ke Mei malah,” ungkapnya di Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian.
Selain itu, kata Darmin, rendahnya pertumbuhan ekonomi juga didorong kinerja ekspor-impor yang menyusut. “Ada pengaruhnya juga. Walaupun ekspor-impor kita nggak terlalu jauh bedanya itu dampaknya kepada PDB nggak terlalu besar tapi pasti adalah ekspor dikurangi impor ada dampaknya walaupun nggak besar,” ujarnya.
Namun menurut peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira, ada beberapa faktor pertumbuhan ekonomi yang stagnan, yaitu:
- Motor utama pertumbuhan tidak berjalan optimal. Pemerintah lambat mengantisipasi perlambatan investasi dan ekspor. Terbukti 16 paket kebijakan gagal dan harusdi evaluasi total.
- Pertumbuhan konsumsi rumah tangga stagnan di 5% itu pun sudah dibantu belanja pemilu, bantuan sosial (bansos), dana desa dan anggaran pemerintah lainnya. Artinya konsumsi rumah tangga beresiko tumbuh di 4.7-4.9% khususnya di semester 2 mendatang.
- Harga komoditas ekspor yang rendah menjadi ancaman laten sepanjang tahun. Kondisi ini bisa menurunkan pendapatan sekaligus daya beli di luar pulau Jawa. Implikasinya di Q1 2019 pertumbuhan ekonomi makin terkonsentrasi di pulau Jawa. Porsi pulau jawa telah mencapai 59% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Ini menafikan slogan Indonesia sentris.
- Pembangunan infrastruktur terbukti belum berhasil memberikan multiplier effect terhadap perekonomian. Kegagalan akibat sinergi BUMN dimana proyek infrastruktur terlalu dikuasai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dengan minimnya keterlibatan peran swasta.
- Industri manufaktur berada pada tahap yang membahayakan karena tumbuh 3.86%, jauh dibawah ekspektasi dan konsisten lebih rendah dari pertumbuhan ekonomi nasional. Sebagai pendorong sektor lainnya, lemahnya growth manufaktur mengancam kualitas pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang.