Surplus Neraca Perdagangan Indonesia kembali menunjukkan performa solid sepanjang Januari hingga September 2025. Selama sembilan bulan pertama tahun ini, Indonesia mencatat surplus perdagangan barang sebesar US$33,48 miliar, meningkat sekitar US$11,30 miliar dibanding periode yang sama tahun lalu. Catatan positif ini membuat surplus berlangsung selama 65 bulan tanpa jeda sejak Mei 2020, menandai daya tahan sektor perdagangan nasional di tengah dinamika ekonomi global.
Angka tersebut ditopang performa kuat sektor nonmigas yang mencatat surplus US$47,20 miliar, sementara komoditas migas masih mencatat defisit US$13,71 miliar. Kondisi ini kembali mempertegas betapa besar peran ekspor nonmigas dalam menopang Surplus Neraca Perdagangan Indonesia.
Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS, Pudji Ismartini, menyampaikan ekspor Indonesia dalam periode tersebut tumbuh 8,14 persen dibanding tahun sebelumnya, didorong lonjakan signifikan pada industri pengolahan yang menyumbang US$167,85 miliar, atau naik 17,02 persen. “Kinerja sektor pengolahan memperlihatkan kekuatan struktur industri nasional dan potensi ekspor bernilai tambah,” ujar Pudji dalam pemaparannya di Jakarta, Senin (3/11/2025).
Tiongkok, Amerika Serikat, dan India tercatat sebagai mitra dagang utama dengan kontribusi kolektif 41,81 persen dari total ekspor nonmigas. Besi dan baja, produk nikel, serta bahan bakar mineral menjadi komoditas andalan untuk pasar Tiongkok, sementara pasar Amerika Serikat banyak menyerap produk tekstil, alas kaki, serta perlengkapan elektrik.
Impor Tumbuh Moderat, Dorong Kegiatan Produksi
Pada sisi impor, Indonesia membukukan peningkatan sebesar 2,62 persen menjadi US$176,32 miliar. Kenaikan tertinggi terjadi pada barang modal yang tumbuh 19,13 persen menjadi US$35,90 miliar, menandakan optimisme pelaku usaha dalam memperluas kapasitas produksi. Impor nonmigas mendominasi dengan nilai US$152,58 miliar, sedangkan impor migas justru turun lebih dari 11 persen.
Tiongkok juga menjadi pemasok impor terbesar bagi Indonesia dengan nilai US$62,07 miliar, diikuti Jepang dan Amerika Serikat. Mesin, peralatan elektrik, dan komponen kendaraan menjadi barang impor utama dari negara tersebut.
Menurut BPS, Surplus Neraca Perdagangan Indonesia terutama ditopang oleh lima komoditas unggulan: minyak sawit dan turunannya, bahan bakar mineral, besi dan baja, produk nikel, serta logam mulia.
Inflasi Oktober Terkendali
Di sisi harga konsumen, BPS mencatat inflasi bulanan 0,28 persen pada Oktober 2025, dengan inflasi tahunan berada di level 2,86 persen, masih dalam zona stabil. Emas perhiasan menjadi penyumbang inflasi terbesar dengan andil 0,21 persen, sementara sejumlah komoditas pangan seperti bawang merah, cabai rawit, dan tomat justru menahan laju inflasi dengan kontribusi deflasi.
Dengan tren ekspor yang terus menguat dan inflasi yang relatif stabil, pemerintah optimistis kinerja perdagangan dan daya beli domestik tetap terjaga. Keberlanjutan Surplus Neraca Perdagangan Indonesia pun dipandang menjadi fondasi penting untuk menjaga momentum pemulihan ekonomi nasional pada tahun mendatang.
